Berita Naskah Nagarakertagama
SELAYANG PANDANG
Ketika berbicara sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara, secara sepontan akan terlintas dan terbayang dalam pikiran seiring dengan beberapa kata-kata kunci akan keluar seperti: raja, pangeran, pramesuri, putra mahkota, istana, perang, menyerang, pasukan, tentara, saling membunuh, menguasai, menaklukan, kekuasaan, wilayah, dinasti, keturunan, tahta, kekerasan, kudeta, silsilah keluraga raja dan lain sebagainya. Diakui atau tidak itulah yang ada dalam pikiran semua orang jika ada tema tentang sejarah Nusantara. Jarang sekali orang kepikiran masalah seni, kesenian, pagelaran, karya seni, musik, prilaku, kehidupan keseharian, tatakrama, hukum adat dan semua yang berkaitan dengan sosial serta budaya kemasyarakatan.
Terkadang kita sangat meyepelekan arti tahun dalam hitungan sejarah, misal pergantian tahun atau abad, sungguh cepat seakan lama waktu 1 tahun serasa 1 detik, 1 abad seoalah-olah 1 menit, ya atau tidak pembaca? Jawab jujur. Ketika misal seorang raja memerintah 20 tahun seolah-olah itu tiada berarti, berlalu tanpa makna. Padahal masa orde baru selama 32 tahun, kita sudah teriak-teriak bahwa itu kelamaan, terlalu lama dan tidak wajar. Kerangka berpikir ini yang harus dimiliki untuk menjiwai sejarah.
Terkadang dilupakan bahwa kerajaan tiada bedanya dengan kehidupan bernegara saat ini, lintas pikiran kita hanya memberikan ruang penokohan terhadap raja dan silsilah keluarganya, jarang sekali diantaranya memperhatikan para pelaku dan keadaan pada masa sejarah itu. Semisal masyarakat dengan kondisi sosial kemasyarakatan dan sarana pendukung lainnya semisal tingkat peradaban sebagai wujud kebudayaan yang sangat mempengaruhi keberelangsungan kehidupan kerajaan.
Penulis mengangkat data sejarah ini, walau judul diatas pastie mengundang pertanyaan, tapi itulah kenyataannya yaitu tentang Hayam Wuruk yang mempunyai hobbi menyanyi bahkan dia seorang komedian yang bisa ngocok perut. Penulis pastikan bahwa itu data sejarah! Bukan sembarangan judul artikel.
Lebih jauh dari itu bahwa pada kehidupan bernegara di kerajaan Majapahit banyak hal yang merupakan ciri dari identitas Majapahit pada waktu itu, khususnya pada masa kepemerintahan Sri Rajasanagara alias Hayam Wuruk. Bagai mana pola kepemerintahan dan pola hubungan masyarakat terjalin sempurna. Hobbi menyanyi bagi seorang kepala negara, kepala pemerintahan atau tepatnya raja tentunya punya makna tersendiri. Khusus untuk Hayam Wuruk ini lebih karena tuntutan keharusan terhadap status sosialnya yang dia sandang.
Prilaku sosial dan budaya akan kelihatan jelas didalam uraian Nagarakertagama, tersirat makna yang dalam dengan apa yang disampaikan Negarakertagama tentang hubungan yang harmonis antara masyarakat dengan pemerintahannya, saling memperhatikan dan sama-sama tunduk serta patuh terhadap semua kesepakatan aturan dalam bentuk perundang-undangan yang sudah ditetapkan dan diberlakukan.
Justru ketika pemerintahan Hayam Wuruk sama sekali tidak dikisahkan tentang adanya pergerakan pasukan atau mobilisasi pasukan keluar wilayah, tidak ada cerita invasi ke negara lain atau pertempuran besar yang bisa dijadikan monumental sejarah, sama sekali tidak ada. Penumpasan pemberontakan Sadeng dan Keta itu dilakukan sebelum Hayam Wuruk naik tahta oleh Gajah Mada, sebagai pemimpin operasi militernya. Sedangkan pemberontakan Nambi terjadi saat Sri Jayanagara, raja sebelum Hayam Wuruk dan beliau sendiri peminpin penumpasannya. Tentang penaklukan Bali, ini yang menjadi pertanyaan besar, tidak diberitakan sama sekali oleh Naskah Nagarakertagama.
