بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Sahabatku terkasih, kali ini kita akan masuk ke dalam sebuah fase yang membahagiakan bagi diri Rasulullah SAW. Yaitu dipertemukannya beliau dengan kekasih beliau yang pertama, seorang istri yang shalihah lagi mulia, Khadijah RA.
Siapakah Khadijah RA?
Nama beliau Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul ‘Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah. Nasab Rasulullah ﷺ bertemu dengan Khadijah pada kakek beliau Qushay. Coba bandingkan dengan nasab Rasulullah: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah.[1]
Sebelum menikah dengan Rasulullah SAW, Khadijah RA pernah menikah dua kali:
Pertama kali menikah dengan Abu Halah bin Zararah At Tamimi. Lahir dari pernikahan ini Halah dan Hindun. Kemudian Abu Halah meninggal dunia.
Kedua, setelah Abu Halah wafat, Khadijah menikah lagi dengan Atiiq bin ‘Aidz bin Abdillah Al Makhzumi. Pernikahan yang kedua ini berakhir dengan perceraian.[2]
Khadijah binti Khuwailid adalah salah seorang wanita pedagang yang memiliki banyak harta dan bernasab baik. Dia menyewa banyak kaum lelaki untuk memperdagangkan hartanya dengan sistem bagi hasil. [3]
Bagaimana Dia Bisa Memilih Muhammad SAW
Kabilah Quraisy dikenal sebagai pedagang handal, maka tatkala sampai ke telinganya perihal kejujuran bicara, amanah dan akhlaq Rasulullah SAW yang mulia, dia mengutus seseorang untuk menemuinya dan menawarkan untuk memperdagangkan harta miliknya ke negeri Syam. Dia menyerahkan kepada beliau barang dagangan yang istimewa yang tidak pernah dipercayakannya kepada pedagang-pedagang yang lainnya.[4]
Rasulullah Membawa Barang Dagangan
Ketika itu Rasulullah SAW didampingi oleh seorang pembantu laki-laki Khadijah yang bernama Maisarah. Jadi Maisarah itu adalah nama seorang laki-laki, bukan nama seorang wanita. Beliau menerima tawaran tersebut dan berangkat dengan barang-barang dagangannya bersama pembantunya tersebut hingga sampai ke Syam.[5]
Menikah dengan Khadijah RA
Ketika Rasulullah SAW pulang ke Makkah dan Khadijah RA melihat betapa amanahnya beliau terhadap harta yang diserahkan kepadanya begitu juga dengan keberkahan dari hasil perdagangan yang belum pernah didapatinya sebelum itu, ditambah lagi informasi dari Maisarah, pembantunya tentang budi pekerti, kecerdasan, kejujuran dan amanahnya; maka Khadijah RA seakan menemukan apa yang beliau cari, yaitu sosok pendamping hidup. Padahal banyak kaum laki-laki bangsawan dan pemuka yang sangat berkeinginan untuk menikahinya namun semuanya dia tolak.
Akhirnya dia menceritakan keinginan hatinya kepada teman wanitanya, Nafisah binti Munayyah yang kemudian bergegas menemui Rasulullah SAW dan meminta kesediaan beliau untuk menikahi Khadijah RA. Beliau pun menyetujuinya dan menceritakan hal tersebut kepada paman-pamannya. Kemudian mereka mendatangi paman Khadijah RA untuk melamar keponakannya.[6]
Shahihkah Kisah Tentang Siasat Khadijah RA?
Di sebagian riwayat disebutkan bahwa pada mulanya, ayah Khadijah RA enggan untuk menikahkan putrinya dengan Rasulullah SAW. Hal ini karena status Rasulullah yang cuma seorang yatim yang diperlihara oleh kakeknya Abu Thalib. Akan tetapi Khadijah kemudian mengatur siasat bagaimana agar ayahnya mau menikahkan. Beliau membuat ayahnya makan, minum dan mabuk, kemudian baru meminta ayahnya untuk menikahkan. [7]
Akan tetapi riwayat ini dibantah keshahihannya oleh para ulama. Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan,
“Az-Zuhri telah menyebutkan di dalam Sirah-nya bahwa ayah Khadijah RA telah menikahkannya dalam keadaan sedang mabuk. Beliau juga menyebutkan riwayat-riwayat yang senada. As-Suhaili telah menghikayatkan bahwa Al-Muammili menyebutkan bahwa para ulama sepakat bahwa yang menikahkan Khadijah adalah paman beliau yang bernama Amr bin Asad. Amr inilah yang menikahkan Khadijah RA dengan Rasulullah SAW.
