“Raḥmãn dan Raḥîm Allah: Rahmat dan Kasih Sayang Tuhan yang Diberikan Kepada Makhluk-Nya”.
Oleh: Farhanah
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ ۞
“Utawi kang ngeratuni utowo kang mulosoro ngenak-enak ing kaulone kabeh.”
Terjemahan Bahasa Indonesia:
“Yang merajai atau yang mendidik semua hamba-Nya.”
Penafsiran Mbah Shaleh Darat:
“Utawi maknane lafadz Raḥmãn iku dzat kang persifatan aweh nikmat kelawan barang kang ora tinemu iku anane nikmat haq sangking kaulo. Utawi maknane lafadz ar-Raḥîm iku dzat kang persifatan aweh nikmat kelawan barang kang tetemu anane nikmat metu sangking kaulo. Moko ar-Raḥmãn khãs kelawan Allah beloko. Lan lafadz ar-Raḥîm umum marang Allah lan marang makhluk. Tegese lafadz ar-Raḥmãn iku maknane aweh murah marang kaulane mukmin utowo liyane. Moko ora ono makhluk kabeh aweh murah marang sepadane makhluk kelawan aweh waras aweh urip aweh rizki jembar aweh derajat. Moko mengkono kabeh iku khususe keduwe Allah dewe berbeda maknane ar-Raḥîm, tegese welas kasih marang kaulane mukmin kelawan den paringi taufîq aṭ-ṭã’at lan taufîq aṣ-ṣabar lan paring makrifat tauhid lan liya-liyane.
Moko arti welas kasih iku umum marang Allah lan marang makhluk. Kerono hayawan iyo dadi welas kasih marang anake lan bopo biyunge dewe, welas kasih marang anake kelawan mulasoro bandul lan dulang. Ora biso aweh murah aweh waras aweh sugih marang anake ora, wallahu a’lam. Waqîla koyo setuhune Allah iku ngendiko ono Raḥmãn ingsun persifatan Raḥmãn kerono ingsung gawe ing siro kabeh asal sangking mani kang ino moko dadi siro kabeh kelawan bagus-baguse rupo menuso. Qãla ta’ãlã “waṣawwarakum fa aḥsana ṣuwarakum.” Ono Raḥîm ingsun welas kasih kerono siro kabeh podo utawi siro kabeh kelawan ibadah kang kurang, moko ingsun terimo welas lan ingsun sediani suargo kang mulyo kang langgeng kang ora matuti maring amale. Tauhid sak laḥẓah ing dalem akhire umure nuli den ganjar suargo kang langgeng abad al-abadîn moko ikulah artine ar- Raḥmãn ar-Raḥîm.[1]Muhammad Shaleh bin Umar as-Samarani, Faiḍ ar-Raḥmãn fî Tarjamãt Tafsîr Kalãm Malik ad-Dayyãn, Jilid I, h. 12.
Terjemahan Bahasa Indonesia:
“Lafadz Raḥmãn itu dzat yang bersifat memberi nikmat dengan sesuatu yang tidak dapat ditemukan, itu nikmat hak dari aku. Artinya lafadz al-Raḥîm itu dzat yang bersifat memberi nikmat dengan barang yang dapat ditemukan, itu nikmat keluar dari aku. Maka ar-Raḥmãn khusus kepada
Allah saja. Dan lafadz ar-Raḥîm umum kepada Allah dan makhluk. Artinya lafadz ar-Raḥmãn itu berarti memberi kemurahan kepada hamba yang mukmin atau lainnya. Maka semua makhluk tidak memberi kemurahan kepada sesama makhluk dengan memberi kesehatan, kehidupan, rizki luas, memberi derajat. Maka itu semua khusus bagi Allah sendiri, berbeda artinya ar-Raḥîm berarti belas kasih kepada hambanya yang mukmin dengan diberikannya taufik ta’at, taufik sabar, makrifat tauhid dan lain-lain.
Maka arti belas kasih itu umum kepada Allah dan makhluk. Seperti hewan yang belas kasih kepada anak, bapak dan ibu belas kasih kepada anaknya dengan cara menggendong dan menyuapi. Tidak bisa memberi kemurahan, kesehatan, kekayaan, kepada anaknya. Wallãhu a’lam. Allah bersabda “karena saya bersifat Raḥmãn menciptakan kalian dari asal mani yang hina maka jadi kalian dengan sebagus-bagusnya bentuk manusia. Qãla ta’ãlã “wa ṣawwarakum fa aḥsana ṣuwarakum.”
Adanya Raḥîm Allah adalah belas kasih karena kalian semua sama. Atau kalian semua dengan ibadah yang kurang, Allah terima belas dan menyediakan surga yang mulia dan kekal, yang tidak seimbang amalnya. Bertauhid sejenak pada akhir umurnya kemudian diberi pahala surga yang kekal selamanya maka itulah artinya ar-Raḥmãn ar-Raḥîm.
Ar-Raḥmãn ar-Raḥîm adalah dua sifat yang berasal dari ar-Raḥmah (kasih sayang, belas kasih, atau lemah lembut). Walaupun demikian, keduanya mempunyai makna tersendiri. Ar-Raḥîm dimaksudkan kepada sang pemberi rahmat di akhirat, sedang ar-Raḥmãn bermakna rahmat-Nya yang agung, karena Raḥmãn mengikuti wazan fa’lan yang merupakan ṣighat mubãlaghah (hal membesar-besarkan) dalam banyak hal, tidak bermakna terus menerus, seperti al-ghaḍban (pemarah) dan sakran (pemabuk).[2]Muḥammad Ali aṣ-Ṣabuni, Ṣafwãtut Tafãsir, terj. Yasin (Pustaka Al-Kautsar, 2011), h.
