Namun, yang terjadi sebaliknya, bukan kemanisan yang anda terima dari rakyat yang anda telah pimpin puluhan tahun, melainkan kepahitan. Dan, juga amat menyakitkan.
Dalam kondisi fisik sakit-sakitan, anda dipaksa turun dan diberhentikan sebagai presiden oleh MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara), karena MPRS tidak tahan terhadap tekanan gelombang demonstrasi mahasiswa di seluruh tanah air pada masa itu.
Demo mahasiswa kala itu yang disebut oleh sejarah sebagai Angkatan 66, mengusung Tritura (Tri atau tiga tuntutan rakyat), yaitu: Bubarkan PKI (Partai Komunis Indonesia), Turunkan harga, dan Bubarkan Kabinet 100 menteri.
Demo mahasiswa membuat tidak berdaya semua perangkat yang selama ini membekingi anda, seperti ABRI, MPR/DPR, partai-partai politik, sebagian pers, dan lain-lain.
Menyakitkan memang, sekiranya anda adalah Soekarno, yang sering di dalam pidato-pidatonya membakar semangat rakyat agar menggantungkan cita-citanya setinggi bintang di langit.
Dan, ketika mahasiswa tidak hanya menggantungkan cita-citanya, melainkankan juga memiliki cita-cita sebanyak bintang di langit, anak-anak zaman tersebut menjungkirkan anda dari kursi kekuasaan dan, semua perangkat beking anda melihat anda terguling tanpa bisa membantu.
Kalau anda adalah Presiden Soeharto pada tahun-tahun 1997 dan 1998, tentu masa itu merupakan saat-saat yang amat pahit dan menyakitkan.
Betapa tidak amat pahit, anda yang menyelamatkan bangsa ini dari rencana besar persekongkolan di belakang pemberontakan yang terjadi pada akhir September 1965, dielu-elukan oleh para pembantu anda sebagai presiden yang dicintai rakyat sepanjang zaman. Tapi kenyataannya tidak demikian.
Dan, juga amat menyakitkan. Orde Baru sebagai masa pemerintahan anda, yang telah mengubah wajah republik ini semakin modern secara fisik.
Ternyata semua perangkat Orde Baru yang selama tiga dekade membekingi anda, tidak berdaya sama sekali untuk membela, apalagi mempertahankan anda, ketika seluruh tanah air dilanda gelombang demo mahasiswa yang memaksa anda turun pada bulan Mei 1998.
MPR, yang selama anda berkuasa adalah salah satu perangkat beking kekuasaan anda, mengambil posisi melawan dan memaksa anda turun, karena MPR pun tidak tahan lagi dengan desakan aspirasi rakyat yang mengejewantah (berwujud) menjadi demo mahasiswa.
Tentara, polisi, tiga partai politik (termasuk Golkar), birokrasi, sebagian media, dan lain-lain yang sepanjang tiga puluh tahun membeking anda, semuanya tiarap oleh demo mahasiswa yang menggemuruh di semua kota perguruan tinggi di tanah air.
Tak terkecuali bekas tokoh dan aktivis Angkatan 66 yang menjadi pembantu dan membebek di belakang anda, pun hanya tiarap menyaksikan anda jatuh.
Kini, di era reformasi, setelah Tritura dilupakan banyak orang dan tokoh-tokoh yang kemarin tiarap membiarkan Soeharto terjungkir, bangun kembali berkiprah, pekik turunkan harga yang tertahan di leher rakyat yang tercekik oleh kemiskinan, kembali dijewantahkan oleh mahasiswa dalam demo stop kenaikan harga BBM, bersimultan dengan demo ganyang Malaysia.
Sejarah selalu membuktikan, pada awalnya mahasiswa hanya sendirian. Lama-lama, yang lain ikut. Dan, sejarah membuktikan, pers atau media adalah yang pertama menjadi partner mahasiswa di dalam mengusung aspirasi penderitaan rakyat.
Akankah berulang peristiwa sejarah, Soekarno dan Soeharto yang tak kecil jasanya dijatuhkan oleh mahasiswa? Itu pasti terjadi kalau penguasa, sebesar apapun jasanya, tidak membebaskan rakyat dari penderitaan hidup.
Itu adalah hukum sejarah. Dan, ada tanda-tanda kemiskinan semakin meluas di tengah kehidupan rakyat dan di tengah orang-orang yang bersemangat tinggi ikut kontes Pilkada.
Adakah korelasi positif antara kemiskinan yang semakin meluas dengan semangat ikut kontes Pilkada? Jawabannya ada pada sekuat apa demo mahasiswa menyuarakan penderitaan rakyat. Saya berdoa: semoga Tuhan meniupkan ruh-Nya ke dalam demo mahasiswa saat ini!
Selembar kertas yg tergolek di bangku depan kampus
http://irenkdesign.wordpress.com/