Apa yang paling ditakuti pejabat tapi sekaligus disukai? ‘Jawabannya’ korupsi. Tapi memang jalan pintas termudah mendapat uang adalah dengan memanfaatkan jabatan, memanfaatkan kesempatan selama berkuasa. Walaupun tetap ada juga pejabat yang bertahan pada posisi ingin bersih dari upaya pemanfaatan atau dimanfaatkan terkait jabatannya. Uang hasil korupsi itu manis tetapi beracun.
Korupsi Racun Mematikan
Korupsi bisa disebut sebagai racun mematikan, manis rasanya, proses cepat dan hasilnya banyak, tetapi racunnya mematikan. Mematikan siapa? itu pertanyaannya. Mematikan si pelaku, sekaligus juga mematikan organisasi ataupun negara yang dia korupsi. Mari kita bicara kematian seseorang dari sisi psikologis karena korupsi.
Kita lihat, dalam beberapa kasus, apabila seseorang dijadikan tersangka (TSK), maka ada tiga hal yang diperlihatkannya, marah, senyum atau pasrah. Yang sedang ramai kini di media menyangkut tokoh sebuah parpol adalah marah dan mencoba membela diri dengan pelbagai alasan, “Saya tidak korupsi, itu upaya untuk mendegradasi citra saya, pembunuhan karakter.” Terus teman-temannya membela, betul dia tidak korupsi, uang yang diterimanya halal atau sodaqoh, atau hibah? Atau apalah alasannya, dari versinya.
Dari kasus-kasus terdahulu, tidak peduli dia pejabat eksekutif, DPR/DPRD, mau Yudikatif, begitu dijadikan TSK oleh KPK atau Kejagung, maka dunianya seakan kiamat. Kalau hukuman sih tidak berat-berat betul, tetapi yang paling berat keruntuhan citranya yang dibangun selama bertahun-tahun atau bahkan seumur hidupnya. Belum lagi keluarganya akan menerima nista, anaknya diejek teman-temannya “Bapakmu koruptor ya?” pertanyaan yang menyakitkan bagi keluarga.
Kalau sudah dijatuhi putusan sidang Tipikor, maka si terdakwa bisa tetap tegar atau mungkin dia akan lumpuh, bahkan ada yang bahasa jawanya “ngrenes“, kemudian meninggal dunia di dalam penjara. Umumnya para TSK bisa survive karena apa sih yang tidak bisa diatur? Baru saja diberitakan media elektronik, ada kamar tahanan yang pakai AC, Wifi, ada piara ikan arwana, dan makan khusus. Mengakibatkan Kalapas dicopot Menkumham. Belum lagi kata pembezuk, ada yang suka nanggap musik, ada cafe dan punya pegawai diantara sesama tahanan.
Ada yang baru keluar penjara mengatakan, yang jadi target adalah terpidana tipikor, narkoba baru yang lain-lain di grade bawah. Yang penting masih punya dana emergency. Jadi secara umum tidak ada yang ditakuti pejabat yang mau korupsi, toh nanti bisa diatur, terlebih kalau sebelumnya bisa diselesaikan secara adat. Tapi ada yang dilupakannya, namanya rusak, citranya jatuh, karir politiknya bisa habis (kecuali mereka yang nekat dan urat malunya putus). Entah bagaimana nanti pertanggung jawabannya di dunia lainnya itu.
Daya Rusak Korupsi Tinggi dan Berbahaya
Penulis pernah menyusun artikel terkait dengan korupsi, disebut sebagai salah satu hambatan terbesar bagi pembangunan ekonomi dan sosial di seluruh dunia. Praktik korupsi mendistorsi pasar dan menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan.
Pengaruh korupsi tidak hanya bidang ekonomi, korupsi juga melemahkan supremasi hukum dan memengaruhi stabilitas politik dan menghambat kohesi sosial. Pemberontakan yang pernah terjadi di Afrika Utara dan Timur Tengah menunjukkan bagaimana korupsi yang meluas dapat menimbulkan keresahan sosial dan berakibat terjadinya pemberontakan. World Economic Forum dan organisasi internasional lainnya semakin mencurahkan perhatian terhadap korupsi yang dinilai mempunyai daya rusak yang tinggi.
