Oleh: H. Derajat
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Wasshalaatu wassalaamu ‘alaa Muhammadin wa aalihi ma’at tasliimi wabihii nasta’iinu fii tahshiilil ‘inaayatil ‘aammati wal-hidaayatit taammah, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin”.
Siapakah yang disebut insan itu? Dan mengapa Allah SWT mengatakan bahwa insan adalah sebagai Rahasia-Nya dan Dia SWT juga menjadi rahasia insan? Hal demikian sebagaimana termaktub dalam sebuah Hadits. Marilah kita telaah, apa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas.
Dalam sebuah Hadits Qudsiy, Allah SWT mengatakan:
الْإِنْسَانُ سِرِّىْ وَأَنَا سِرُّهُ
“Manusia adalah rahasia-Ku dan Aku adalah rahasianya”
قَلْبُ الْمُؤْمِنِ عَرْشُ اللّٰهِ
“Hati seorang mukmin adalah ‘Arsy Allah”
Kedua Hadits tersebut dijelaskan maknanya oleh para Ulama Shufiy dan Ahl Dzauq qaddasallaahu asraarahumul ‘aliyyah yang tertulis dalam sebuah Kitab sebagai berikut:
وَقَالَ بَعْضُ اَهْلِ الذَّوْقِ مِنَ الصُّوْفِيَّةِ قَدَّسَ اللّٰهُ سِرَّهُ، وَالْمُرَادُ بِالْاِنْسَانِ هُنَا هُوَ الْاِنْسَانُ الْكَامِلُ وَالْعَارِفُ الْوَاصِلُ اِلَى هَذَا الْمَقَامِ لَا مُطَلَقَ الْاِنْسَانُ النَّاقِصُ الَّذِىْ هُوَ الْحَيَوَانُ الظَّاهِرُ فِى صُوْرَةِ هَذَا الْاِنْسَانِ، فَاعْلَمْ ذَلِكَ، فَمَعْنَى الْحَدِيْثِ بِأَنَّ الْاِنْسَانَ الْكَامِلَ كَانَ مِنْ شَأْنِهِ اَنْ لَا يَغْفُلَ عَنِ اللّٰهِ تَعَالَى طَرْفَةَ عَيْنٍ اَبَدًا فَيَكُوْنُ فِى جَمِيْعِ اُمُوْرِهِ وَحَالَاتِهِ مِنَ اللّٰهِ اِلَى اللّٰهِ عَلَى اللّٰهِ فِى اللّٰهِ بِاللّٰهِ عِنْدَ اللّٰهِ وَإِلَّا فَلَا، ثُمَّ الْحَقُّ تَعَالَى كَانَ مَوْجُوْدًا فِى قَلْبِ هَذَا الْاِنْسَانِ الْمَذْكُوْرِ لِعَدَمِ نِسْيَانِهِ فِيْهِ فَبِهَذَا الْاِعْتِبَارِ يَكُوْنُ الْحَقُّ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى سِرًّا لَهُ ثُمَّ هُوَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اَيْضًا لَمَّا رَأَى عَبْدَهُ الْمَذْكُوْرَ قَابِلًا لِتَجَلِّيْهِ الْخُصُوْصِيِّ خَلَعَ عَلَيْهِ بِاَنْوَاعِ صِفَاتِهِ وَنُعُوْتِهِ ثُمَّ كَأَنَّهُ هُوَ بَعْدَ تَخَلُّقِهِ بِأَخْلَاقِهِ وَصَارَ نَائِبًا اَوْ خَلِيْفَةً عَنْهُ سُبْحَانَهُ وَصُوْرَتَهُ الَّتِىْ خَلَقَ آدَمَ عَلَيْهَا لِخِلَافَتِهِ عَنْهُ لِأَنَّ الْخَلِيْفَةَ صُوْرَةُ الْمُسْتَخْلَفِ فَإِذَا كَانَ كَذَلِكَ لَاحَظَهُ بِعَيْنِهِ الَّتِىْ لَا تَنَامُ وَقَامَ هُوَ مَقَامُ كُلٍّ، فَبِهَذَا الْاِعْتِبَارِ يُقَالُ لَهُ هُوَ سِرُّ اللّٰهِ تَعَالَى، فَاعْلَمْ .
Terjemahan bebasnya disusun menjadi beberapa paragraf agar lebih mudah dibaca dan dipahami sebagai berikut:
Sebagian ahli ilmu rasa (Ahlu al-Dzauqi), semoga Allah mensucikan hati mereka, berkata: “Yang dimaksud dengan manusia di sini adalah manusia sempurna, yang mengenal Tuhan. Dan yang sampai ke maqam ini bukanlah manusia biasa yang tidak sempurna, yang dikatakan sebagai “binatang berbentuk manusia”. Ketahuilah itu.
Maka arti yang terkandung dalam hadits ini bahwa manusia sempurna ialah manusia yang tidak lalai dalam mengingat Allah Ta’ala walaupun sekejap mata selamanya. Ia dalam segala hal dan dalam segala urusannya adalah dari Allah, kepada Allah, atas (kehendak) Allah, dalam Allah, bersama Allah di sisi Allah. Kalau tidak demikian, maka bukanlah manusia yang sempurna.
Kemudian, al-Haq Ta’ala selalu berada dalam hatinya karena ia tidak pernah lupa kepada Allah dalam hatinya. Dengan demikian, al-Haq SWT menjadi rahasianya, dan Dia (Allah) SWT pun demikian pula. Ketika Dia melihat hambaNya itu telah siap sebagai penerima untuk “Tajally khususNya”, lalu Dia SWT menganugerahkan kepadanya berbagai macam SifatNya.
Kemudian seolah-olah hamba setelah berakhlak dengan akhlakNya, ia menjadi wakilNya dan pengganti (khalifah)Nya SWT dan menjadi gambarNya karena Tuhan menciptakan Adam untuk dijadikan Khalifah (Pengganti)Nya, karena Khalifah (Pengganti) adalah gambaran dari yang Digantikannya.
Kalau demikian halnya, maka ia juga memandang dengan mataNya yang tidak pernah tidur dan berada pada kedudukanNya dalam segala hal. Dengan demikian, maka dapat dikatakan ia adalah sebagai “Rahasia Allah Ta’ala”.
Maka ketahuilah itu.