Home / Relaksasi / Renungan / Khalwatlah yang Benar

Khalwatlah yang Benar

Mengikuti Pengajian Syeikh Abdul Qadir al-Jilany
Hari Jum’at pagi tanggal 21 Dzul Qa’dah tahun 545 H, di Madrasahnya.

Ya Allah, berilah kami rizki mencintaiMu dengan ampunan dan kesejahteraan….

Bagian rizkimu, oleh Allah sudah dititipkan di dunia sampai waktu tertentu, tanpa bisa dihalangi oleh siapapun, ketika Dia menyerahkan kepadamu. Ini bisa menjadi bahan tertawaan, jika belum waktunya diserahkan, lalu engkau paksa untuk engkau raih, tanpa izin dari Allah Azza wa-Jalla.

Wahai kaumku, bila engkau berpaling dari pintu dunia dan menghadap pada pintu Allah Azza wa-Jalla pasti bisa anda lakukan, dan carilah kecerdasan dari Allah Azza wa-Jalla.

Bila kau hadapkan dunia ini pada para Wali Allah, mereka akan berkata pada dunia itu, “Lewatlah, pergilah, karena kami benar-benar sudah tahu siapa anda, karena itu jangan menguji kami dengan dunia itu. Jangan menampakkan dirimu pada kami, karena uangmu tampak bagus, dan kau hamburkan dalam riasan berhala yang kosong dari kayu, tanpa ada nyawa di dalamnya. Engkau adalah tampak, tapi tidak bermakna. Bisa dilihat tetapi tidak bisa bicara, sedangkan yang bicara hanya untuk akhirat.”

Ketika cacat-cacat dunia tampak di mata kaum Sufi mereka lari dari dunia, dan ketika cacat-cacat kelemahan makhluk tampak di mereka, justru mereka menghilang dari makhluk, mereka menikmati kesunyian di padang sahara, gua-gua, kesunyian-kesunyian. Saat itu pula kadang Jin dan kadang malaikat datang, dengan rupa yang menyerupai pakaian dirinya, kadang menyerupai ahli zuhud berjubah, kadang menyerupai binatang buas.

Seorang penempuh yang benar, sama sekali tidak menghiraukan ucapan-ucapan makhluk-makhluk itu, dan ia hanya menginginkan Allah Azza wa-Jalla, tidak pula hatinya memandang sedikitpun pandangan dunia. Ia pun tak mampu memandang para makhluk lagi karena akalnya sirna, hatinya lebur, sampai datangnya suatu Rahmat di atas kepala hatinya, yang menyebabkan rasa tenteram. Ia terus seperti dalam mabuk Ilahi dalam taqarrub, hingga ia mulai sadar normal kembali.

Baru setelah tauhid dan keikhlasannya mandiri, kema’rifatannya kuat, kecintaannya kepada Allah, baru ia menggunakan kembali pakaian normalnya dan terjun di khalayak. Ia diberi kekuatan oleh Allah dan seluruh beban dipikulnya tanpa rasa lelah dan letih. Seluruh aktivitasnya hanya dalam rangka membangun kebaikan terhadap sesama, dan agar mereka menjadi saleh, tetapi ia sama sekali tidak pernah menolehkan hatinya selain kepada Allah Azza wa-Jalla.

Orang yang berlatih zuhud di awalnya menghindari makhluk. Orang Zuhud yang sempurna justru bersama makhluk. Karena yang dipandang hanya Allah, dan tidak peduli siapa pun, karena yang ada hanya Allah, tidak takut dengan apa pun atau siapapun. Orang zuhud pemula menghindari kaum maksiat dan kaum fasik, dan mereka yang sudah sempurna justru mencari mereka.

Bagaimana ia tidak mencari mereka? Karena obat kefasikan dan kemaksiatan dibawa oleh Sang Zuhud ini. Karena itu ada ucapan Sufi -semoga Allah merahmatinya- “Tidak ada yang tersenyum melihat wajah kaum fasik kecuali orang yang sudah ma’rifat kepada Allah.”

Siapapun yang sempurna ma’rifatnya kepada Allah Azza wa-Jalla, ia telah menjadi penunjuk bagi makhluk ketika mengarungi lautan dunia, karena dia telah memberikan kekuatan untuk mengusir Iblis dan pasukannya.
Nah, sekarang, wahai orang yang zuhud dengan kebodohannya, kemari dan dengarkan apa yang aku katakan. Wahai para zuhud di muka bumi, kemari kalian, mendekatlah padaku. Kalian telah duduk dalam khalwatmu tanpa dasar yang jelas. Kemarilah, petiklah buah-buah hikmah, dan semoga Allah merahmati kalian. Saya tidak butuh kedatangan kalian padaku, tetapi aku hanya ingin menyelamatkanmu.

Anak-anak sekalian….Anda punya kebutuhan yang melelahkan, sampai anda belajar berkreasi membangun. Seribu kali anda robohkan bangunan itu, sampai anda tidak lagi merobohkannnya, karena perbaikan demi perbaikan. Bangunan Allahlah yang tak pernah roboh dalam dirimu.

