Home / Agama / Kajian / Janganlah Mudah Terheran dengan Kejadian Luar Biasa

Janganlah Mudah Terheran dengan Kejadian Luar Biasa

“Karena Istiqãmah lebih hebat daripada seribu karãmah”

Oleh: H. Derajat

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.

Saudaraku yang dikasihi Allah, artikel ini dibuat sebagai pengingat agar kita tidaklah mudah terheran dengan orang-orang yang mempertontonkan kelebihan dengan cara mendatangkan benda dari alam gaib, meramal masa depan, menebak peristiwa yang telah terjadi pada diri seseorang, tidak mempan senjata tajam atau hal lain yang menghebohkan seolah hal itu adalah sesuatu yang luar biasa.

Ingatlah Mursyid Agung kami Syeikh Abu Yazid al-Busthami berkata, “bila seorang mampu menggelar sajadah tempat shalatnya di atas air, mampu duduk bersila di udara maka janganlah sesekali kalian tertipu hingga kalian jumpai bagaimana dirinya dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah”.

Untuk lebih memahami tentang kekeramatan ada baiknya aku sajikan pembicaraan Syeikh Jumadil Kubra dengan muridnya. Patut diketahui, beliau adalah pemimpin para Wali Allah tanah Jawa periode awal masuknya Islam ke Majapahit.

Pada suatu saat, Mursyid kami dalam bertarekat Syeikh Jumadil Kubra sedang ditanya oleh muridnya menyangkut kelebihan beliau ketika Allah menganugerahkan karãmah kepada diri beliau:

Tuanku, Engkau bisa berjalan di atas air….“. Murid-muridnya berkata dengan kekaguman kepada Syaikh Jumadil Kubra.

Itu bukan apa-apa. Sepotong kayu juga bisa“. Syeikh Jumadil Kubra menjawab pertanyaan muridnya.

Muridnya menambahkan: “Tetapi engkau juga bisa terbang ke angkasa, wahai Guru“.

Syaikh Jumadil Kubra: “Demikian juga burung-burung itu bisa terbang”.

Murid: “Wahai Guru, engkau juga bisa bepergian ke Ka’bah dalam sedetik”.

Syaikh Jumadil Kubra: “Setiap Jin yang kuat pun akan mampu pergi dari India ke Demavand dalam sedetik”.

Murid: “Namun guru, engkau juga kebal senjata dan kebal api”.

Syaikh Jumadil Kubra: “Batu karang di pantaipun bisa kebal seperti itu”.

“Kalau begitu. Apa kehebatan seorang manusia sakti yang sebenarnya.…?” Murid-muridnya ingin tahu.

Syaikh Jumadil Kubra tersenyum lalu beliau menjawab: “Manusia sakti ialah mereka yang bisa menjaga hatinya agar tidak berpaling kepada sesuatupun selain Allah. Hatinya selalu Dzikrullah dalam keadaan apapun, sehingga bisa bersabar ketika di uji dan bisa bersyukur ketika diberi rezeki. Dengan dzikirnya maka rasanya rata datar seperti air sehingga tidak senang ketika dipuji dan tidak sakit hati ketika dihina. Dengan dzikrullah maka ia bisa terbang hijrah dari kegelapan perbuatan dosa ke jalan ketaqwaan penuh cahaya. Dan kebal dari segala godaan setan”.

Yang menjadi patokan bagi seorang salik dalam ilmu tarekat adalah tidak mudah terheran terhadap keanehan yang dibuat oleh manusia bahkan seorang Nabi pun adalah manusia biasa yang terkena luka bila kena senjata tajam sebagaimana disebutkan dalam hadits:

“Dari Sahl RA, ia berkata, “Tatkala pecah pelindung kepala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan wajah beliau berdarah dan pecah gigi seri beliau Ali bolak-balik mengambil air dengan menggunakan perisai (sebagai wadah air) dan Fatimah mencuci darah yang ada di wajah beliau. Tatkala Fatimah melihat darah semakin banyak lebih daripada airnya maka Fatimahpun mengambil hasir (yaitu tikar yang terbuat dari daun) lalu diapun merobeknya dan menempelkan robekan tersebut pada luka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka berhentilah aliran darah”. (HR. Bukhari no 2903)

Hadits di atas adalah salah satu dalil yang menunjukkan bahwa seorang Nabiyullah itu adalah basyar atau manusia biasa seperti manusia pada umumnya.

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ … ۞

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. (QS. Al-Kahfi [18]: 110).

