Bagi Anda yang suka mengamati iklan rokok di media televisi, pastilah akrab dengan gambaran ini. Pria yang dianggap trendy, jantan, atau macho adalah mereka yang menikmati rokok dan kehidupan berkelas. Mereka biasa tampil berwibawa dan percaya diri dalam rapat bisnis di kantor atau pertemuan dengan para eksekutif lain di hotel berbintang.
Mereka bepergian dengan mobil mewah, mulai dari yang bercitra formal seperti Mercedes Benz, sampai yang berpenampilan informal seperti Lamborghini. Mereka juga punya aktivitas olahraga yang eksklusif. Bertualang di hutan, naik Jeep, dengan perlengkapan berburu yang wah. Menyelam di kawasan Raja Ampat dengan menggunakan kapal yacht pribadi. Sampai berolahraga terbang layang dengan pesawat pribadi, tentunya dengan ditemani wanita-wanita cantik berpenampilan foto model, yang murah senyum dan menggiurkan.
Keren, bukan? Tetapi itu adalah gambaran pria macho dan trendy versi media, atau lebih sempit lagi versi iklan televisi. Nyatanya, gambaran pria macho dan trendy di dunia nyata ternyata telah bergeser, untuk tidak mengatakan berbeda jauh dari “realitas media.” Setidaknya begitulah komentar seorang teman wanita saya.
Merokok Sudah Out of Date
Dalam suatu percakapan lepas dan santai, ia menyatakan, pria yang dianggap “mewakili semangat zamannya” saat ini justru bukan seperti gambaran di iklan-iklan tersebut. Pria macho dan trendy masa kini bukanlah perokok karena merokok dianggap sebagai kegiatan yang sudah out of date (ketinggalan zaman). Pria masa kini justru menjalani “kehidupan bersih” menurut standar kesehatan dan lingkungan hidup.
Mereka memilih tidak merokok karena bisa mengganggu orang lain di sekitarnya, membuat napas berbau tak enak, dan berpotensi menimbulkan kanker. Mereka juga tidak suka minuman beralkohol, yang bisa merusak ginjal dan memang tidak menyehatkan. Mereka malah memilih makanan organik, yang proses pertumbuhannya tidak menggunakan pestisida atau zat-zat kimia buatan pabrik. Beberapa dari mereka malah memilih pola makan vegetarian, pantang makan daging!
Kegiatan hobi mereka pun bisa berbeda drastis dari gambaran konvensional. Pria macho masa kini tidak harus mengekspresikan “kejantanannya” lewat aktivitas berburu dan membunuh binatang, yang akan mengalirkan darah. Entah itu namanya berburu babi hutan, kijang, burung, dan sebagainya. Sebaliknya, mereka mungkin justru terlibat aktif dalam kegiatan pelestarian satwa yang terancam punah, seperti badak ujung kulon, burung cenderawasih, orangutan, penyu hijau, harimau Sumatra, gajah, dan sebagainya.
Perhatian pada Lingkungan
Pria trendy masa kini memiliki perhatian pada kelestarian lingkungan dan masa depan generasi penerus, yang kualitas hidupnya akan ditentukan oleh kualitas ekosistem. Maka aktivitas yang dekat dengan alam dan baik untuk lingkungan hidup juga bisa mereka geluti. Misalnya, melindungi hutan hujan tropis dari penebangan liar, mengubah sampah jadi kompos untuk pupuk alami, melindungi terumbu karang, membersihkan sungai dari sampah industri, dan sebagainya.
Ternyata gambaran pria macho dan trendy masa kini jauh berbeda dari yang ditampilkan di media. Ada berbagai dugaan kenapa terjadi kesenjangan semacam itu. Pertama, mungkin mayoritas para wartawan dan pengelola media masih termasuk “generasi konvensional,” yang sudah tidak mengikuti tren pria masa kini. Kedua, mereka sebetulnya tahu tren masa kini, tetapi karena ada kebutuhan untuk menerima pemasukan uang dari iklan, ya terpaksa berkompromi.
Apapun penyebabnya, yang jelas bagi para pria sekarang tidak perlu takut untuk tampil apa adanya. Tidak perlu khawatir disebut “kurang macho” atau “kurang trendy,” hanya karena perilaku dan aktivitas mereka tidak sejalan dengan citra pria ideal yang ditampilkan di iklan-iklan. “Kejantanan sejati,” saya pikir, pada akhirnya harus diwujudkan dalam sikap jujur terhadap diri sendiri. ***
*Satrio Arismunandar adalah mantan wartawan Harian Kompas dan Trans TV.
Sumber: satrioarismunandar6.blogspot.com