Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلا
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya” (QS Ali Imran [3]: 145)
Lantas timbul pertanyaan, lha… kalau begitu bagaimana dengan orang yang bunuh diri? Apakah aktivitas tersebut merupakan suatu yang telah Allah tetapkan?
Untuk menjawab persoalan itu, maka haruslah cermat dalam melihat relitasnya. Bukan hanya secara bahasa saja, sehingga ditafsirkan apa yang dilihat.
Pertama, kita harus membahas dulu tentang hakikat takdir dan kematian itu sendiri. Keduanya tidaklah boleh dicampuradukan. Yang kedua barulah kita menyoal perkara kematian/bunuh diri tersebut.
Mengenai taqdir Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا كُلَّ شَىْءٍ خَلَقْنَهُ بِقَدَرٍ
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al-Qamar: 49)
وَخَلَقَ كُلَّ شَىْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيْراً
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. Al-Furqan: 2)
وَإِنْ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ عِنْدَهُ بِمِقْدَارٍ
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (QS. Al-Hijr: 21)
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. رواه البخاري ومسلم –
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan: Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama 40 hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal daging selama 40 hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yg tidak ada illah selain-Nya, sesungguhnya diantara kalian ada yg melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga maka masuklah dia ke dalam syurga.” (HR.Bukhori dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنُ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ حَتَّى يَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَهُ
“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.” (Shahih, riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451), Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 6985)
Dalam sabdanya yang lain,
إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللهُ الْقَلَمَ ، قَالَ لَهُ : أُكْتُبْ! قَالَ: رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: أُكْتُبْ مَقَادِيْرَ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُوْمَ السَّاعَةُ
“Yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Allah berfirman, ‘Tulislah!’ Ia bertanya, ‘Wahai Rabb-ku apa yg harus aku tulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai terjadinya Kiamat.’” (Shahih, riwayat Abu Dawud (no. 4700)
Allah Ta’ala berfirman :
فَمَن يُرِدِ اللهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلاَمِ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَآءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia akan melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit.” (QS. Al-An’aam: 125)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ قُلُوْبَ بَنِيْ آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ أُصْبُعَـيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ ، كَقَلْبٍ وَاحِدٍ ، يَصْرِفُهُ حَيْثُ يَشَآءُ
“Sesungguhnya hati manusia seluruhnya di antara dua jari dari jari jemari Ar-Rahmaan seperti satu hati; Dia memalingkannya kemana saja yg dikehendaki-Nya.” (Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2654)
Dengarlah sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أُحْرُصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلاَ تُعْجِزْ ، فَإِنَّ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ : لَوْ أَنِّيْ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا لَكِنْ كَذَا وَكَذَا ، وَلَكِنْ قُلْ : قَدَرُ اللهِ وَمَا شَآءَ فَعَلَ ، فَإِنَّ (لَوْ) تُفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan Allah dan janganlah sampai kamu lemah (semangat). Jika sesuatu menimpamu, janganlah engkau berkata ‘seandainya aku melakukan ini dan itu, niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi katakanlah ‘Qodarullah wa maa-syaa-a fa’ala (Allah telah mentakdirkan segalanya dan apa yang dikehendaki-Nya pasti dilakukan-Nya).’ Karena sesungguhnya (kata) ‘seandainya’ itu akan mengawali perbuatan syaithan.” (Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2664)
Jadi mengenai taqdir baik dan buruk QS. Al-Hadid : 22 sdh jelas menerangkan apa yang terjadi di bumi dan pada diri manusia adalah sudah tertulis (ditetapkan) Alloh.
Apakah takdir itu?
Seorang muslim beriman dan yakin bahwa semua keadaan di dunia ini pasti diketahui oleh Allah Ta’ala (karena memang Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (Al-‘Aliim), baik kejadian yang telah terjadi, sedang terjadi, maupun yang akan terjadi kelak. Kejadian apapun bentuknya telah diketahui oleh Allah Ta’ala dan dituliskan di lauhul mahfudz (kitab induk dan gambaran umum akan luasnya ilmu Allah Ta’ala).
Inilah pengertian sederhana dari taqdir yang telah dijelaskan oleh Al-Qur’an dan Al-hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan kata lain taqdir adalah catatan (ilmu Allah) yang menyeluruh tentang segala sesuatu. Yang dimaksud dengan “segala sesuatu” yakni termasuk benda-benda, manusia, amal perbuatan, makhluk hidup lain, dan lain-lainnya, semuanya telah tercatat / diketahui oleh Allah Ta’ala dan dituliskannya di lauhul mahfudz.
Telah diriwayatkan dalam shahih Muslim dari Ali bin abi Thalib ra bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari duduk-duduk (bersama para sahabatnya). Di tangan beliau ada sepotong kayu, lalu dengan kayu tersebut beliau menggore-gores tanah. Lalu nabi mengangkat kepala dan berkata :
“Setiap kalian yang bernyawa sudah ditetapkan tempatnya di jannah (syurga) dan jahanam”.
Para sahabat terkejut lalu bertanya : “kalau demikian ya Rasulullah apa gunanya kita beramal? Apakah tidak lebih baik kita bertawakal saja (kepada taqdir)?
Beliau menjawab : Jangan! Tetaplah beramal, setiap orang akan dimudahkan oleh allah jalan yang sudah ditentukan baginya,”
lalu Rasulullah membaca surat Al-Lail ayat 5-10”. (Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi, juz XVI, hal 196-197).
Dari uraian di atas maka akan di dapat kesimpulan :
-
Semua yang telah terjadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi semuanya telah tertulis di kitab lauhul mahfudz.
-
Kitab lauhul Mahfudz hanya menunjukan betapa maha luasanya keilmuan Allah, yang tidak memaksa atas apa yang tertulis di dalamnya terhadap perbuatan hamba.
-
Perkara datangnya ajal/kematian adalah perkara yang pasti. Namun, Allah akan menghisab sebab-sebab kematian itu, apakah karena bunuh diri atau karena sebab lain. Dan sebab-sebab kematian yang terjadi di luar kuasa manusia maka Allah tidak akan menghisabnya, seperti meninggal tertimpa batu, jatuh dari pohon, kecelakaan, dan lain-lain yang semuanya itu diluar dari kuasa manusia untuk memilih apakah akan dilakukan ataukah tidak dilakukan. Wallahu a’lam.
Demikian Ibnu Mas’ud At-Tamanmini menjelaskan, semoga bermanfaat. Aamiin
والله الموفق الى اقوم الطريق
Sumber : Kiyai Ibnu Mas’ud At-Tamanmini, MKub