Home / Berita / Nasional / Membaca Politik Jokowi Terhadap Jenderal Gatot

Membaca Politik Jokowi Terhadap Jenderal Gatot

Seolah-olah ada pertentangan antara Gatot Nurmantyo dan Jokowi yang diwakili Wiranto, demikian asumsi kebanyakan kita. Hal itu dipicu pernyataan Panglima TNI, terkait 5000 pucuk senjata impor yang kemudian dibantah Menkopolhukam. Kita pun terbelah menjadi pendukung Gatot dan Wiranto.

Beberapa analis politik hingga follower dalam politik mengecam hingga mencaci, disisi lain pujian pun terlayangkan kepada Jenderal Gatot Nurmantyo. Popularitas Gatot terus diikuti elektabilitasnya, mengingat tahun depan Indonesia memasuki tahun politik. Jokowi tampak nyaman dengan peristiwa ini.

Mengapa Jokowi nyaman? Pernyataan Gatot Nurmantyo sangat jelas dengan terang menunjukkan loyalitasnya pada Jokowi. Sayangnya dari sekian kalimat, kebanyakan hanya fokus pada 5000 senjata yang berencana diimpor secara ilegal. Sesuatu yang jelas-jelas sudah batal dilakukan.

Pandangan saya berkata lain, kegaduhan ini hanyalah sandiwara politik Jokowi-Gatot sebagai pasangan Capres-Cawapres. Sebuah situasi yang merugikan Prabowo yang berencana kembali bertarung pada pilpres 2019. Pendukung Prabowo ikut larut dalam suasana sandiwara politik tersebut.

Pengkondisian ini sudah dengan matang direncanakan dan dilakukan. Selain itu, pemutaran film klasik G30s/PKI ternyata bukan hanya dilakukan institusi TNI. Kampus yang merupakan institusi dibawah kemendiknas pun melaksanakan hal yang sama, bahkan kampus memberikan sertifikat bagi mahasiswa yang menonton.

Maknanya apa, Jokowi dan Gatot Nurmantyo sejatinya tidak berseteru. Indikasi lainnya ialah terkait isu PKI, Jokowi telah sejak lama menyatakan akan menggebuk PKI. Itu artinya Jokowi dan Gatot sedang berspekulasi dengan isu tersebut. Soetiyoso mantan kepala BIN pun senada dengan mereka terkait isu PKI.

Gatot Nurmantyo pun telah meluruskan bahwa dirinya tak pernah rilis ke media. Pernyataan itu dengan sendirinya bukan pernyataan resmi Panglima TNI. Sebelumnya Panglima TNI ini juga cukup cakap berada disisi umat Islam. Namanya mulai berkibar seiring dukungan retorisnya pada aksi-aksi umat Islam. Melalui Gatot Nurmantyo, Jokowi menjadi Presiden pertama yang berada ditengah jutaan umat Islam.

Pernyataan Gatot Nurmantyo sejatinya harus direspon Jokowi dengan pemanggilan dan bila itu pernyataan ngawur maka aksi pecat harus dilakukan. Namun Jokowi membiarkan kita semua berpolemik melalui dua pernyataan Jenderal. Jokowi sangat cerdik dalam hal ini, sukses mengkotak-kotakan lawan-lawan politik.

Isu krusial seperti bertambahnya hutang, freeport, kreta api cepat, Meikarta, akhirnya lenyap. Masyarakat, bahkan intelektual terus fokus pada isu abstrak. Isu PKI dan senjata ilegal, isu yang terlalu dibesar-besarkan. Soal PKI misalnya, TNI dan Polri bisa menangkap mereka tanpa perlu wacana segala.

Terjebaknya masyarakat dan lawan politik Jokowi pada isu abstrak, tentu sangat menguntungkan Jokowi. Mereka yang berpakaian atau bertato palu-arit dianggap PKI, sama halnya ketika bendera berlambang ke-Islaman dianggap ISIS atau Islam Radikal. Sesuatu yang dangkal dalam menilai.

Delusi munculnya PKI jangan sampai melupakan satu hal penting dalam kehidupan berbangsa, persatuan Indonesia. Apakah diskusi khilafah berarti gerakan DI/TII bangkit, demikian pula ketika muncul diskusi terkait komunisme dan konspirasi didalamnya. Justifikasi yang didasari delusi akan merugikan kita sendiri.

Jokowi sebaiknya hentikan sandiwara politik, jangan kotak-kotakan rakyat dengan manuver dan isu sensitif. Lawan-lawan politik Jokowi jangan tidur, lihatlah dengan jernih politik yang sedang berlangsung. [MO]

 

 

About admin

Check Also

Noam Chomsky; Tentang Agama dan Politik

“… Jangan lupa, bahwa rakyat Palestina sedang dihancurkan dalam program sistematis AS-Israel yang menghancurkan Gaza ...