Baru-baru ini sebuah mesjid Ahmadiyah dibakar masa di Jawa Barat. “Gereja saja haram dibakar, apalagi Mesjid. Ini kegelapan model apa ya di zaman ini?” komentar Parjo pada kawannya.
“Lha ya, dulu Mesjidil Aqsa pernah dibakar orang Yahudi, seluruh dunia Islam marah. Sekarang orang Islam mbakar-mbakar mesjid malahan…” tumpang Salikin, kawan Parjo.
“Tapi mereka itu kan sudah divonis menyimpang oleh MUI, aliran sesat segala…”
“Lhah kalau aliran sesat di Indonesia ini ada 300-an aliran sesat…Kok MUI bungkam saja…”
Obrolan pinggir jalan itu membeku, saling merenung di antara mereka, dan tiba-tiba kakek-kakek tua bertongkat ikut nimbrung.
“Sekarang ini sudah banyak orang kebakaran. Modelnya beda-beda. Ada kebakaran jenggot. Ada kebakaran kumis. Ada kebakaran kepala sampai mendidih ubun-ubunnya. Ada kebakaran… Ada kebakaran… Kebakaran…”
kakek tua itu menyebutkan ada seratus model kebakaran, sampai kebakaran yang berbau pornografi, yang membuat hadirin terpingkal-pingkal.
“Mbah sampean ini dapat istilah segudang dari mana?” Tanya Parjo.
“Jelek-jelek si Mbah ini kang senang survey…” katanya terkekeh-kekeh.
“Kalau membakar mesjid itu model kebakaran apa Mbah?”
“Itu jilatan api Neraka yang membakar hati orang yang membakar. Jadilah seperti itu…”.
“Yang turut menyulut api neraka berarti ikutan dalam neraka donk Mbah…? Tanya Parjo agak politis.
“Sudah tau kok bertanya.. hehehe…” kata kakek tua sambil ngeloyor.