Lagi-lagi kelompok Wahabi mengatasnamakan Muhammadiyah dalam pembangunan ponpes di Karimunjawa mendapat penolakan dari masyarakat dan warga NU setempat, karena Wahabi meresahkan sekali ideologinya, termasuk ideologi radikal, dan ideologi yang bukan termasuk dalam madzhab dalam Islam. Sebelumnya warga Gresik juga menolak keberadaan Wahabi di wilayahnya. Dan bahkan di Pekalongan juga terjadi penolakan serupa.
Karimunjawa bergejolak. Sekitar 500 lebih warga Desa Karimunjawa membubuhkan tanda tangan menolak dibangunnya pondok pesantren Al-Qudsy di Dusun Alang-Alang Rt. 02 Rw. 04, Desa Karimunjawa, Jepara, 28 Februari 2017.
Menurut keterangan seperti dilansir oleh Dutaislam dari surat pernyataan sikap penolakan yang ditandatangi oleh jajaran pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Karimunjawa, pondok pesantren tersebut diprakarsai oleh Yayasan Bina Muwahhidin yang berpusat di Medayu, Surabaya Jawa Timur.
Penolakan dilatarbelakangi oleh penyelidikan akurat dari warga Karimunjawa sendiri, dimana hasilnya menyebutkan kalau yayasan itu mengikuti paham dan ajaran Islam ekstrim wahabi. Sikap menolak juga didasari kekhawatiran terjadinya perbedaan dan perpecahan antara sesama warga masyarakat muslim Karimunjawa yang mayoritas berpaham ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyyah.
Karena itulah, warga meminta kepada Pemda Kabupaten Jepara untuk tidak memberikan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada yayasan tersebut. Sayangnya, penolakan itu terjadi setelah hampir 80 persen bangunan pesantren yang diberi nama Al-Quds itu hampir sempurna untuk ditempati.
Yang jadi masalah adalah munculnya Persarikatan Muhammadiyah yang dalam proses pelaksanaaan proyek bangunan tersebut tidak pernah disebut sebelumnya oleh Bina Muwahhidin. “Kalau dari asli awalnya, pelaksana proyeksnya, dan suara yang berkembang di masyarakat, tidak ada nama Muhammadiyah,” kata Ahmad Kholiqin, Ketua MWC NU Karimunjawa yang dilansir oleh Dutaislam, Kamis (09/03/2017) siang.
Menurut Kholiqin, warga Karimun cukup kaget ketika muncul nama Muhammadiyah. “Tidak ada plang Muhammadiyah di lokasi proyek yang dibangun, tidak ada sama sekali,” ujarnya. Bahkan ia memastikan kalau Bina Muwahhidin dibalik semua proyek bangunan sudah dimulai sejak dua tahun silam tersebut.
Ia juga menyayangkan proses pembangunan tanpa menunggu kejelasan status tanah yang bernilai sekitar 3 miliar tersebut. “Proses pembebasan tanah juga belum clear. Baru depe sekitar 40-an juta. Tapi kok sudah dibangun, itu pertanyaan kita,” tambah Kholiqin.
Ia semakin curiga kalau bangunan itu bukan proyek pesantren milik Muhammadiyah sejak awal. Nama Muhammadiyah mulai muncul pasca terjadi aksi penolakan yang baru digalang sejak Rabu, 17 Januari 2017.
Tiba-tiba, katan Kholiqin, Pengurus Cabang Muhammadiyah Karimunjawa yang dulu diketuai oleh Solikul, beralih nama jadi Muhammad Syafaat dengan Sekretaris bernama Muhammad Irwan. Itu tertulis dalam surat permohonan moril dan materiil membantu permohonana ijin pesantren ke Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Jepara, bernomor 01/IV.0/A/2017, tertanggal 15 Februari 2017.
Ia yang pengurus NU biasanya akan diundang jika ada pelantikan pengurus ormas di Karimunjawa. “Biasanya kalau ada pengkuhan atau pelantikan pengurus baru Muhammadiyah, kita diundang. Walau benar atau tidak (pergantian) itu, tapi kita tidak diundang (pergantian pengurus),” imbuh Kholiqin.
“Awal 2000 beliau jadi ketuanya (Muhammadiyah). Setelah ada penolakan (pesantrean Al-Quds), ia melepas,” tegas Kholiqin.
Terpisah, H Sucipto, Kordinator Aksi Penolakan Yayasan Al Muwahhidin juga mengkhawatirkan jika cop surat Muhammadiyah hanya akan membuat kisruh warga, “mereka membuat cop yang mengatasnamakan Muhammadiyah, baru kemarin 15 Februari 2017. Padahal bangunan itu sudah ada dua tahun,” ujarnya kepada Dutaislam, Kamis (09/03/2017).
