Home / Agama / Kajian / Makna Ilmu yang Bermanfaat

Makna Ilmu yang Bermanfaat

“Umumnya orang mengartikan ilmu yang bermanfaat itu adalah mengajarkannya kepada orang lain”.

Oleh: Admin

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.

Saudaraku yang dirahmati Allah SWT, tanpa bertujuan menstigma orang yang mengajarkan sebuah ilmu kepada orang lain, bahwa ilmu disebut bermanfaat itu harus terlebih dahulu dicerap dan dirasakan halãwah-nya (kenikmatannya).

Kenikmatan ilmu terletak pada terbukanya hijab-hijab kejahilan diri sehingga nampak pancaran Nûrul ‘ilmi, yang tidak lain adalah al-Haqq itu sendiri. Kenikmatan itu lebih disebabkan oleh sebuah kesadaran hakiki akan Wujud-Nya. Jika tidak, maka orang yang menerima ilmu menyebutnya sebagai proses yang biasa-biasa saja. Tanpa kesadaran hakiki, orang yang mendapatkan ilmu akan kontra produktif dari yang seharusnya didapat. Fenomena ini sebagaimana digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya:

مَنْ اِزْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدَى لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللّٰهِ إِلَّا بُعْدًا (أخرجه أبو منصور الديلمي في مسند الفردوس)

“Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya, maka ia tidak mendapat tambahan apa-apa dari Allah kecuali semakin menjauhi-Nya”. (Dikeluarkan oleh Abu Manshur ad-Dailamiy dalam Musnad al-Firdaus)

Jadi, janganlah terburu-buru mengajarkan sebuah ilmu kepada orang lain sebelum ia rasakan dulu halawah-nya (kenikmatannya). Mengajarkan sebuah ilmu kepada orang lain tanpa ia rasakan dulu halawah-nya, seperti calo bis kota yang menyuruh penumpang naik namun ia sendiri tidak ikut naik.

Lantas, kalau begitu, apakah yang disebut sebagai ilmu yang bermanfaat?

Guru kami, Syaikh Ahmad ibn ‘Athaillah Assakandariy mewasiatkan dalam kitabnya, al-Hikam:

الْعِلْمُ النَّافِعُ هُوَ الَّذِي يَنْبَسِطُ فِي الصَّدْرِ شُعَاعُهُ، وَيَنْكَشِفُ بِهِ عَنِ الْقَلْبِ قِنَاعُهُ

“Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang cahayanya melapangkan dada dan menyingkap tirai qalbu.”

Ilmu yang berguna (bermanfaat) itu ialah mengenal Dzat, Sifat, Asma dan Af’al Allah Ta’ala. Juga mengerti bagaimana mengabdikan diri kepada Allah Ta’ala serta beradab kepada-Nya.

Nabi Dawud AS berkata: “Ilmu di dalam dada bagaikan lampu dalam rumah.”

Syaikh Junayd al-Baghdadi QS berkata: “Ilmu itu ialah mengenal Tuhanmu dan tidak melampaui kedudukan dirimu (yakni menyadari kehambaanmu).”

Syaikh Abdullah asy-Syarqawi memberikan Syarah (penjelasan) terhadap hikmah tersebut dengan mengatakan bahwa:

Ilmu yang bermanfaat ialah ilmu tentang Allah, Sifat-sifat-Nya, Asma-asma-Nya, dan ilmu tata cara beribadah kepada-Nya dan bersopan santun di depan-Nya. Ilmu inilah yang cahayanya melapangkan dada sehingga mudah menerima Islam dan menyingkap tirai serta selaput penutup qalbu sehingga hilanglah segala macam angan dan keraguan darinya.

Malik ibn Anas RA berkata, “Ilmu diraih bukan dengan banyaknya periwayatan, melainkan ilmu adalah cahaya yang dipancarkan Allah ke dalam hati.”

Manfaat ilmu ialah mendekatkan hamba kepada Tuhannya dan menjauhkannya dari pandangan terhadap diri sendiri. Itulah puncak kebahagiaan seorang hamba dan akhir dari keinginan dan pencariannya.

Syaikh Al-Mahdawi berkata; “IImu yang berguna adalah ilmu tentang waktu, kejernihan hati, kezuhudan di dunia, dan ilmu tentang hal-hal yang mendekatkan diri ke surga, menjauhkan diri dari neraka, membuat takut kepada Allah dan berharap kepada-Nya, serta ilmu tentang kebersihan jiwa dan bahayanya.”

Itulah ilmu yang dimaksud dengan cahaya yang dipancarkan Allah Ta’ala ke dalam hati siapa saja yang dikehendaki-Nya, bukan ilmu lisan, ilmu logika, atau ilmu manqul.

Syaikh Junayd al-Baghdadi QS merangkum semua keterangan itu dengan kata-kata; “IImu yang sesungguhnya adalah ilmu tentang Tuhan (makrifat) dan ilmu bersopan santun di hadapan-Nya.”

Dalam kitab yang sama, Syaikh Ahmad bin ‘Athaillah Assakandariy melanjutkan:

خَيْرُ الْعِلْمِ مَا كَانَتِ الْخَشْيَةُ مَعَهُ

“Sebaik-baik ilmu adalah ilmu yang disertai rasa takut kepada Allah SWT”

Jikalau Anda telah mempelajari dan mengetahui berbagai cabang keilmuan, maka hendaklah Anda mengetahui bahwa sebaik-baik ilmu adalah yang disertai rasa rakut kepada-Nya. Anda merasa takut jikalau ilmu yang Anda kuasai justru semakin membuat Anda jauh dari hidayah-Nya dan semakin menenggelamkan Anda dalam maksiat.

Jangan sampai ilmu yang Anda pelajari dan kuasai justru menyeret Anda memasuki neraka-Nya. Hal ini akan terjadi ketika ilmu itu Anda gunakan bukan untuk mendapatkan ke­ridhaan-Nya, tetapi hanya untuk meraih jabatan, ketenaran, uang , dan lain sebagainya. Walaupun ilmu yang Anda pelajari adalah ilmu agama, namun sikap seperti ini justru akan membuat Anda merana.

Pelajarilah ilmu apapun yang Anda inginkan, selama hal itu tidak terlarang dalam syari’at. Namun, ingatlah, bahwa Anda tidak akan mendapatkan hasil yang baik, kecuali Anda menyertainya dengan rasa takut kepada-Nya.

Wallãhu A’lamu bish-Shawãb

___________

* Dinukil dari berbagai sumber

 

About admin

Check Also

Mintalah Allah dan Tidak Meminta MakhlukNya

“Bila meminta masuk surga dan terhindar dari neraka maka berarti kita masih meminta makhluk ciptaanNya” ...