Oleh: H. Derajat
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn”.
Saudaraku yang sangat kukasihi, kali ini kita relaksasi sejenak sambil mendengarkan sebuah lagu tradisional Sunda. Lagu ini sembarang lagu. Meskipun terkesan biasa dalam penyajiannya yang etno-sentris Sunda dengan musiknya yang khas tradisional Sunda, namun punya makna filosofis yang tak kalah agungnya dengan syair-syair para filosof.
Saudaraku yang kukasihi, marilah kita dengarkan terlebih dahulu lagu Degung Sunda ini yang nampak biasa saja namun setelah membaca artikel ini engkau akan terhenyak terhadap makna terdalamnya, meski sudah banyak diabaikan oleh Orang Sunda sendiri.
Degung Sunda berjudul: “Kukupu” dibawakan oleh: Teh Ida Widawati.
Lirik “Kukupu”
Hiber deui kukupu hiber teunangan
Mawa béja haréwos béja ti taman
Hiber deui kukupu hiber teunangan
Mawa béja haréwos béja ti taman
Beulah batu palias lain wiwitan
Boga deui sembaheun di pawenangan
Lain éta kukupu ti kahiyangan
Boga deui sembaheun ukur impian
Hayang leumpang ka jalan nu can kasorang
Cenah nanjak tarahal ceuk nu popoyan
Geuning bulan sumiratna béngras pisan
Dina balong ngalangkang lir ngagupayan
Rék ngajugjug ka leuwi nu panghieumna
Hayang nyaho jerona haté manusa
Rék neuleuman mun bisa rék ditulungan
Kajeun jungkrang, mun beunang rék dipuntangan
Berikut terjemahan dan maknanya dalam Tasawuf Kasundaan
Terbanglah lagi wahai kupu-kupu jangan pernah kau pikirkan kesenangan dan kepedihan.
Kau bawa berita yang lathif dan indah dari alam gaib.
Terbang lagi wahai kupu-kupu jangan pernah kau pikirkan kesenangan dan kepedihan.
Kau bawa berita yang lathif dari alam gaib.
Hancurkanlah batu berhala (batu palias/menyembah berhala diri) karena itu bukan ajaran Tuhan yang Maha Awal.
Punya lagi tempat memuja (Allah) yang Maha Berkuasa (pawenangan).
Bukan cuma itu engkaulah kupu-kupu dari alam kemalaikatan.
Punya lagi tempat aku menyembah di alam gaib (maksudnya hukum sembah menyembah dalam Qalbu).
Ingin jalan ke tarekat yang belum pernah dijalankan orang pada umumnya.
Yang katanya jalan (Tarekat) itu nanjak dan sulit untuk ditempuh bagi orang yang hanya pengen dikenal dengan ibadah yang nampak (ibadah Syareat).
Padahal di sana bulan bersinar sangat indahnya.
Di atas kolam bayangannya seperti mengajak datang. (Bayangan Tuhan mengajakmu untuk kembali kepadaNya. Mut qablal maut, artinya mati sebelum mati)
Kuingin pergi ke lembah yang gelap penuh dengan pepohonan. (Cara Sunan Kalijaga bertapa di tepi sungai yang penuh dengan pepohonan untuk menemukan jatidiri kehidupannya).
Ingin tahu dalamnya hati manusia.
Aku ingin menyelam ke dalam lembah untuk menolong manusia.
Walau jurang, kalau kumampu akan kujadikan pegangan hidup. (Walau Ajaran Sang Sunan ini sulit maka aku akan berupaya keras untuk kujadikan pegangan hidup)
Inilah perintah mengikuti ajaran Tarekat dari Seniman Sunda yang bisa dimaknai dari sebuah lagu “Kukupu”. Kalau lagu degung ini diterjemahkan sepintas lalu saja, maka lagu ini akan miskin makna tapi bila didalami dengan Qalbu betapa indahnya lagu ini.
Orang tidak pernah berpikir perjalanan hidup seekor Kupu-Kupu. Dari seekor ulat, menjadi kepompong (ibarat orang yang bertapa mencari jati dirinya), kemudian berubah menjadi kupu-kupu yang selalu hinggap pada keindahan bunga menanti kematiannya…