Pendapat inilah yang kemudian dikuatkan oleh As-Suhaili. Beliau telah menghikayatkan dari Ibn Abbas dan ‘Aisyah, bahwa beliau mengatakan, ‘Khuwailid (ayah Khadijah) telah wafat sebelum perang Fijar…’.”[8]
Acara Pernikahan
Setelah akad nikah disembelihlah hewan-hewan sembelihan lalu dibagikan kepada orang-orang faqir. Dibuka pula pintu rumah Khadijah RA bagi para tamu dari keluarga dan karib kerabat beliau. Di antara para tamu, ada Halimah As-Sa’diyah. Maka sebagai ucapan terimakasih Khadijah RA kepada Halimah yang telah menyusui dan mengasuh suaminya di waktu kecil, Khadijah RA memberikan hadiah kepada Halimah berupa empat puluh ekor kambing. [9]
Usia Khadijah RA Ketika Menikah
Satu hal yang masyhur di tengah-tengah kaum muslimin bahwa usia Khadijah ketika menikah dengan Rasulullah SAW adalah empat puluh tahun. Hal ini berdasarkan sebuah riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath Thabaqat Al-Kubro (1/132), dari Al Waqidi. Dalam riwayat itu dinyatakan,
وتزوجها رسول الله صلى الله عليه و سلم وهو بن خمس وعشرين سنة وخديجة يومئذ بنت أربعين سنة ولدت قبل الفيل بخمس عشرة سنة
“Rasulullah SAW menikah ketika beliau berusia dua puluh lima tahun, sementara Khadijah berusia empat puluh tahun. Khadijah RA dilahirkan lima belas tahun sebelum peristiwa penyerangan pasukan gajah.”
Akan tetapi riwayat yang dibawakan oleh Al-Waqidi ini perlu dikritisi. Apalagi Al-Imam Al-Hakim dalam mustadraknya telah meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad Ibnu Ishaq, beliau menyatakan:
وكان لها يوم تزوجها ثمان وعشرون سنة
“Pada hari pernikahannya, Khadijah berusia 28 tahun.” [Mustadrak Al-Hakim, 11/157]
Oleh karena itu, Al-Imam Muhammad bin Ishaq berpendapat bahwa usia Khadijah RA ketika menikah dengan Rasulullah SAW adalah 28 tahun. Pada riwayat Al-Waqidi disebutkan bahwa usianya empat puluh tahun, akan tetapi yang kita ketahui bersama bahwa Khadijah melahirkan anak dari Rasulullah SAW, dua lelaki dan empat perempuan. Ini menguatkan riwayat Ibnu Ishaq bahwa usia Khadijah RA ketika menikah adalah 28 tahun. Umumnya wanita sudah berada di usia menopause sebelum berusia 50 tahun. [10].
Keutamaan Khadijah
Banyak hadits yang menyebutkan keutamaan Khadijah RA. Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim menyebutkan sebuah riwayat dari ‘Ali RA, bahwa Nabi SAW bersabda,
خَيْرُ نِسَائِهَا مَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ ، وَخَيْرُ نِسَائِهَا خَدِيجَةُ
“Wanita terbaik yang pernah ada ialah Maryam putri Imran dan Khadijah.”
Demikian juga diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dengan sanad yang shahih, dari Aisyah RA:
كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا ذَكَرَ خَدِيجَةَ أَثْنَى عَلَيْهَا فَأَحْسَنَ الثَّنَاءَ – قَالَتْ – فَغِرْتُ يَوْماً فَقُلْتُ مَا أَكْثَرَ مَا تَذْكُرُهَا حَمْرَاءَ الشِّدْقِ قَدْ أَبْدَلَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهَا خَيْراً مِنْهَا. قَالَ « مَا أَبْدَلَنِى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ خَيْراً مِنْهَا قَدْ آمَنَتْ بِى إِذْ كَفَرَ بِى النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِى إِذْ كَذَّبَنِى النَّاسُ وَوَاسَتْنِى بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِى النَّاسُ وَرَزَقَنِى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَدَهَا إِذْ حَرَمَنِى أَوْلاَدَ النِّسَاءِ »
Dahulu Nabi SAW ketika menceritakan tentang diri Khadijah RA pasti beliau memujinya dengan pujian yang indah. Aisyah RA berkata, “Pada suatu hari aku cemburu.” Ia berkata, “Terlalu sering engkau menyebut-nyebutnya, ia seorang wanita yang sudah tua. Padahal Allah telah menggantikannya buatmu dengan wanita yang lebih baik darinya.” Nabi SAW berkata, “Allah tidak menggantikannya dengan seorang wanita pun yang lebih baik darinya. Ia telah beriman kepadaku di saat orang-orang mengingkariku, ia telah membenarkan aku di saat orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan hartanya ketika orang-orang menahan hartanya tidak membantuku, dan Allah telah menganugerahkan putra-putri darinya tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.”
