Home / Agama / Kajian / Khalvat Der Encûmen
Lukisan Syaikh Muhammad Bahauddin an-Naqsyabandy al-Uwaisy al-Bukhary

Khalvat Der Encûmen

“Berkhalwat dalam keramaian, bersama Allah dalam kesibukan keseharianmu”

Oleh: H. Derajat

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Was-shalãtu was-salãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wa bihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn”.

Semoga Allah selalu memberkahimu, merahmatimu, melimpahkan rizki dan melimpahkan kebahagiaan kepadamu wahai sahabatku…

Sahabatku, janganlah engkau takut menyatakan diri sebagai salik dari satu ajaran Tarekat; tarekat bukanlah orang yang menjauh dari kehidupan dunia ini. Salik di dalam Tarekat bisa melebur di tempat mereka bekerja tanpa perlu mengasingkan diri.

Pernah suatu saat aku memberi nasihat kepada seorang muridku bernama Deni Mail; “jika Allah menjadikanmu ahli mengobati dan mengurut orang lain, maka lakukanlah dengan sepenuh hati tanpa memandang pamrih apapun, dan camkanlah bahwa engkau tak bisa berbuat apa-apa selain kekuatan yang diberikan Allah kepadamu (anging Allah=bahasa Sunda) maka kekuatanNya itu yang membuat engkau bisa disukai orang banyak”.

Mursyidku berkata, “aku lebih bangga engkau dikenal sebagai ahli bekam ketimbang dikenal sebagai orang bertasawuf namun hanya tinggal di rumah”.

Demikian kepada murid-muridku yang lain selalu aku katakan “Sufi sejati adalah mereka yang raganya berwujud tetapi jiwanya terpisah dari dunia”. Seperti itulah cerminan seorang sufi yang digambarkan oleh Mursyid kami Syekh Junaid Al-Baghdadi.

Namun demikian seorang Sufi mempunyai tanggung jawab sebagai pendakwah yaitu bersama masyarakat menjadi mursyid yang menunjukkan ke jalan yang benar.

Hal ini tercermin dalam At-Taubah ayat 122 :

 وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ ۞

Wa mã kãnal mu`minûna liyanfirû kãffah, falau lã nafara ming kulli firqatim minhum ṭhãifatul liyatafaqqahû fid-dîni wa liyundzirû qaumahum idzã raja’û ilaihim la’allahum yaḥdzarûn

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.

Syekh Ibnu Arabi menekankan betapa pentingnya berada di lingkungan masyarakat namun tetap berkhalwat di dalam batinnya. Seorang salik yang telah mencapai tingkat kebersamaan dengan Allah tidak lagi membutuhkan kesendirian fisik, pada tingkatan ini seorang salik merasakan semua suara dan kata-kata yang datang dari makhluk sebagai alamat Ilahi.

Mursyid kami berkata jalwat (berdzikir sambil bersosialisasi) lebih mulia daripada khalwat (menghindari keramaian), demikian yang dikatakan oleh Syekh Ibnu Arabi.

Mursyid kami Syekh Bahauddin an-Naqsyabandi ketika ditanya “apa dasar tarekat anda ya syekh?” Maka beliau menjawab, “khalvat der-encümen” (berkhalwat dalam keramaian).

Berkhalwat dalam keramaian ini telah tertulis dalam Al-Qur’an sebagaimana dikatakan :

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ  ۞

“laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. ” (QS. An-Nûr [24]: 37)

Tuduhan bahwa Tarekat lebih dekat dengan goa tempat berkhalwat tentulah tidak mendasar, karena Tarekat Naqsyabandiyyah berkontribusi besar terhadap bertahannya Kekaisaran Ottoman yang berkuasa terlama di dunia dalam sejarah umat manusia.

Ada 11 prinsip dasar dalam ajaran Tarekat Naqsyabandiyyah (semua istilahnya dalam bahasa Persia) yang menjadi tanah kelahiran tarekat ini yang harus dijalankan penganutnya (salik) di dalam kehidupannya yaitu :

1. Yâd kerd, mengingat Allah dengan lisan.
2. Bâz gesyt, kembali kepada Allah dengan penuh kerendahan hati.
3. Nigâh dâsyt, membersihkan hati dari pikiran apapun selain Allah.
4. Yâd dasyt, menjaga hati agar selalu ingat Allah.
5. Hûsy der dem, mengingat Allah dalam setiap tarikan nafas.
6. Sefer der vatan, meninggalkan kerumunan untuk mendekat kepada Allah.
7. Nazar ber-kadem, berhati-hati dalam mengambil setiap langkah.
8. Khalvat der encûmen, bersama Allah di tengah masyarakat.
9. Vukûf zamânî, menghabiskan semua waktu untuk ibadah.
10. Vukûf adedí, mematuhi jumlah zikir sesuai yang ditentukan oleh mursyidnya.
11. Vukûf kalbi, menjaga hati agar tetap dalam kendali.

Demikian yang dapat aku sampaikan dalam tahap pengenalan Tarekat Naqsyabandiyyah, selanjutnya in syã Allãh akan aku terangkan tentang adab tata cara dalam menjalankan Tarekat ini pada risalah lain.

Kututup dengan mendoakan para Mursyid:

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِمَشَايِخِنَا وَلِمَنْ عَلَّمَنَا وَارْحَمْهُمْ، وَأَكْرِمْهُمْ بِرِضْوَانِكَ الْعَظِيْمِ، فِي مَقْعَد الصِّدْقِ عِنْدَكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Allãhummaghfir limasyãyikhinã wa liman ‘allamanã warhamhum wa akrimhum biridhwãnikal ‘adzhîm fî maq’adish shidqi ‘indaka yã arhamar rãhimîn

“Wahai Allah ampunilah guru-guru kami dan orang yang telah mengajar kami. Sayangilah mereka, muliakanlah mereka dengan keridhaan-Mu yang agung, di tempat yang disenangi di sisi-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara penyayang”. (Imam al-Haris al-Muhasibi, Risâlah al-Mustarsyidin, Dar el-Salam, halaman 141)

Wallãhu A’lamu bish-Shawãb

About admin

Check Also

Kisah Sayyidah Aminah Saat Mengandung Rasulullah SAW

“Bertebaran petunjuk dan cahaya, betapa haru biru perasaan Sayyidah Aminah saat mengandung bayi Nabi Suci ...