Sementara ar-Raḥîm bermakna rahmatnya mengalir terus menerus. Sebab ṣighat fa’il (nomina yang menunjukkan subjek) digunakan untuk sifat- sifat yang abadi, seperti lafadz al-karîm (mulia) da dzarif (cantik). Maka ar-Raḥmãn ar-Raḥîm seakan-akan bermakna agung rahmat-Nya dan abadi kebaikan-Nya.[3]Ibid., h. 11.
Al-Khaṭabi berpendapat: ar-Raḥmãn, maksudnya adalah sang Pemilik rahmat paripurna yang meliputi seluruh makhluk dalam hal pembagian rizki dan kemaslahatannya, termasuk bagi orang mukmin dan kafir. Sedangkan ar-Raḥîm dikhususkan hanya bagi mukmin.[4]Ibid., h.12.
Menurut Quraish Shihab, menyatakan bahwa ar-Raḥmãn dan ar-Raḥîm terambil dari kata “Raḥmat”. Dalam hadits qudsi dinyatakan bahwa Allah SWT berfirman:
“Aku adalah ar-Raḥmãn, aku menciptakan ar-Raḥîm, Ku ambilkan untuknya nama yang berakar dari nama-Mu, siapa yang menyambungnya (silaturrahim) akan Ku-sambung (rahmat-Ku) untuknya, dan siapa yang memutuskannya Kuputuskan (rahmat-Ku baginya).”[5]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian ll-Qur’an, Jilid.1 (Jakarta: Lentera Hati, 2003), h. 36. Hadis ini terdapat dalam beberapa kitab, yaitu: 1. Sunan Abû Dawûd, juz 2, kitab az-Zakat, bab Silaturahmi, no. hadis 1694. 2. Sunan at-Tirmîżî, juz 4, kitab Berbakti dan Menyambung Silaturahmi, bab Memutus Silaturahmi, no. hadis 1907. 3. Musnad Imãm Aḥmad bin Ḥanbal, dalam bab periwayatan Abdur Raḥmãn bin ‘Auf, juz 1, no. hadis 1981.
Rahmat lahir dan nampak di permukaan bila ada sesuatu yang dirahmati pastilah sesuatu yang butuh, karena itu yang butuh tidak dapat dinamai Rahîm. Di sisi lain siapa yang bermaksud memenuhi kebutuhan pihak lain tetapi secara faktual dia tidak melaksanakannya, maka ia juga tidak dapat dinamai Rahîm. Bila itu tidak terlaksana karena ketidak mampuannya, maka boleh jadi dinamai Rahîm, ditinjau dari kelemah lembutan, kasih sayang kehalusan yang menyentuh hatinya, tetapi yang demikian itu adalah sesuatu yang tidak sempurna.[6]Ibid., h. 36.
Menurut al-Ghazãlî yang dikutip oleh Quraish Shihab, menjelaskan bahwa kata Raḥmãn, merupakan kata khusus yang menunjukkan kepada Allah. Dan kata Raḥîm bisa disandang oleh Allah dan selain-Nya. Maka berdasarkan perbedaan itu menurut al-Ghazãlî berpendapat bahwa rahmat yang dikandung oleh kata ar-Raḥmãn seyogianya merupakan rahmat khusus dan yang tidak dapat diberikan oleh makhluk, yakni yang berkaitan dengan kebahagiaan ukhrawi, sehingga ar-Raḥmãn adalah Tuhan yang Maha kasih terhadap hamba- hamba-Nya. Pertama, dengan penciptaan, kedua, dengan petunjuk hidayah meraih iman dan sebab-sebab kebahagiaan, selanjutnya yang ketiga, dengan kebahagiaan ukhrawi yang dinikmati kelak, kemudian yang keempat, adalah kenikmatan memandang wajah-Nya (di hari kemudian).[7]Ibid., h. 38.
Ar-Raḥmãn adalah dzat yang memberikan nikmat dengan sesuatu yang tidak bisa digambarkan adanya nikmat tersebut. Sedangkan ar-Raḥîm dzat memberikan nikmat dengan sesuatu yang bisa tergambarkan, dengan adanya nikmat tersebut untuk hamba-hambanya.[8]Al-Khãzin, Tafsîr al-Khãzin, Juz I (Baerut: Dãr al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), h. 29.
Pendapat yang sama dinyatakan oleh ar-Rãzî, yaitu ar-Raḥmãn adalah dzat yang memberi nikmat tetapi tidak bisa digambarkan jenisnya untuk hambanya. Dan ar-Raḥîm adalah dzat yang memberi nikmat dengan sesuatu yang bisa digambarkan untuk hambanya.[9]Fakhru ad-Dîn al-Rãzî, Tafsîr al-Kabîr aw Mafãtiḥ al-Ghaib, jilid I, h. 189.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, ar-Raḥmãn yaitu Allah memberikan nikmat berupa sesuatu yang tidak pernah ditemukan oleh hambanya. Berarti nikmat itu tidak bisa diraba dengan kata lain merupakan hal yang baru. Serta ar-Raḥmãn memberikan nikmat kepada semua makhluk, baik yang beriman maupun tidak. Sedangkan ar-Raḥîm yaitu Allah memberikan nikmat yang sudah ada atau tidak baru. Memberikan nikmat kepada makhluk yang beriman saja, seperti memberikan hidayah, ta’at, dan sabar.
Wallãhu A’lamu bish-Shawãb