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah (dalam Al Fushul, hlm. 243), menyebutkan bahwa Khadijah RA memiliki banyak keutamaan dan dikenal sebagai orang yang pertama:
1. Yang pertama kali dinikahi oleh Rasulullah
2. Yang pertama kali beriman kepada Rasulullah
3. Yang pertama kali shalat bersama Rasulullah
4. Yang pertama kali memberikan anak kepada Rasulullah
5. Yang pertama kali dikhabarkan oleh Rasulullah bahwa dia masuk surga
6. Yang pertama kali diberikan salam oleh Allah dan Jibril alahissalam
7. Yang pertama kali membenarkan khabar Rasulullah
8. Yang pertama kali wafat dari kalangan istri Rasulullah
9. Yang pertama kali Rasulullah turun ke kuburannya.[11]
Putera-Puteri Rasulullah SAW Bersama Khadijah RA
Rasulullah SAW kemudian membina rumah tangga bersama Khadijah RA. Dari rumah tangga inilah lahir putera-puteri beliau. Semua putra-putri beliau SAW lahir dari rahim Khadijah RA kecuali putranya, Ibrahim. Putera-puteri beliau SAW dari Khadijah RA adalah sebagai berikut:
1. Al-Qasim (di mana beliau berkun-yah dengan namanya, Abul Qasim)
2. Zainab
3. Ruqayyah
4. Ummu Kultsum
5. Fathimah
6. ‘Abdullah (julukannya adalah ath-Thayyib dan ath-Thaahir).
Semua putra beliau meninggal ketika masih kecil sedangkan putri-putri beliau semuanya hidup pada masa Islam, mereka masuk Islam dan juga ikut berhijrah namun semuanya meninggal dunia semasa beliau SAW masih hidup kecuali Fathimah RA yang meninggal enam bulan setelah beliau wafat.[12]
Wallahu A’lam bis-Shawab.
___________________
Catatan Kaki:
(1) Mahmud Mahdi Al Istanbuli et. al., Nisa’ Haular Rasul, (Damaskus: Dar Ibnu Katsir, 2008), hlm. 37.
(2) Ibid.
(3) Ibid.
(4) Ibid.
(5) Mahmud Mahdi Al Istanbuli et. al., Nisa’ Haular Rasul, (Damaskus: Dar Ibnu Katsir, 2008), hlm. 37
(6) Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, (Riyadh: Dar Ibnil Jauzi, 1435 H), hlm. 77.
(7) Riwayat ini disebutkan oleh Al Imam Ahmad di dalam Musnadnya (1/312)
(8) Ibnu Katsir, Al Bidayah wan Nihayah, (Kuwait: Dar Ihyait Turots, 1988), jilid 2, hlm. 361.
(9) Mahmud Mahdi Al Istanbuli et. al., Nisa’ Haular Rasul, (Damaskus: Dar Ibnu Katsir, 2008), hlm. 39
(10) Akram Dhiya’ Al Umari, As Sirah An Nabawiyah As-Shahihah, (Madinah: Maktabah Al Ulum wal Hikam, 1994), jilid 1 hlm. 113
(11) Muhammad Abdul Hadi, Qashash wa Ibar wa Izhaat min Hayatis Shahabiyaat, (Mesir: Maktabah Ibadur Rahman, 2008), hlm. 16.
(12) Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, (Riyadh: Dar Ibnil Jauzi, 1435 H), hlm. 77.
___________________
Oleh: Ustadz Wira Bachrun Al Bankawy
Source: Buletin Tauhid