Home / Budaya / Asal Usul / Mengapa Sya’ban Disebut Bulan Ruwah?

Mengapa Sya’ban Disebut Bulan Ruwah?

Oleh: H. Derajat

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.

Saudaraku yang dirahmati Allah SWT, hari ini tanggal 17 Maret 2022 M., bertepatan dengan tanggal 14 Sya’ban 1443 H. Artinya, memasuki maghrib di hari ini kita akan masuk ke nisfu (pertengahan) bulan, yakni tanggal 15 Sya’ban.

Dalam kalender Jawa Islam, yang penghitungannya berbasis pada bulan (lunar) juga sama seperti Hijriyah, bulan Sya’ban disebut dengan Ruwah. Masyarakat Jawa memiliki tradisi yang penyebutannya sama dengan nama bulan ini, yakni tradisi “ruwahan” atau “ruwatan“.

Kata “Ruwah” untuk menyebut bulan Sya’ban bukanlah nihil makna. Kata tersebut diserap dan berasal dari Bahasa Arab, “Arwah“. Arwah adalah sebuah kata yang berbentuk jamak dengan bentuk mufrad-nya (tunggalnya) “Ruh“.

Dalam sebuah pengajian, seorang ulama asal Rembang, Gus Baha menjelaskan bahwa asal muasal Ruwah yang dicerap dari Bahasa Arab, Arwah, adalah didasarkan pada tradisi masyarakat Indonesia, khususnya Jawa yang mendoakan arwah para lelulur pada bulan Sya’ban.

Selain itu, Gus Baha juga menyebutkan bahwa asal muasal tradisi mengirim doa untuk arwah pada bulan Sya’ban ini diadaptasi dari tradisi Islam Bangsa Yaman.

Penduduk Yaman pada bulan Sya’ban ini memiliki tradisi mengadakan haul Nabi Hud sehingga para Kiyai di Jawa mengirimkan doa ketika bulan Sya’ban atau bulan Ruwah. Maka muncullah istilah tradisi ruwah atau ruwahan, yang tidak asing di telinga masyarakat Jawa.

“Karena di antara tradisi di Indonesia mengikuti Yaman. Dan di Yaman itu ada khoulnya Nabiyullah Hud dan itu pada waktu Sya’ban. Sehingga kiyai-kiyai Jawa kalau kirim doa itu dibarengkan pas Sya’ban atau Ruwah”, terang Gus Baha.

Sama seperti bulan-bulan lainnya dalam kalender Hijriyah, bulan Sya’ban ternyata memiliki keistimewaan atau keutamaan tersendiri. Karena itu, masyarakat Jawa yang pencerapan tradisi Ruwahan-nya terjadi dan diajarkan oleh para Wali Songo, mentransformasikan bulan Sya’ban dalam kalender Hijriyah menjadi bulan Ruwah dalam kalender Jawa.

Keistimewaan bulan Sya’ban ini diungkap oleh Rasulullah SAW dalam sebuah sabdanya:

فَضْلُ شَعْبَانَ عَلَى سَآئِرِ الشُّهُوْرِ كَفَضْلِي عَلَى سَآئِرِ الْأَنْبِيَآءِ وَفَضْلُ رَمَضَانَ عَلَى سَآئِرِ الشُّهُوْرِ كَفَضْلِ اللّٰهِ عَلَى عِبَادِهِ

Fadhlu Sya’bâna ‘alâ sâirisy syuhûri kafadhlî ‘alâ sâiril anbiyâ’i wa fadhlu ramadhâna ‘alâ sâirisy syuhûri kafadhlillâhi ‘alâ ‘ibâdihi

“Keutamaan bulan Sya’ban atas bulan-bulan yang lain adalah sebagaimana keutamaanku atas kalian para nabi, sedang keutamaan bulan Ramadan atas bulan-bulan lain, ialah sebagaimana keutamaan Allah atas sekalian hamba-hamba-Nya.”

Yahya bin Mu’adz mendefinisikan kata Sya’ban terbagi menjadi lima huruf. Setiap hurufnya diliputi anugerah dari Allah SWT untuk orang-orang beriman. Yakni, huruf Syin akan diberi syaraf (kehormatan) dan syafa’at, huruf ‘Ain akan diberi ‘izzah (keperkasaan) dan kemuliaan, huruf Ba akan diberi birr (kebaikan), huruf Alif akan diberi ulfah (kelemahan-lembutan), dan Nun akan diberi nur (cahaya).

Pada bulan Sya’ban Rasulullah SAW berpuasa lebih banyak dibanding bulan lain selain Ramadhan. Siti ‘Aisyah menceritakan:

مَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ الله اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرِ قَطٌّ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرِ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ.

“Tidaklah aku lihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasanya sebulan penuh kecuali Ramadhan, dan tidaklah aku lihat beliau banyak berpuasa di bulan lain melebihi dari bulan Sya’ban”.