Yang paling berbahaya apabila terjadi korupsi terorganisir dan sistem, korupsi yang terorganisasi dengan baik, sistematik, melibatkan perlindungan politik dari kekuasaan kelompok kepentingan, Hasan Hambali (2005). Sebagai contoh, kasus besar di Papua sulit dikontrol masa kini karena masa lalu kepala pejabat sudah mereka beli, katanya begitu. Kasus e-KTP nampaknya juga masuk dalam teori ini.
Korupsi apabila dibiarkan akan berdampak terhadap makroekonomi, berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dalam jangka pendek pengaruhnya belum akan terlihat, tapi dalam jangka panjang korupsi sangat mematikan pertumbuhan ekonomi (Sindhudarmoko).
Korupsi melemahkan supremasi hukum, memengaruhi stabilitas politik dan menghambat kohesi sosial. Apabila disebuah negara korupsi meluas, maka pemberontakan hanyalah soal waktu, karena hilangnya kepercayaan masyarakat dan timbulnya frustrasi rakyat (World Economic Forum).
Jadi dapat disimpulkan secara teori, korupsi akan menghambat pertumbuhan ekonomi, melemahkan supremasi hukum dan memengaruhi stabilitas politik dan menghambat kohesi sosial. Terakhirnya, korupsi yang meluas dapat menimbulkan sebuah keresahan sosial dan berakibat terjadinya pemberontakan.
Kini kita bertanya, seberapa besar keresahan sosial yang ada, kalau besar dan rakyat sudah tidak percaya lagi kepada pemerintah yang dianggap lemah dalam menangani korupsi, maka pemberontakan tinggal menunggu waktu. Akan lebih berbahaya apabila stabilitas politik keamanan ada yang sengaja menggoyang. Maka api akan membesar seperti disiram bensin, kita bisa terbakar ramai-ramai.
Kesimpulan
Korupsi masih merupakan momok menakutkan bagi Indonesia, sangat sulit memberantasnya karena demikian banyak yang terlibat. Kini KPK adalah ujung tombak pemberantasan korupsi, nampaknya akan coba dilibas oleh kepentingan politik. Yang perlu diingat, rakyat itu dibelakang KPK, salah-salah DPR gantian digeruduk rakyat yang diam-diam sudah jenuh. Kita perlu menyadari sebelum terlambat, korupsi adalah racum mematikan bagi manusia maupun negara.
Membela diri boleh, tetapi tidak perlu harus berteriak dan bergaya-gaya ‘saya bersih’, serahkan kepada KPK kalau dijadikan TSK, pertahankan di pengadilan Tipikor nanti. Orang harus hati-hati berbicara, salah-salah dalam persepsi intelijen itu akan menjadi titik matinya. Titik rawan yang akan melumpuhkannya. Sederhana contohnya ‘Titik mati Ahok yang awalnya superior, kini masuk penjara dan mulai dilupakan orang, hanya karena menyentuh al-Maidah”.
Kita lihat nanti pada saatnya, apakah masih ada yang mau membela kalau sang tokoh disentuh titik matinya, diperiksa KPK dan lebih-lebih kalau dijadikan TSK, nasibnya bisa seperti Ahok, masuk tahanan dan akan dilupakan. Kini ada dua ujian keberanian KPK yang kita tunggu, pertama kasus SN dan kedua MAR. Hati-hati saja Pak Agus dan team, salah-salah justru KPK yang dibubarkan atau diamputasi. Tapi tidak usah takut, menurut penulis rakyat masih sangat kuat dibelakang KPK. Bagi dua tokoh tersebut, kalau bebas, ya selamat berjuang dan berkarya deh, kalau jadi TSK ya, Astaghfirullah. Lantas, siapa yang menyelamatkan Indonesia kalau begini terus???
- Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Analis intelijen
- Source : www.ramalanintelijen.net