“Kisah karomah Mursyid kami Syeikh Abdul Qadir Jaelani”.
Oleh: H. Derajat
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillãhirrahmãnirrahîm
Washshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.
Saudaraku yang dikasihi Allah, semoga engkau tidaklah bosan menerima dan membaca renungan Islami dari Peguron kami ini karena sesungguhnya dasar kasih sayang kami lah yang mendorong untuk saling mengingatkan kepada mu.
Inilah sebuah kisah nyata bagaimana Allah SWT merubah orang yang membenci menjadi cinta kepada Mursyid kami Syeikh Abdul Qadir Jaelani.
Takluknya orang terkaya Baghdad di hadapan As-Sayyid As Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Al Hasani. Dikisahkan bahwa Abdus Shamad bin Humam termasuk orang terkaya di Baghdad. Ia dikenal sangat cinta dunia, sombong dan takabur. Ia bangga telah memiliki dunia dan banyak orang yang bekerja kepadanya, ia mengira dapat menguasai dan memerintah mereka untuk melakukan apa saja sesenang hatinya.
Sebagai materialis sejati, ia terang-terangan tidak menyukai As-Syekh Abdul Qadir al-Jailani dan mengingkari karamahnya. Ia menuturkan pengalamannya berikut ini: “Sebagaimana kalian ketahui, aku tak pernah menyukai As Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.”
Meskipun kekayaanku berlimpah dan aku dapat memiliki apapun yang aku inginkan, aku tak pernah merasa puas senang dan tenang.
Pada suatu Jumat, ketika aku lewat di dekat madrasahnya, aku mendengar adzan. Aku berkata dalam hati: “Apa sih keunggulan orang ini, yang telah menarik perhatian banyak orang melalui karamahnya?”.
Aku akan shalat Jumat di masjidnya, Masjid itu telah penuh sesak. Aku merangsek menerobos kerumunan orang dan kuperoleh tempat persis di bawah mimbar.
As-Syekh Abdul Qadir al-Jailani mulai menyampaikan khutbahnya dan apapun yang dikatakannya membuatku jengkel.
Tiba-tiba aku merasa mulas ingin buang hajat. Tetapi aku tak dapat keluar dari masjid. Aku takut dan sangat malu, karena rasa mulas itu tak dapat ku tahan.
Perasaan jengkelku kepada As-Syekh Abdul Qadir al-Jailani kian menjadi-jadi. Namun, ketika aku dibasahi keringat dingin karena malu dan menahan mulas, pelan-pelan As-Syekh Abdul Qadir al-Jailani menuruni tangga mimbar dan berdiri di atasku. Seraya berkhutbah, ia menutupiku dengan bagian bawah jubahnya.
Tiba-tiba saja aku telah berada di lembah yang hijau dan indah. Kulihat sebuah sungai kecil yang mengalirkan air yang jernih. Segera saja aku buang hajat lalu membersihkan diri dan berwudhu.
Setelah itu, kudapati diriku kembali berada di bawah jubah As-Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Beliau pun kembali ke atas mimbar. Aku sangat takjub.
Tidak hanya perutku yang merasa nyaman, hatiku pun merasa tentram, semua kejengkelan, amarah dan kekesalan sirna sudah.
Usai shalat, aku keluar dari masjid dan pulang. Di tengah jalan, aku sadar bahwa kunci lemariku hilang. Aku kembali ke masjid dan mencarinya, namun tak kutemukan.
Keesokan harinya aku harus melakukan perjalanan niaga. Tiga hari perjalanan dari Baghdad. Kami tiba di sebuah lembah yang sangat indah. Seakan-akan dituntun ke tepi sungai yang sangat jernih. Aku langsung teringat bahwa di sinilah aku buang hajat dan membersihkan diri. Kini, sekali lagi kubersihkan diri. Dan ternyata, di sana kutemukan kembali kunci lemariku.
Sekembali ke Baghdad, aku menjadi pengikut As-Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
Itulah di antara keistimewahan As-Syekh Abdul Qodir Al-Jailani yang telah menjadi Kekasihnya Allah SWT. Beliau banyak di beri karomah oleh Allah dan itu semua kehendak-Nya.
Ku tutup risalah ini dengan do’a dari Imam Nawawi:
اللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَيْبَ مُعَلِّمِ عَنِّيْ وَلَا تَذْهَبْ بَرَكَةَ عِلْمِهِ مِنِّيْ
Allâhumma-stur ‘aiba mu‘allimî ‘annî walâ tadzhab barakata ‘ilmihi minnî
“Ya Allah, tutupilah aib guruku dariku, dan jangan Engkau hilangkan berkah ilmunya dariku.”
_________________
Sumber: Disadur dari Kitab Mawa’idz Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, karya Syaikh Shalih Ahmad Asy-Syami.