Mengapa Rasulullah SAW banyak berpuasa di bulan Sya’ban? Apa alasannya? Pertanyaan ini dijawab oleh Rasulullah SAW, sekaligus menunjukkan apa yang terjadi di bulan Sya’ban sehingga ia menjadi salah satu bulan yang mulia dengan sabdanya:

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِيْ وَأَنَا صَائِمٌ .

“Itulah bulan yang sering dilupakan oleh manusia karena letaknya berada antara bulan Rajab dengan Ramadhan, dan itulah bulan yang seluruh amal manusia diangkat kepada Rabbul ‘alamin, maka aku ingin semua amalku juga diangkat, karena itulah aku berpuasa”.

Rasulullah SAW menguatkan keistimewaan bulan Sya’ban pada hadits di atas dengan sabdanya yang lain:

أَتَدْرُوْنَ لِمَا سُمِّيَ شَعْبَانَ؟ قَالُوْا، اللّٰهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ لِأَنَّهُ يَتَشَعَّبُ فِيْهِ خَيْرٌ كَثِيْرٌ

“Tahukah kamu sekalian kenapa bulan ini dinamakan Sya’ban?” Para sahabat berkata: “Allah dan Rasul-Nyalah lebih tahu.” Lalu Nabi bersabda: “Karena pada bulan ini satu kebaikan akan bercabang banyak.”

Bahkan, seorang ahli hikmah mengatakan, bahwa bulan Rajab untuk mengampuni segala dosa, bulan Sya’ban untuk memperbaiki hati dan segala cacat, bulan Ramadan untuk menerangi hati, sedangkan malam Lailatul Qadar untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Maka tepat sekali jika tradisi masyarakat Indonesia menyebut bulan Sya’ban sebagai bulan Ruwah lalu mengisinya dengan segala tradisi yang mengarah kepada pengingatan kepada Ruh. Mengingat Ruh adalah mengingat adanya perspektif kehidupan dan kematian. Menyadari hidup adalah dengan menyadari kematian. Itu yang pasti terjadi pada setiap makhluk yang bernyawa.

Karena itu, tradisi Ruwahan yang menjelma menjadi praktek menziarahi makam para leluhur, membuat acara tausiyah dengan peringatan haul dan saling berkunjung antar-sanak famili di bulan Sya’ban serta membaca ‘Yasin Fadhilah’ pada malam nisfu Sya’ban sangatlah baik dan termasuk ke dalam fadhailul A’mal (keutamaan amal) yang dianjurkan.

Sejalan dengan apa yang disabdakan Rasulullah SAW:

مَنْ عَظَّمَ شَعْبَانَ وَاتَّقَى اللّٰهَ وَعَمِلَ بِطَاعَتِهِ وَأَمْسَكَ عَنِ الْمَعْصِيَةِ غَفَرَ اللّٰهُ تَعَالَى ذُنُوْبَهُ وَآمَنَهُ مِنْ كُلِّ مَا يَكُوْنُ فِي تِلْكَ السَّنَةِ مِنَ الْبَلَايَا وَالْأَمْرَاضِ كُلِّهَا

Man ‘adzhdzhama Sya’bâna wattaqallâha ta’âlâ wa ‘amila bithâ’atihi wa amsaka ‘anil ma’shiyati ghafarallâhu ta’âlâ dzunûbahu wa âmanahu min kulli mâ yakûnu fî tilkas sanati minal balâyâ wal-amrâdhi kullihâ

“Barangsiapa mengagungkan bulan Sya’ban, bertaqwa kepada Allah Ta’ala, melakukan keta’atan kepada-Nya dan menahan diri dari berbuat maksiat, maka Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya dan memberi keamanan kepadanya dari kemalangan-kemalangan maupun penyakit-penyakit yang terjadi pada tahun itu seluruhnya.”

Semoga Allah SWT melimpahkan kepada kita kekuatan untuk menahan diri dari segala maksiat, juga menguatkan kita untuk menegakkan segala perintah-Nya, sehingga diangkatlah amal kita oleh-Nya dan kemuliaan Sya’ban dapat tercerap dan membentuk kepribadian kita. Âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

Mari kita tutup artikel ini dengan do’a di bulan Sya’ban:

اللّٰهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

Allâhumma bârik lanâ fî Rajaba wa Sya‘bâna wa ballighnâ Ramadhâna

“Ya Allah, berkatilah kami pada Bulan Rajab dan Bulan Sya’ban. Sampaikanlah kami dengan bulan Ramadhan.”

 

About admin

Check Also

Penentuan Khasiat Suatu Wirid dalam Pandangan Islam

“Rasulullah belum pernah mengajari fungsi al-Fatihah sebagai ruqyah, namun seorang sahabat berinisiatif sendiri atau dengan ...