Bahkan peristiwa perang Bubat antara Majapahit dan Sunda Galuh yang digembar-gemborkan selama ini yang konon menurut Naskah Pararaton terjadi pada tahun 1357 Masehi, itu tepat saat-saat Hayam Wuruk melakukan serangkaian Tour Wisata, Safari keliling daerah dan kunjungan kenegaraan tentunya bagi para pejabat daerah. Tahun-tahun itu sama sekali tidak ada tanda-tanda persiapan untuk suatu pernikahan ataupun rencana pertempuran. Rasa suka cita malahan yang terjadi. Tentu sangat kontroversi dengan apa yang selalu dikisahkan tentang cerita sentimentil yang menghiasinya.
TENTANG MUSIK
Musik adalah bahasa universal. Itu adalah benar. Musik adalah sistem yang unik untuk mengkomunikasikan ide, emosi, dan merupakan produk kebudayaan manusia. Keterkaitan antara musik dan manusia selalu menjadi fokus kajian karena kebudayaan musik adalah produk konseptual (cognitive) dan perilaku (behavior) masyarakat. Ia juga bertindak sebagai ilmu pengetahuan dan seni tentang kombinasi ritmik dari nada-nada, baik vokal maupun instrumental, yang meliputi melodi dan harmoni sebagai ekspresi dari segala sesuatu yang ingin diungkapkan terutama aspek emosiona.
Mengenal musik dapat memperluas pengetahuan dan pandangan selain juga mengenal banyak hal lain di luar musik. Pengenalan terhadap musik akan menumbuhkan rasa penghargaan akan nilai seni dan budaya kreatifitas masyarakat, selain menyadari akan dimensi lain dari suatu kenyataan yang selama ini tersembunyi sebagai ungkapan rasa indah, tenang, tentram, dan nyaman sebagai manusia terlebih sebagai bagian dari masyarakat secara lebih luas di dalam bentuk suatu konsep pemikiran yang bulat, dalam wujud nada-nada atau bunyi lainnya yang mengandung ritme dan harmoni, serta mempunyai suatu bentuk dalam ruang waktu yang dikenal oleh setiap pribadi serta pribadi-pribadilainya lain dalam lingkungan sekitarnya.
Oleh karenanya, musik merupakan ciri khusus spesies manusia karena musik merupakan aspek perilaku manusia yang ada di mana–mana dengan bunyi yang teratur, bukan saja bersifat moral normatif, melainkan juga diakui selaras berdasarkan penghitungan para ahli ilmu fisika, kaitannya bahwa musik bisa mempengaruhi pola gelombang otak manusia. Berhubungan dengan pola sikap dan prilaku.
Dari musik ini mencirikan adanya rasa seni dalam masyarakat dan dari seni inilah sebagai cerminan dari sistem dan nilai-nilai budaya sosial yang maju serta mengindikasikan sedang dalam posisi nyaman, aman, makmur dan sejahtera. Karya-karya seni akan bermunculan pesat kalau situasi dan kondisi negara mendukung, tidak dalam tekanan dan rasa frustasi masyarakatnya menghadapi keberlangsungan hidupnya sendiri.
BILA SEORANG PRESIDEN BERNYANYI ATAU BERMAIN MUSIK
Diatas dikatakan bahwa musik adalah sistem yang unik untuk mengkomunikasikan ide dan emosi. Ketika seorang presiden bernyanyi tentunya ini akan menjadi sesuatu yang menarik, aneh, tidak biasa, jarang terjadi, antara percaya dengan tidak, sekaligus membuat rasa keinginan lebih mengenal sosok pribadi sang presiden.
Sejatinya, ini adalah proses mengkomunikasikan ide dan emosi dari seorang presiden, seolah-olah ia ingin mengatakan bahwa pribadinya adalah pribadi yang terbuka, ramah, sederhana tidak ekslusif, wajar, manusiawi dan siap bersahabat. Aktivitas itu sebagai simbolisasi semangat kekeluargaan, kebersamaan, menunjukan perasaan yang sama, hubungan kedekatan secara emosi dan mencairkan suasana formil dan normatif.
