Home / Agama / Kajian / Keutamaan Ilmu dan Ulama

Keutamaan Ilmu dan Ulama

“Allah menciptakan dari setiap kalimat yang keluar dari mulut seorang Alim Malaikat-malaikat yang terus meminta ampunan Allah untuknya dan untuk orang-orang yang mendengarkannya sampai hari Kiamat”.

Oleh: Admin

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wasshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.

Saudaraku yang dirahmati Allah SWT. Betapa ilmu dan para ahlinya sungguh sangat ditinggikan martabatnya oleh Allah SWT. Hal itu sudah digariskan di dalam al-Qur’an:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ۞

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadalah [58]: 11)

Dibawah ini adalah sebuah kajian yang dikutip dari kitab Tanqih al-Qaul al-Hatsits karya Syaikh Nawawi al-Bantani. Sebuah penjelas (syarh) dari kitab Lubab al-Hadits karya Syaikh Jalaluddin as-Suyuthi.

Inti dari kajian ini adalah mengulas tentang keutamaan ilmu dan orang-orang yang bergelut seputarnya (para ulama, orang yang belajar, majelis yang mengulasnya, prilaku yang ditujukan untuk mencari ilmu, dst.)

Allah SWT telah berfirman:

شَهِدَ اللّٰهُ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۙ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ وَاُولُوا الْعِلْمِ قَاۤىِٕمًاۢ بِالْقِسْطِۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ۞

“Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia, (Allah) yang menegakkan keadilan. (Demikian pula) para malaikat dan orang berilmu. Tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Ali ‘Imran [3]: 18)

Perhatikan firman Allah di atas, bahwa kesaksian (akan keesaan Allah) dan keadilan berlaku paralel. Hal itu ditegakkan oleh tiga entitas nama, yakni Allah SWT, para Malaikat dan ûlu al-‘ilm (orang berilmu). Allah SWT mengawali (kesaksian ketuhanan-Nya) dengan diri-Nya sendiri, lalu kedua adalah para Malaikat dan yang ketiga adalah para ahli ilmu. Hanya dengan ayat ini saja bisa di ketahui betapa mulia dan utamanya orang-orang yang berilmu.

وَقَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ : يَا ابْنَ مَسْعُوْدٍ جُلُوْسُكَ سَاعَةً فِى مَجْلِسِ الْعِلْمِ لَا تَمُسُّ قَلَمًا وَلَا تَكْتُبُ حَرْفًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ عِتْقِ أَلْفِ رَقَبَةٍ، وَنَظْرُكَ إِلَى وَجْهِ الْعَالِمِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَلْفِ فَرَسٍ تَصَدَّقْتَ بِهَا فِى سَبِيْلِ اللهِ، وَسَلَامُكَ عَلَى الْعَالِمِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ عِبَادَةِ أَلْفِ سَنَةٍ

Nabi Muhammad SAW berkata pada Ibnu Mas’ud RA, “Wahai ibnu mas’ud dudukmu sesaat di majelis ilmu tanpa memegang pena dan tanpa menulis satu hurufpun itu lebih baik bagimu daripada memerdekakan 1000 hamba sahaya, dan pandanganmu kepada orang alim itu lebih baik bagimu daripada 1000 kuda yang engkau sedekahkan di jalan Allah, dan ucapan salammu kepada orang alim itu lebih baik bagimu dari pada ibadah 1000 tahun”. (Al-Hafidz ibnu Mundziri dalam kitab Durratul Yatimah).

Umar bin Khattab RA berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata, “barangsiapa berjalan menuju perkumpulan orang alim, maka setiap langkahnya dinilai 100 kebajikan, jika dia duduk dan mendengarkan apa yang di katakan orang alim, maka setiap kalimat yang di ucapkan orang alim itu dinilai satu kebaikan baginya”. (Imam an-Nawawi dalam kitab Riyãdhush Sãlihîn).

وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَقِيْهٌ مُتَوَرَّعٌ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنْ أَلْفِ عَابِدٍ مُجْتَهِدٍ جَاهِلٍ وَرَعٍ

“Seorang alim fiqih (orang yang mengerti ilmu syari’at) yang mutawarra’ (Orang yang menjaga diri dari perkara-perkara haram) itu lebih berat bagi setan daripada 1000 ahli ibadah yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya, bodoh dan wara’.