Wahai kaum… Kapan kalian berfikir, kapan kalian menemukan, di mana segalanya bermula? Berkelilinglah wahai yang berhasrat kepada Allah Azza wa-Jalla. Bila kalian bersama mereka yang berhasrat itu, berbaktilah dengan harta dan jiwamu.

Para Murid yang benar senantiasa ada tanda Cahaya di romannya, tetapi karena ada bencana dalam dirimu, di mata hatimu di pemahamanmu yang sakit, sampai kalian tidak bisa membedakan antara seorang shiddiqun dan seorang yang zindiq, antara halal dan haram, antara yang dicampur racun dengan yang bukan, antara orang musyrik dan bertauhid, antara mukhlis dan munafiq, antara yang maksiat dan yang taat, antara yang berhasrat pada Al-Haq Ta’ala dengan yang berambisi pada makhluk. Karena itu, berkhidmatlah kepada para Syeikh yang mengamalkan ilmunya, sampai mereka mengenalkan dirimu berbagai hal yang sesuai dengan kenyataannya.

Bersungguh-sungguhlah dalam ma’rifat kepada Allah Azza wa-Jalla. Sesungguhnya jika engkau mengenalNya, engkau akan kenal dengan selain Dia (makhluk), lalu kenalilah Dia, dan Cintailah Dia. Bila kalian melihat dengan mata kepalamu maka lihatlah pula dengan matahatimu. Jika kamu melihat nikmatNya segeralah mencintaiNya. Sebagaimana dalam hadits:

“Cintailah Allah karena konsumsi yang Dia memberikan NikmatNya kepadamu, dan cintailah aku, maka Allah mencitaimu karenaku”. (Hr Tirmidzi dan Thabrani..)

Allah telah memberikan makan padamu, ketika dirimu masih berada di kandungan ibumu dan ketika keluar dari kandungan, lalu diberi rizki kekuatan dan ketaatan kepada Allah, kalian dijadikan muslim, mengikuti jejak Nabi SAW. Karena syukur dan cintanya sebagaimana CintaNya dan penerimaan syukur hambaNya.

Bila telah melihat nikmatNya pasti hilang rasa cinta kepada makhluk. Sang Arif kepada Allah Azza wa-Jalla, adalah pecintaNya, yang senantiasa memandangNya dengan hatinya yang memandang kebaikan dan keburukan dariNya, sama sekali baik dan buruk tidak dari makhluk. Bila yang terlihat adalah kebaikan, ya pandang kebaikan itu karena anugerah Ilahi. Bila yang muncul adalah keburukan, ia pandang keburukan itu karena sifat Kuasa KerasNya. Pandangannya senantiasa pindah dari makhluk ke Khaliqnya. Dan karenanya, hukum menjadi haknya dan hukum tidak gugur.

Hati seorang ‘arif senantiasa berpindah dari situasi ruhani ke situasi ruhani yang lebih tinggi, sampai zuhudnya kuat di tengah makhluk, dan hatinya meninggalkan mereka, dan lebih mencintai Sang Khaliq Azza wa-Jalla, dengan penuh ketawakalan. Ketika akalnya berpadu antara makhluk, maka akan bertambah kecerdasannya yang lain, yaitu akal dari Allah Azza wa-Jalla.

Wahai orang yang sangat butuh terhadap sesama makhluk, yang bergelut dengan mereka, ingatlah kalian akan datangnya maut. Allah tidak membuka pintuNya bagi ruhmu, dan tidak memandang pada ruhmu, karena Dia marah disebabkan kemusyrikan di hatimu, mengandalkan selain DiriNya.

Karena itu, sudah waktunya anda khalwat dari nafsumu, lalu khalwat dari sesama makhluk, lalu khalwat dari dunia, kemudian khalwat dari akhirat, dan terakhir khalwat dari segala hal selain Allah Azza wa-Jalla. Bila engkau hendak khalwat di sisiNya, maka khalwatlah dirimu dari wujudmu, dari keinginanmu, mengatur dirimu dan hasratmu.

Tetapi celakalah kamu, ketika dirimu duduk di kamar kesendirianmu sedangkan hatimu justru menunggu datangnya makhluk, hadiah dan kebaikan mereka, maka waktumu tersia-siakan. Anda jadikan dirimu hanya rupa tanpa makna. Jangan rasakan kenyamanan dirimu pada suatu hal, yang oleh Allah memang tidak dianugerahkan kenyamanan.

Karena sesungguhnya anda tidak bisa dapatkan kenyamanan itu dari diri anda maupun dari sesama, melainkan dari Allah Azza wa-Jalla. Maka, jika masih ada yang lain selain Allah dalam khalwatmu, hanya akan berkhalwat sia-sia saja.

Ya Allah berikan manfaat kepadaku atas apa yang kuucapkan, dan memberikan manfaat kepada mereka atas ucapanku, lalu mereka benar-benar menyimaknya.

Source: sufinews

 

 

 

 

 

About admin

Check Also

Wirid Sakran

“Thariqah Ba’alawiy sudah biasa mengamalkan di dalam kehidupan sehari-hari”. Oleh: H. Derajat Asysyathari* بِسْمِ اللّٰهِ ...