Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo telah menangguhkan sementara kerja sama militer dengan Australian Defence Force (ADF) sejak pertengahan Desember 2016. Saat ini bermunculan sejumlah laporan terkait alasan utama penundaan kerja sama militer Indonesia dan Australia.
Kapuspen TNI, Mayjen TNI Wuryanto, menuturkan kerja sama ditangguhkan karena ada beberapa masalah teknis yang perlu dibahas terkait hal tersebut. Namun, dia tidak merinci pembahasan teknis yang dimaksud.
Sementara Guardian Australia dalam laporan menyebut, isu ini berembus saat seorang anggota Kopassus di basis militer Perth, Australia merasa ada materi yang melecehkan Indonesia. Menurut situs berita Australia, 9news, ada poster yang memuat Pancasila namun menyebutnya Pancagila.
Selain itu, ada materi yang menyebut soal okupasi militer di Papua Barat. Laporan menyebut pasukan keamanan Indonesia, termasuk Kopassus telah membunuh banyak orang di Papua Barat sejak 1969.
Indonesia juga disebut melakukan pelanggaran HAM di Timor Timur. Sydney Morning Herald juga mengutip pernyataan Direktur Eksekutif Institute for Defence, Security and Peace Studies di Indonesia, Mufti Makarim pada Fairfax Media.
Mufti mengatakan ada pesan yang menyebar di aplikasi pesan Whatsapp yang menyebut permohonan penyelidikan kasus ini pada 9 Desember. Menurut pesan yang belum dikonfirmasi ini, anggota Kopassus menemukan materi ofensif di kelas pelatihan, termasuk tentang pemimpin militer Indonesia, Sarwo Edhie Wibowo yang disebut sebagai pembunuh massal.
Juga soal anggota TNI yang membunuh temannya saat mabuk. “Setelah anggota ini pulang ke Indonesia, ia langsung melapor,” kata pesan tersebut.
Mufti berharap ini bukan sikap Australia yang tidak menghormati militer Indonesia, melainkan karena kurangnya bahan ajar juga pengetahuan. Dilansir kantor berita Australia News.au, Menteri Pertahanan Australia Marise Payne mengatakan sedang melakukan penyelidikan atas kasus ini. Komunikasi antara kedua negara juga terus berlanjut.
“Australia berkomitmen membangun hubungan pertahanan yang kuat dengan Indonesia, termasuk dalam latihan bersama,” kata Payne.
Berdasarkan catatan, insiden penangguhan latihan militer kedua negara bukan kali pertama. Australia pernah menghentikan latihan dengan unit Kopassus Indonesia karena tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur pada 1999. Hubungan membaik beberapa tahun kemudian.
Pada 2013, Indonesia menangguhkan latihan juga karena tuduhan Australia melakukan pengintaian dan penyadapan telepon. Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan orang-orang terdekatnya menjadi sasaran. Hubungan pulih pada 2014. (TGR07/RO)