Pembangunan gedung Kedubes Amerika Serikat berlantai 10 ini bisa dimanfaatkan untuk kegiatan militer dan intelijen. Ini bahaya bagi Indonesia.
Siapa sebenarnya yang berkuasa di Indonesia? Pertanyaan ini terasa menyesakkan dada. Pasalnya, meski katanya penguasa yang memimpin negeri ini, nyatanya penguasa itu tak berdaya.
Negara adidaya Amerika Serikat tak lama lagi akan membangun kedutaan besarnya di Jakarta. Bukan sekadar merenovasi bangunan lamanya yang ada di Jl. Merdeka Selatan, tapi membangun gedung mewah dan megah setinggi 10 lantai, dengan luas 36.000 meter persegi (3,6 hektar). ‘Ini menjadi gedung kedubes AS terbesar ketiga di dunia setelah di Baghdad, Irak, dan Islamabad, Pakistan.
Pembangunan gedung ini, menurut Dubes AS untuk Indonesia Scot Marciel, merupakan wujud dari kerja sama komprehensif Amerika-Indonesia. Gedung itu tidak hanya ditujukan untuk kepentingan bilateral Amerika dan Indonesia tapi juga misi Amerika di ASEAN.
Ada pertanyaan mengganjal, apakah gedungnya harus sebesar itu? Tidak mungkinkah gedung itu akan difungsikan untuk kegiatan lain? Soalnya melihat arah kebijakan Amerika Serikat belakangan, sangat mungkin gedung ini menjadi markas Amerika baik untuk intelijen atau militer.
Sebuah dokumen menyebutkan bahwa gedung itu sekaligus sebagai satuan pengaman laut atau Marine Security Guard Quarters (MSGQ) yang di dalamnya ada fasilitas rahasia. Bukankah ini sudah mengangkangi kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara? Tapi itulah, pihak Amerika pun bisa leluasa memuluskan rencana pembangunan itu dengan telah mengantongi izin pembangunannya.
Secara diplomatik, pemanfaatan gedung tersebut untuk kepentingan lain sangat memungkinkan. Soalnya, para diplomat memiliki, kekebalan diplomatik. Semua jenis barang bisa dibawa oleh korps diplomatik tanpa bisa dikontrol oleh negara yang dituju.
Kasus di Pakistan menunjukkan, Amerika mengirimkan senjata dan peluru ke negara itu dengan dalih barang diplomatik. Namun karena pihak keamanan Pakistan sigap, persenjataan itu bisa dihadang di tengah jalan karena dianggap menimbulkan bahaya bagi negeri tersebut. Barang itu disita dan kemudian diperlihatkan kepada publik.
Hal serupa terjadi di Irak. Kompleks AS terbesar di dunia itu sangat tertutup. Luarnya dijaga oleh pasukan militer AS. Entah apa yang ada di dalamnya, tidak ada pihak di luar AS yang tahu.
Kewaspadaan terhadap pembangunan gedung Kedubes AS di Jakarta ini penting jika mengingat arah kebijakan Amerika Serikat belakangan ini. AS mengalihkan fokus pertahanan keamanannya ke Asia Pasifik. Nantinya 60 persen pasukan AS akan berada di kawasan ini.
Langkah awal telah dimulai dengan penempatan pasukan di Darwin, Australia. Sebanyak 250 pasukan sudah mulai masuk dari rencana 2.500 pasukan marinir AS. Kapal-kapal induk AS pun nongkrong di kawasan ini.
Bukan tidak mungkin, Kedubes AS di Jakarta menjadi salah satu pengendali di kawasan Barat. Soalnya di tengah sudah ada Darwin, sementara di utara ada di Hawai. Ini menjadi relevan dengan doktrin McArthur-Churchill yang membagi Indonesia menjadi tiga kawasan penguasaan yakni wilayah barat yang akan digabungkan dengan Malaysia dan Singapura, wilayah timur digabungkan dengan Australia dan sekitarnya, Jawa-Bali sebagai pusat layanan.
Kejahatan Amerika
Bila menengok sejarah bangsa Indonesia, sepak terjang Amerika untuk menjajah negeri ini terlihat sejak awal kemerdekaan. Melalui kekuatan diplomasinya yang dikontrol di kantor kedubesnya di Jakarta, AS memerankan peran penting dalam mengatur wilayah negeri ini. Bahkan seorang pengamat menyebut, sejak merdeka Indonesia telah di bawah ketiak Amerika. Siapapun yang memimpin Indonesia harus mendapat restu dulu dari Washington.
Rekam jejak sejarah itu pun rnenunjukkan bahwa AS telah banyak merenggut nyawa anak negeri ini demi kepentingan politiknya, mulai dari pemberontakan PRRI/PERMESTA hingga G30S/PKI. Lebih dari itu, kekayaan alam Indonesia jatuh ke tangan perusahaan-perusahaan Amerika.
Amerika pun mengambil andil yang besar dalam setiap pergantian rezim di negeri ini. Bahkan pergantian rezim reformasi pun tak lepas dari tangannya. Maka omong kosong itu demokrasi. Yang menjadi pemimpin Indonesia harus sesuai dengan kepentingan Amerika. Ini fakta yang nyata.
Hadang Islam dan Cina
Oleh karena itu, keberadaan kantor Kedubes AS yang megah dan mewah memiliki nilai strategis bagi AS. Amerika kini menghadapi tantangan yang cukup berat di kawasan ini khususnya dalam menghadapi Cina.
Pengaruh Cina mulai merambah kawasan ini tidak hanya di bidang ekonomi tapi mulai masuk ke bidang yang lain baik politik dan pertahanan keamanan. Produk Cina mulai menggeser produk-produk Amerika. Termasuk yang tergeser adalah produk negara sekutu AS di kawasan ini yakni Jepang dan Korea.
Maka, Amerika dengan kerjasama komprehensif berusaha mengikat negara-negara ASEAN —termasuk Indonesia— agar tetap menjadi satelit AS. Dengan ikatan ini AS berharap negara di kawasan ini tetap bisa diatur dan menjadi pasar potensial bagi produkAmerika.
Selain itu, Amerika memiliki musuh lainnya yakni Islam. Islam bagi Amerika adalah ancaman yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Kekuatan Islam sangat besar jika umat Islam bersatu padu. Ke¬kuatan pasukan Islam bisa mengalahkan AS dan membebaskan negeri-negeri Islam dari tangan Negara Paman Sam itu.
Indonesia dalam pandangan Amerika sangat penting dipertahankan menjadi negara sekuler. Perubahan ideologi Indonesia dari kapitalisme-liberalisme sekulerisme menjadi Islam sangat berbahaya karena Indonesia negara Muslim terbesar di dunia. Melalui berbagai cara dilakukan agar kebangkitan Islam ini tidak terjadi apalagi di Indonesia.
Sebab, AS sadar betul persatuan Islam melalui lahirnya khilafah Islam akan menjadi kekuatan yang dahsyat untuk membebaskan negeri-negeri Islam. Fakta empiris menunjukkan, kekhilafahan Islam dulunya memiliki kekuatan militer terbesar di dunia. Bila kekuatan itu bangun dari tidurnya, maka Islam akan menjadi macan yang siap menerkam Amerika dan sekutunya. Dan itu pasti akan terjadi. Soalnya, khilafah janji Allah