“Saya sebagai masyarakat memang tidak menghendaki (pendirian) itu, dan soal Muhammadiyah, kenapa kok itu baru muncul sekarang,” tanya Cipto.
Menurut keterangan yang dihimpun oleh Dutaislam, lokasi pesantren yang terletak pada perbukitan itu dilancarkan prosesnya oleh warga Karimunjawa sendiri yang kebetulan aktif di Muhammadiyah, namanya Solikul. “Informasi masyarakat terdekat, yang nangani itu semuanya Pak Solikul, berikut tim suksesnya,” ujar Kholiqin yang juga diamini oleh Cipto.
Kaget Ada Edaran
Saat Dihubungi Dutaislam, Solikul, yang disebut Kholiqin menjabat Pimpinan Muhammadiyah Karimunjawa mengaku memang memohon kepada Muhammadiyah Daerah Jepara agar dibantu. “Cabang memohon kepada pimpinan daerah agar ada pesantren di Karimunjawa,” ujar Solikul kepada Dutaislam, Kamis (09/03/2017).
Menurut rencana, pondok itu fokus menjadi pesantren Muhammadiyah di bidang tahfidz Al-Qur’an. “Rencananya namanya Pondok Tahfidz Muhammadiyah,” ujar Solikul. Ia juga mengaku kaget jika ternyata ponpes itu disebut sebagai aliran wahabi lalu ditolak oleh ratusan warga.
“Kok ada edaran ada aliran wahabi. Selama hidup saya dengar wahabi baru itu,” sanggah Solikul ketika ditanya soal penolakan warga Karimunjawa. “Seneng aja ada pesantren Muhammadiyah, gitu aja,” kata Solikul mendukung pesantren tersebut.
Ia mengaku tidak terlibat pembangunan sebagaimana santer dikabarkan warga sekitar tanah calon bangunan pesantren. “Saya sama sekali tidak terlibat serupiah pun,” terangnya sambil menyatakan kalau Muhammad Irwan, sekretaris Muhammadiyah Karimunjawa di surat permohonan bantuan pendirian ponpes ke PDM Jepara adalah keponakannya yang direncanakan jadi calon tenaga pengajar pesantren.
KH Fahrur Razi, Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Jepara membenarkan jika Muhammadiyah memang akan melakukan teken kesepahaman dengan Yayasan Bina Muwahhidin yang mendanai.
“Karena kita diajak kerjasama, prinsipnya mereka ya harus mengikuti aturan-atauran. Dasar kita kan wa taawanu alal birri wat taqwa. Apalagi kami memang membutuhkan tenaga-tenaga Hafidz Qur’an, karena kami punya 125 masjid dan mushalla di seluruh Jepara. Sementara dari kami Muhammadiyah masih kekurangan,” terang Fahrur Razi kepada Dutaislam via sambugan seluler, Kamis (09/03/2017) sore.
Muhammadiyah, lanjut Fahrur, sifatnya hanya bekerjasama. “Al Muwahhidin kan banyak orang Muhammadiyah, bincang-bincang, muncullah ide seperti itu (kerjasama),” terangnya. Ia juga menyatakan akan menandatangani surat kerjasama pendirian pesantren pada pertengahan April 2017 mendatang setelah berulangkali terjadi pembicaraan antar kedua belah pihak.
Ia juga menyatakan kalau yayasan Al-Muwahhidin itu sifatnya memang membantu peribadatan, sosial dan lainnya, “Muhammadiyah itu kan masih banyak tanah wakaf yang belum terisi,” imbuh Fahrur.
“Makanya saya kerjasama karena saya tahu persis, wong itu fokusnya tahfidz, ya sudah,” lanjut Fahrur menolak tuduhan wahabi atas yayasan tersebut. “Adanya penolakan itu mungkin dia tidak tahu, mestinya kan ada tabayun dulu. Belum ada tabayun,” ujarnya.
Awalnya, warga Karimun tidak pernah mempermasalahkan bangunan itu karena dikira akan dijadikan tempat bisnis semacam hotel atau tujuan wisata.
“Dikira hotel, ternyata setelah ditelusuri ketemu nama Al Muwahhidin. Saya bergerak karena sudah mendapatkan informasi yang akurat,” tutur Cipto, kordinator aksi penolakan pesantren, -yang disebutnya akan menyebarkan paham wahabi itu. Karimunjawa akan memanas jika tidak segera menemukan penyelesaian. (SFA)
Sumber: DutaIslam