Lihat! Bagaimana Empat lagu ciptaan presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dimainkan di acara festival java jazz 2012 oleh dua musisi jazz asal AS, Jeff Lorber dan Jeff Pescatto, kedua musisi ini juga diiringi oleh menteri perdagangan RI pada keyboard, Gita Wiryawan. Dalam acara tahunan Festival Java Jazz yang kembali digelar. Acara ini cukup untuk mengobati kerinduan para penggemar musik jazz. Tidak hanya mengobati kerinduan, acara ini cukup menghebohkan sejarah bangsa kita, dalam acara Festival Java Jazz ini Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono bersama ibu Ani Yudhoyono, dan didampingi sejumlah menteri menikmatin Festival Java Jazz di Hall D1, Jakarta International Expo, Kemayoran.
Lagu yang berjudul “Kuyakin…” lagu SBY pertama yang dimainkan oleh Jeff Lorber dan Jeff Pescatto sebagai lagu pembuka. dan 3 lagu lainnya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa inggris yaitu: Like the Wind, Coming Home dan Mother Earth.
Menteri perdangangan Gita Wiryawan juga ikut tampil mengiri penyanyi Joy Tobing dengan permainan keyboradnya. Gita Wiryawan yang mengaku pecinta musik jazz dan sudah sejak lama telah mendengar karya karya dua musisi asal AS, Jeff Lorber dan Jeff pescatto menyatakan alasan atas pemilihan lagu ciptaan presiden RI SBY. ” suka saya lagunya bagus dengan sebuah pendekatan perdamaian. mereka berdua (jeff Lorber dan Jeff Pescatto) suka dan tersentuh”, ujar Gita Wiryawan.
Rudi, panggilan akrab (B.J. Habibie, Presiden RI ke-3) terlahir dan terlanjur menjadi menjadi pintar hehehe. Ia dikenal sebagai anak pendiam yang lebih suka berdiam diri dirumah dan berkutat dengan buku daripada harus bermain diluar rumah. Buku menurutnya lebih menarik dari kegiatan apapun. Tak hanya itu, dengan sifat pendiam dan bertubuh kecil, banyak teman-temannya yang menganggap dirinya lemah, namun ia pernah menang berkelahi dengan teman yang badannya lebih besar dan tinggi darinya. Selain buku, Rudi juga suka bernyanyi, nyanyi merupakan kegiatan yang ia sukai setelah membaca buku. Ia sangat suka bernyanyi sambil mengeluarkan gayanya yang unik. Ketika menjabat presiden, beliau juga suka bernyanyi.
Mungkin Obama terjebak dengan berada di atas panggung di Apollo, tetapi ketika Presiden Obama memutuskan untuk menyanyikan beberapa baris dari Al Green “Let’s Stay Together” selama acara penggalangan dana, kejadian itu menghebohkan.
“Obama sings Al Green” adalah istilah yang paling dicari di Google pada jam 13.00 siang saat peristiwa itu terjadi, sementara “Al Green” menjadi tren di Twitter di Los Angeles. Apa yang dilakukan Obama sebenarnya bukanlah nyanyian yang enak didengar, tapi keberanian menyanyikan lagu itu yang membikin heboh.
“I….so in love with you….” Obama bernyanyi, sebelumnya nyengir dulu kehadirin disana dan mengatakan bahwa “those guys” maksudnya yang berada dibelakang panggung mengatakan bahwa dia tidak akan melakukannya, alih-alih bercanda “Don’t worry, Rev, I can’t sing like you, I just wanted to show my appreciation.” Itu yang dikatakan Obama. Disini jelas dia ingin menyampaikan ide tentang apresiasinya terhadap terhadap dunia musik. Selain itu Obama pernah mencium bayi atau makan es krim di sebuah toko soda lokal dan itu memberikan dampak yang kuat bagi popularitasnya.
Ditempat lain barack Obama melantunkan lagu bernuansa blues ”sweet Home Chicago” bersama Mick Jagger dan juga yang lainnya seperti B.B. King dan Buddy Guy dengan mendapat jumlah rating 5,2 juta viewer. Tercatat pula Richard M Nixon yang bisa bermain alat musik piano. Menurut Majalah billboard setidaknya ada 5 presiden yang mempunyai talenta musikal, dan bukan karena hanya ingin tampil, tapi betul-betul bisa dan biasa bermusik.
