Oleh: H. Derajat
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيم
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Allahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘ala aali Sayyidina Muhammad.
Menjelang malam Jumat sebagai Penghulu Hari, hari dimana sebaiknya kita merenungi jalan kehidupan yang sedang dan telah kita lalui termasuk diantaranya merenungi jalan berumah tangga kita dengan istri kita.
Ada pepatah Jawa mengatakan : “Mbangun kromo ingkang satuhu, boten cekap bilih ngagem sepisan roso katresnan. Hananging butuh pirang pirang katresnan lumeber ning pasangan uripmu siji kui,”
Pernikahan yang sukses tidak membutuhkan sekali jatuh cinta, tetapi berkali-kali jatuh cinta pada orang yang sama.
Jika ada pertanyaan; “Apakah Rasulullah dan Istrinya adalah pasangan suami istri yang romantis?”, maka jawabannya adalah so pasti, Iya.
Satu di antara contohnya adalah kemesraan antara Nabi Muhammad dan Siti Aisyah. Nabi Muhammad memiliki panggilan sayang kepada Siti Aisyah, yakni Khumaira (perempuan yang memiliki rona pipi kemerah-merahan). Hal ini dapat dijadikan sebagai panutan oleh pasangan suami istri masa kini. Milikilah panggilan sayang, agar pasangan semakin mabuk kepayang. Selain panggilan sayang, terdapat kisah romantisme tingkat tinggi lainnya yang termaktub dalam kitab Matsnawi karya Jalaluddin Rumi. Berikut kisah lengkapnya.
Di suatu waktu, Nabi Muhammad dan Siti Aisyah sedang duduk bersama di dalam rumah. Nabi Muhammad dan Siti Aisyah sedang berbincang-bincang mesra. Ketika di dalam rumah dan hanya berdua, Siti Aisyah tidak memakai cadarnya. Tiba-tiba seorang lelaki buta langsung masuk ke dalam rumah Nabi Muhammad, karena sedang ada yang ingin disampaikan. Siti Aisyah menghormati Nabi Muhammad, sehingga Siti Aisyah memutuskan undur diri dan masuk ke bagian dalam rumah.
Melihat sikap yang dilakukan oleh istrinya, Nabi Muhammad kemudian memanggil Siti Aisyah dan bertanya, “Wahai Aisyah, lelaki ini buta, mengapa Engkau mengundurkan diri? Bukankah lelaki ini tidak bisa melihatmu?”
Mendengar pertanyaan Nabi Muhammad, Siti Aisyah menjawabnya dengan sangat romantis:
“Wahai Utusan Allah, memang benar lelaki itu tidak dapat melihatku, tetapi yang menjadi masalah adalah diriku sendiri bukan lelaki buta itu. Karena keterbatasan penglihatan lelaki itu tidak bisa melihatku, tetapi aku masih bisa melihatnya. Oleh sebab itu, Aku memutuskan undur diri.”
Demikianlah cara Siti Aisyah menjaga diri dan hatinya hanya untuk Nabi Muhammad. Suami istri bukan hanya perihal suami yang mencintai istri, tetapi juga perihal istri yang menjaga hati suaminya. Begitu pula sebaliknya.
Semoga para pembaca yang budiman dari kelompok Adam dapat meniru cara Nabi Muhammad menyayangi istrinya lewat panggilan sayang dan para pembaca yang budiman dari kelompok Hawa dapat belajar dari cara Siti Aisyah menjaga perasaan suaminya. Aamiin. Wallahu’alam.
Sebelum aku tutup risalah ini perlulah aku kutipkan perkataan Mursyidku yang Agung yaitu Imam Junaid:
وَكَانَ الْجُنَيْد يَقُوْلُ : أَحْتَاجُ اِلَى الْجِمَاعِ كَمَا أَحْتَاجَ اِلَى الْقُوتِ. فَالزَّوْجَةُ عَلَى التَّحْقِيْقِ قُوْتٍ وَسَبَبٍ لِطَهَارَةِ الْقَلْبِ. وَلِذَالِكَ أَمَرَ رَسُوْلُ اللّٰهِ كُلُّ مَنْ وَقَعَ نَظْرَهُ عَلَى إِمْرَأَةٍ فَتَاقَتْ اِلَيْهَا نَفْسُهُ اَنْ يُجَامِعَ أَهْلَهُ.
“Aku membutuhkan jima’ sebagaimana aku membutuhkan makanan. Istri itu hakikatnya adalah asupan badan dan menjadi sebab bersihnya hati. Oleh karena itu Rasulullah memerintahkan kepada setiap lelaki yang melihat perempuan lalu bersyahwat, maka Hendaknya ia menggauli istrinya.”
Hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallaahu ‘anhumaa, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا أَقْبَلَتْ، أَقْبَلَتْ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ، فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ امْرَأَةً أَعْجَبَتْهُ فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ مَعَهَا مِثْلَ الَّذِي مَعَهَا
“Wanita itu, ketika dilihat seperti setan (punya kekuatan menggoda). Karena itu, jika ada lelaki melihat wanita yang membuatnya terpikat, hendaknya dia segera mendatangi istrinya. Karena apa yang ada pada istrinya juga ada pada wanita itu.” (HR. Turmudzi 1158, Ibnu Hibban 5572, ad-Darimi dalam Sunannya 2261, dan yang lainnya. Sanad hadis ini dinilai shahih oleh Syuaib al-Arnauth).
Dalam riwayat lain, di shahih Muslim, dari sahabat Jabir, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أَحَدُكُمْ أَعْجَبَتْهُ الْمَرْأَةُ، فَوَقَعَتْ فِي قَلْبِهِ، فَلْيَعْمِدْ إِلَى امْرَأَتِهِ فَلْيُوَاقِعْهَا، فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ
”Jika ada lelaki yang terpikat dengan seorang wanita, hingga membuat dia jatuh cinta, hendaknya dia segera mendatangi istrinya dan melakukan hubungan dengannya. Dengan ini akan menghilangkan perasaan cinta dalam hatinya.” (HR. Muslim 1403).
Kuakhiri dengan do’a
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al Furqon: 74).