Oleh: H. Derajat
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Sahabatku tercinta, kali ini kita jeda sejenak fokus kita dengan humor sufistik yang sarat makna.
Alkisah, suatu hari Nasruddin kedatangan tetangga sebelah rumahnya yang bermaksud meminjam keledainya. Nasruddin kenal persis tabi’at tetangganya itu, bersikap tak sabaran dan berperilaku keras.
Nasruddin pun tidak ingin meminjamkan keledainya karena takut keledainya itu disakiti. Nasruddin menolak secara halus dan mengatakan bahwa keledainya sedang dipinjam orang lain dan belum dikembalikan.
Namun, ketika langkah tetangga itu belum meninggalkan pekarangan rumah Nasruddin, terdengar suara keledai di belakang rumah. Lalu tetangganya bertanya dengan agak menyelidik:
“Kau bilang keledaimu dipinjam orang lain, tapi itu suara apa?”
“Kau lebih percaya pada suara keledai, atau pada orang tua yang sudah beruban ini.” Kata Nasruddin.
Lalu tetangga itu pulang dengan perasaan dongkol.
Beberapa hari kemudian tetangga itu datang lagi dengan maksud yang sama, meminjam keledai. Nasruddin tak langsung menjawab, tetapi dia meminta waktu agar si Tetangga mau menunggu sejenak. Kemudian, Nasruddin masuk ke rumahnya.
Tidak berapa lama dia kembali menemui orang tadi, sambil berkata;
“Aku telah menemui keledaiku dan menyampaikan hasratmu, tetapi ia menolak dengan mengatakan, “Aku sebenarnya ingin membantunya, hanya saja aku tidak suka dengan ucapan cacian dan kadang memukulku.”
“Sejak kapan keledai bisa bicara dan punya pikiran seperti layaknya manusia?” Tanya tetangganya itu.
“Itu kenyataannya, Tuan. Begitu banyak keledai bisa bicara, bahkan bermusyawarah dan terkadang mengemukakan pendapat.”
Kisah singkat Nasruddin Hoja di atas begitu menggelitik perasaan kita. Bahasa metafor yang dikemukakannya terkadang membuat kita cekikikan sambil memunculkan gambaran yang berbeda tentang keledai yang dimaksud oleh Nasruddin.
Keledai yang katanya bisa bicara, bermusyawarah bahkan mengemukakan pendapat adalah sebuah lelucon metafor yang membawa imajinasi kita untuk menyimpulkan siapa yang dimaksud oleh Nasruddin dengan sebutan ‘keledai’.