Sebagai contoh lagi, lihat video dari Presiden Bill Clinton menyanyikan lagu John Lennon “Imagine” dengan bintang pop remaja Israel, Liel, pembaca silakan cari sendiri di youtube hehehe. Walau suara Clinton kemungkinan sedikit sumbang. Juga Presiden Ronald Reagan, yang notabene berasal dari seorang aktor sebelum ia masuk ke panggung politik, dia tidak bisa bernyanyi keras dan membanggakan, tapi pada tahun 1991, Reagan terlihat di video bernyanyi bersama dengan Eureka College Troubador Singing Group, walaupun dalam video itu kita sama sekali tidak bisa mendengar suaranya, ngangap doankkkk kalee hehehe, bisa dibanyangkan gak pembaca? tapi itu cukup membuat pandangan masyarakat berubah orentasinya terhadap Reagen yang menghargai dunia musik.
Yang perlu dicatat. Apa yang dilakukan para presiden itu sebenarnya bukan untuk menghibur orang lewat nyayian, atau “aji mungpung”, tentunya kalau bukan presiden siapa yang mau dengar! hehehe, kasarannya seperti itu. Atau pun kalau memang benar-benar bisa, ngapain juga presiden bernyanyi? kaya gak ada kerjaan aja hehehe. Point-nya disini adalah, bahwa mereka mencoba menjaga sisi emosional kedekatan dengan masyarakat atau konstituennya. Sekali lagi dalam rangka membuka diri dari ketegangan, mencairkan suasana dari yang bersifat formil, normatif dan protokoler sekaligus menyampaikan ide bahwa mereka siap berkomunikasi secara biasa dengan masyarakatnya, siap mendekatkan diri dan seolah-olah ingin menyampaikan “aku (president) juga manusia biasa” yeyyy geer, ya siapa bilang juga Onyet? hehehe.
RAJA HAYAM WURUK BERNYAYI, INI BARU LUAR BIASA…APA LUAR BIASA BARU!?
Tentang Raja Hayam Wuruk melantunkan lagu, bernyayi, hal ini diberitakan oleh Teks Naskah Nagarakertagama tepatnya di pupuh ke-91 dan ke-92. Penulis mecoba untuk menampilkan berita ini dalam bentuk teks asli yng sudah dilatinkan dan tafsir terjemahan oleh Theodore Pigeaud dan Prof. DR Slamet Mulyana sebagai berikut:
[Pupuh 91]
- jurwiyanin / cucud saha buyut nikan amaceh maceh, prapta manrtta riɳ çwaran umambil i sadulur ika, solahulah nikamuhara guyw anukani lumihat, etunikhan wineh waçana taɳ para wadana kabeh.
- ri wkasan kinon / marka milwalariha ri harp, mantry upapatti kapwa dinulurnyan alarih aniduɳ, manhuri khandamohi paniduɳnira titir inalm, çri nrpatin widagda manulangapi rsp alanö.
- gita narendra maɳhlahlandani jner anani, mrak manawuwwan i padapa tulyanika rin alanö, lwir mmadu len / guladrawa rinok / rin amanis anener, wança maghasa tulyanika rin rs anuner i hati.
- haryya ranadikara lali yan hatur i narapati, haryya mahadikara ta dulur nika parn amuwus, an / para handyan apti miha- (133a) te siran arakherakhet, a juga linnira t-her umantuk / hadadadakan.
- çri krtawarddaneçwara mamanjaki si ra rumuhun, nkana rika witana ri tnah rinacana dinadak, çorinireki gitada lawan / tkesira rahajöɳ, sotan ulah karamyan ikanaɳ guyu juga winanun.
- ndaluwaran sireki ri dataɳ narapatin anadeg, gitaniranyat andani girahyasen in umulat, çoranireki suçrama nirukti lituhayu waged, gi ta nikanhiribhirib aweh rsepanin umulat.
- çri naranatha tan sipi wagusnira tlas arasuk, asta tkesnirekin upabharyya rahayu sawala, tusnin amatya wança wicaksana tetes in ulah, etuniran pabanwal anibaken ucapan anne.
- naɳ nawanatya kapwa tinapaknira tinewekaken, asya makadi tan pat ikaɳ guyu parn aslur, mwaɳ karunamanun tanis aweh skel apuhara luh, etu nikaɳ tumon / pada kamanusan anenanen.
- sinhitin arkka linsir irika nrpatin atlasan, nka para handyan amwit umusap / ri padatala haji, liɳ nika muktapapa sinunan sukha kadi tan i rat, tan / wuwusen / stuti- (133b) nya haji sampun umulih hi dalm.