Demikian itu terjadi karena setiap kali setan telah membuka pintu hawa nafsu manusia dan menghiasi syahwat dalam hati mereka, maka ahli fiqih yang arif akan menjelaskan mereka tentang itu, sehingga pintu tipudaya itu menutup kembali, akhirnya setan kecewa. Berbeda dengan orang bodoh, terkadang dia sibuk dengan ibadah yang tidak ia mengerti, dan ia sedang dalam jeratan setan (sebagaimana penjelasan al-Azizi menuqil perkataan at-Thibi).

وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ

Nabi Muhammad SAW bersabda, “keutamaan orang alim (yang mengamalkan ilmunya) atas orang yang ahli ibadah (yang tidak alim) adalah seperti bulan purnama atas bintang-bintang”.

Maksud dari ‘keutamaan’ adalah banyaknya pahala yang mencakup pemberian Allah SWT di akhirat, seperti, tingkatan-tingkatan surga, kelezatannya, makanan dan minumnya juga bidadari-bidadarinya. Dan pemberian Allah SWT yang mengandung imbalan tingkatan kedekatannya kepada-Nya dan ni’mat melihat dan mendengarkan Kalam-Nya. (Riwayat Abu Nuaim dari Muazh bin Jabal).

وَفِىْ رِوَايَةٍ لِلْحَارِثِ بْنِ أَبِىْ أُسَامَةَ عَنْ أَبِى سَعِيْدٍ الَخُذْرِى عَنْهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِيْ عَلَى أُمَّتِيْ

Dalam riwayat harits bin Abi Usamah dari Abi Said al-Khudzri dari Nabi SAW, “keutamaan orang alim atas ahli ibadah adalah seperti keutamaanku atas umat-umatku”.

وَفِىْ رِوَايَةِ لِلتَّرْمِذِى عَنْ أَبِى أُمَامَةَ : فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِيْ عَلَى أَدْنَاكُمْ

Dalam riwayat Tirmidzi dari Abi Umamah, “keutamaan orang alim atas ahli ibadah adalah seperti keutamaanku atas orang-orang terendah dari kalian”.

Maksudnya keutamaan orang alim atas ahli ibadah itu seperti keutamaan nabi Muhammad SAW atas adnã syarafis shahãbah (sahabat yang paling rendah kemuliaannya).

Imam Al-Ghazali berkata, “Perhatikanlah…! Bagaimana Nabi SAW mensejajarkan ilmu dengan derajat kenabian? Dan bagaimana Nabi SAW merendahkan derajat amal (ibadah) yang tidak di sertai dengan ilmu? (Jika seandainya dikatakan), tidak mungkin ahli ibadah tidak tahu dengan ibadah-ibadah yang biasa ia lakukan? Maka jawabannya, “seandainya tidak ada orang berilmu tidak mungkin ada ibadah”.

وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ اِنْتَقَلَ لِيَتَعَلَّمَ عِلْمًا غُفِرَ لَهُ قَبْلَ أَنْ يَخْطُوَ (رواه الشيرازى عن عائشة) .

Rasulullah SAW bersabda, “barangsiapa berpindah tempat (dari satu tempat ke tempat yang lainnya, baik dengan berjalan kaki atau dengan menaiki kendaraan), dengan tujuan belajar, maka diampuni dosa-dosanya (dosa-dosa kecil yang pernah ia lakukan) sebelum ia melangkah kaki (dari tempatnya, jika niatnya karena Allah)”. (HR. Assyairozi dari A’isyah R.A.)

وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَكْرِمُوا الْعُلَمَاءَ فَإِنَّهُمْ عِنْدَ اللهِ كُرَمَاءُ مُكَرَّمُوْنَ

Rasulullah SAW bersabda, “Muliakanlah para ulama, karena mereka itu orang-orang mulia (orang-orang pilihan Allah) dan yang dimuliakan pula (di kalangan Malaikat)”.

وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِذَا تَحَدَّثَ الْعَالِمُ فِي مَجْلِسِهِ بِالعِلْمِ وَلَمْ يَدْخُله هَزْلٌ وَلَا لَغْوٌ، خَلَقَ اللهُ تَعَالَى مِنْ كُلِّ كَلِمَةٍ طَلَعَتْ مِنْ فَمِهِ مَلَكًا يَسْتَغْفِرُ اللهَ لَهُ وَلِسَامِعِهِ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَإِذَا انْصَرَفُوْا مَغْفُوْرِيْنَ لَهُمْ، ثُمَّ قَالَ : هُمُ الْقَوْمُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيْسِهِمْ .

Dari Abi Hurairah R.A berkata, “aku mendengar Rasulullah SAW bersabda”, “Ketika seorang Alim berkata tentang ilmu di Majlisnya, dengan tidak bersenda gurau dan berbuat yang tidak bermanfaat, maka Allah menciptakan dari setiap kalimat yang keluar dari mulutnya Malaikat-malaikat yang terus meminta ampunan Allah untuknya dan untuk orang-orang yang mendengarkannya sampai hari Kiamat, dan ketika mereka selesai-pulang, mereka dalam keadaan telah di ampuni dosa dosanya. Kemudian nabi Muhammad SAW bersabda lagi, “mereka adalah kaum yang tidak membuat celaka pengikutnya”.

وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ نَظَرَ إِلَى وَجْهِ الْعَالِمِ نَظْرَةً فَفَرِحَ بِهَا خَلَقَ اللهُ مِنْ تِلْكَ النَّظْرَةِ مَلَكًا يَسْتَغْفِرُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa memandang wajah seorang Alim sekali pandangan saja, dan Orang itu gembira dengan pandangan itu, maka Allah SWT menciptakan dari pandangan yang sekali itu Malaikat-malaikat yang terus meminta ampunan Allah untuknya sampai hari Kiamat”.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu berkata, “Memandang wajah orang alim itu ibadah, juga menjadi cahaya mata dan hati. Ketika seorang alim itu duduk di majelis untuk mengajarkan ilmu, maka setiap satu persoalan dia mendapat satu bangunan gedung di surga, demikian pula orang-orang yang mau mengamalkan persoalan itu”. (Riyãdhush Shãlihîn).

وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَكْرَمَ عَالِمًا فَقَدْ أَكْرَمَنِيْ وَمَنْ أَكْرَمَنِيْ فَقَدْ أَكْرَمَ اللهُ وَمَنْ أَكْرَمَ اللهُ فَمَأْوَاهُ الْجَنَّةَ

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa memuliakan orang alim maka berarti dia telah benar-benar memuliakanku, dan siapapun yang memuliakanku, berarti dia juga memuliakan Allah dan siapapun yang memuliakan Allah maka tempatnya adalah Surga”.

Rasulullah SAW juga bersabda, “Muliakanlah Ulama’, karena mereka adalah pewaris para Nabi. Barangsiapa memuliakan mereka berarti mereka memuliakan Allah dan Rasul-Nya”. (HR. Al-Khatib al-Baghdady dari Jabir R.A.)

وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : نَوْمُ الْعَالِمِ أَفْضَلُ مِنْ عِبَادَةِ الْجَاهِلِ . أَيْ نَوْمُ الْعَالِمِ الَّذِيْ يَرَاعِيْ آدَابَ الْعِلْمِ أَفْضَلُ مِنْ عِبَادَةِ الْجَاهِلِ الَّذِيْ لَا يُسَلِّمُ آدَابَ الْعِبَادَةِ .

Rasulullah SAW bersabda, “Tidurnya orang alim itu lebih utama daripada ibadahnya orang bodoh. Maksudnya adalah arang alim yang tidur dalam keadaan memelihara adabul ilmi itu lebih utama daripada orang bodoh yang beribadah tetapi tidak memperhatikan adabul ibadah”.

وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَعَلَّمَ بَابًا مِنَ العِلْمِ يَعْمَلُ بِهِ أوْ لَمْ يَعْمَلْ بِهِ كَانَ أَفْضَلُ مِنْ أَنْ يُصَلِّيَ أَلْفَ رَكْعَةٍ تَطَوُّعًا، هَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْعِلْمَ أَشْرَفُ جَوْهَرًا مِنَ الْعِبَادَةِ، وَلَكِنْ لَابُدَّ لِلْعَبْدِ مِنَ الْعِبَادَةِ مَعَ الْعِلْمِ، وَإِلَّا كَانَ عِلْمُهُ هَبَاءً مَنْثُوْرًا كَمَا رُوِيَ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : مَا مِنْ عَالِمٍ لَا يَعْمَلُ بِعِلْمِهِ إِلَّا نَزَعَ اللهُ رُوْحَهُ عَلَى غَيْرِ الشَّهَادَةِ .

Nabi SAW bersabda, “belajar ilmu satu bab baik diamalkan atau tidak, itu lebih utama daripada shalat sunah 1000 raka’at”.

Ini menunjukkan ilmu itu lebih mulya daripada ibadah, tapi meskipun demikian orang yang berilmu itu haruslah juga beramal agar ilmunya tidak seperti debu yang terbang berhamburan kemudian hilang tanpa bekas. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Abu Hurairah, “Tidak ada seorang alimpun yang tidak mengamalkan ilmunya kecuali nanti Allah akan mencabut nyawanya dalam keadaan tidak bisa bersyahadat (menyaksikan ketuhanan Allah)”.

وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ زَارَ عَالِمًا فَكَأَنَّمَا زَارَنِيْ، وَمَنْ صَافَحَ عَالِمًا فَكَأَنَّمَا صَافَحَنِي، وَمَنْ جَالَسَ عَالِما فَكَأَنَّمَا جَالَسَنِيْ فِي الدُّنْيَا، وَمَنْ جَالَسَنِيْ فِي الدُّنْيَا أَجْلَسْتُهُ مَعِيْ يَوْمَ القِيَامَةِ . وَعَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ زَارَ عَالِمًا فَقَدْ زَارَنِيْ، وَمَنْ زَارَنِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ، وَكَانَ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ أَجْرُ شَهِيْدٍ، وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَنْ زَارَ عَالِمًا ضَمِنْتُ لَهُ عَلى اللهِ الْجَنَّة . وَعَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ أَنَّهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ زَارَ عَالِمًا أيْ فِي قَبْرِهِ ثُمَّ قَرَأَ عِنْدَهُ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللهِ أعْطَاهُ اللهُ تَعَالَى بِعَدَدِ خُطُوَاتِهِ قُصُوْرًا فِي الْجَنَّةِ وَكَانَ لَهُ بِكُلِّ حَرْفٍ قَرَأَهُ عَلَى قَبْرِهِ قَصْرٌ فِي الْجَنَّةِ مِنْ ذَهَبٍ . كَذَا فِي رِيَاضِ الصَّالِحِيْنَ .

Nabi SAW bersabda, “barangsiapa mengunjungi orang alim maka seolah-olah dia mengunjungiku. Barangsiapa berjabat tangan dengan orang alim maka seolah-olah dia berjabat tangan denganku. Barangsiapa duduk-duduk bersama orang alim maka seolah-olah dia duduk-duduk bersamaku di dunia, dan barangsiapa duduk-duduk bersamaku di dunia maka aku tempatkan dia bersamaku pada hari kiamat”.

Dari Anas bin Malik RA., bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa ziarah kepada orang alim maka sungguh ia (sama seperti) menziarahiku, barangsiapa menziarahiku maka wajib baginya mendapat syafa’atku, dan setiap langkahnya diganjar pahala mati syahid”.

Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “barangsiapa mengunjungi orang alim maka aku tanggung ia masuk surga”.”

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “barangsiapa ziarah (ke makam) orang alim kemudian membaca ayat-ayat al-Qur’an di sisi makamnya, maka Allah akan membangunkannya gedung di surga sebanyak langkah kakinya, dan setiap satu huruf yang ia baca di atas makam (orang alim itu) akan diganjar oleh Allah satu gedung dari emas di surga”. (Imam Nawawi dalam Riyadlus Sholihin).

Wãllahu A’lamu bish-Shawãb

 

About admin

Check Also

Nasehat Sunan Bonang Kepada Sunan Kalijaga

“Ajaran sembah menyembah yang haqq yang diajarkan Sunan Bonang kepada Sunan Kalijaga” Oleh: H. Derajat* ...