Rasulullah SAW tergores oleh sabetan pedang musuh dan mengalirkan darah hingga membasahi jenggotnya. Demikian pula dengan bibir beliau, mengalami sebuah sobekan dan hidungnya juga terluka.

Yang namanya Wali Allah itu juga manusia biasa dan tidak semuanya punya karãmah dan tidak semuanya mempunyai mata batin yang khawwãs.

Tetapi yang harus diingat, belum tentu Wali Allah yang mempunyai karãmah itu tingkatannya lebih tinggi dari Wali Allah yang tidak mempunyai karãmah. Karena dalam dunia Kewalian, istiqãmah itu lebih baik dari seribu karãmah.

Begitu juga, Wali Allah yang mempunyai mata batin yang khawwãs itu belum tentu lebih tinggi tingkatannya dari Wali Allah yang tidak mempunyai mata batin yang khawwãs. Karena Wali Allah yang punya mata batin yang khawwãs itu bisa melihat cela orang lain, tapi kesulitan melihat celanya sendiri. Sedangkan Wali Allah yang tidak mempunyai mata batin yang khawwãs, malah tidak pernah mencela orang, karena ia tidak melihat cela orang lain sedikitpun.

Terakhir, Seorang Mursyid kami yang lain, Syaikh Ahmad Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari membuat sebuah analisis tentang perjalanan seorang salik yang terpedaya akan hal-hal yang aneh dan eksploitasi berlebihan akan alam-alam lain selain alam manusia.

Adakalanya seorang salik dibukakan hijab ghaib, namun ia harus mengabaikan hal itu. Perhatikanlah Hikmah 29 dalam Kitab Al-Hikam, beliau mengatakan:

مَا أَرَادَتْ هِمَّةُ سَالِكٍ أَنْ تَقِفَ عِنْدَ مَا كُشِفَ لَهَا إِلَّا وَنَادَتْهُ هَوَاتِفُ الْحَقِيْقَةِ الَّذِي تَطْلُبُ أَمَامَكَ، وَلَا تَبَرَّجَتْ ظَوَاهِرُ الْمُكَوَّنَاتِ إِلَّا وَنَادَتْكَ حَقَائِقُهَا (إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ).

“Tiada berkehendak semangat seorang salik (yang berjalan menuju kepada Allah) untuk berhenti ketika terbuka baginya sebagian yang ghaib, melainkan segera diperingatkan oleh suara hakikat: “Itu bukan tujuan, dan teruslah berjalan ke depan”. Demikian pula tiada tampak baginya keindahan alam, melainkan diperingatkan oleh hakikatnya: “Bahwa kami semata-mata hanya sebagai ujian, maka janganlah tertipu sehingga menjadi kufur (terhijab)”.

Adakalanya seorang salik asyik mengeksploitasi alam-alam lain dalam perjalanannya, sementara ia tak menyadari bahwa itu seperti perbuatan himar (keledai). Perhatikanlah Hikmah 51 dalam Kitab al-Hikam, beliau mengatakan:

لاَتـَرْحَلْ مِنْ كوْنٍ اِلَى كَوْنٍ فَتَكُوْنَ كَحِمَارِ الرَّحىٰ يَسِيْرُ وَالْمَكَانُ الَّذِىْ ارْتَحَلَ اِلَيْهِ هُوَ الَّذِيْ اِرْتَحَلَ مِنْهُ وَلٰكِنْ اِرْحَلْ مِنَ الْاَكْوَانِ اِلَى الْمُكَوِّنِ . وَاِنَّ اِلىٰ رَبِّكَ الْمُنْتَهٰى

“Jangan berpindah dari satu alam (makhluk) ke alam (makhluk) yang lain, (jika itu dilakukan) berarti sama dengan himar [keledai] yang berputar di sekitar penggilingan, ia berjalan menuju ke tempat tujuan, tiba-tiba itu pula tempat yang ia mula-mula berjalan dari padanya, tetapi hendaklah engkau pergi dari semua alam menuju kepada pencipta alam; Sesungguhnya kepada Tuhanmu puncak segala tujuan.”

Wallãhu A’lamu bish-Shawãb.

Mari kita tutup artikel ini dengan doa. Sebuah do’a supaya kita beroleh ilmu yang bermanfaat:

اَللّٰهُمَّ إِِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا ۞

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat dari hati yang tidak khusyuk, dari nafsu yang tidak pernah kenyang, dan dari doa yang tidak diperkenankan”.

Ãmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

About admin

Check Also

Mengapa Harus Bulan Ramadhan?

”Mengapa Allah SWT menurunkan perintah berpuasa kepada orang-orang beriman jatuh di bulan Ramadhan?”. Oleh: Admin ...