[Pupuh 92]
- manka tinkahiran/ pamukti sukha riɳ pura tumkani sestiniɳ manah, tatahhan lara dahat/ ndatan malupa riɳ kaparahitan i haywaniɳ praja, anwam/ tapwana kabwatan sira tathapi sugata sakalan/ maharddika, deniɳ jñana wiçesa çudda pamademnira ri kuhakaniɳ duratmaka.
- ndatan mahuwusan kawiryyanira len/ wibhawanira dudug/ rin ambara, singih çri girinathamurtti makhajanma ri siran agawe jagaddita, byakta manguh upadrawawihan i sajñanira manasar iɳ samahita, moktan kleça keta katona nuniweh wuwusana tika saɳ sada mark.
- nahan hetuni kottaman/ nrpat kaprakaçitaɳ pinujiɳ jagattraya, sakwehniɳ jana madyamottama kanista pada mujaraken/ çwarastuti, anhiɳ sotnika mogha langen atuwuh wukira sira panöbaniɳ sarat, astwanirwa lawas/ bhatara rawicandrama sumelh i bhumimandala.
Terjemah Theodore Piegaud untuk pupuh 91 yang diberikan judul bahasan dalam THE ANNUAL COURT FESTIVAL IN MAJAPAHIT. Pigeaud 1, pp. 64-71; Ketut Riana, pp. 394-439. – Pigeaud 3, pp. 97-109; Robson, pp. 84-92. Dan pupuh 92 tentang “The poetically narrated tale about the Empire of Majapahit concludes with a glorification of the king in 1365”. Pigeaud 1, pp. 72-75; Ketut Riana, pp. 440-457. – Pigeaud 3, pp. 110-114; Robson, pp. 92-98.
[Canto 91]
- A jurw iy angin (female dancer), witty, in company of Buyut (an old man) then causes merriment. She comes on dancing, in the text (of her song, she tells) that she is taking a companion there. All that variegated acting causes laughter, giving pleasure to the onlookers. Therefore she is given clothes by the common wadanas (speakers) all.
- At the end she is ordered to enter into the Presence to join drinking liquor in front (of Royalty), Mantris (mandarins) and upapattis (assessors-at-law) equally are taken for companion by her, drinking liquor, singing kidungs (songs). Manghuri, Kandamohi, Their kidung-singing is unceasing, and praised. The Illustrious Prince, being expert, joins in, pleasant, (poetically) charming.
- The Prince’s singing is maving, causing amazement, touching. A peacoek carolling on a tree is the likeness for it in the (poetically) charming (parts). Of the kind of honey and sugar, fluid, mixed, it is in the sweet (parts), agreeable. Grating bamboo is the likeness for it in awe-inspiring (parts), stinging in the heart.
- Arya (the Honourable) Ranadhikara is forgetful that there is a respectful announcement (to be made) to the Princes. Arya (the Honourable) Mahadhikara now is his companion, together they speak: that the eommon handyans (squires) wish to see Them performing rakets (musical plays). A only is Their word. At onee they return (to their places) making provisions.
- The Illustrious Kertawardhana-Master is panjak (initiator) for Him (the King) first, there in that witana (hall) in the centre, decorated, improvised. His Shori here, Gitada with His Tekeses are beautiful. As it is an act of pleasantry only laughter is aroused then.
- Then He disperses (his troupe) at the coming of the Prince, making his appearance. His (the King’s) songs, are something different, causing the onlookers to be excited. His Shori here is doughty, matching, good-looking, skilful. Those songs are insinuating, giving pleasure to the onlookers.
- The Illustrious Prince, not missing the mark is His neatness, completely dressed. Eight are His Tekeses here, being upabharyas (companions), beautiful, worthy. scions of amatya (well-born) families, so (they are) discerning, accurate in conduct. Therefore He, banol-playing (joking), letting fall (facetious) sayings, hit the mark.
- So then the Nawanatya all was followed by Him and brought to a conclusion. Merriness made the beginning; without interruption was the laughing together in succession, and pity aroused weeping, giving anguish, causing tears. Therefore those who saw it were altogether touched in their minds.
- The inclination of the sun was declining: then the Prince was making an end. Then the common handyans (squires) took their leave, wiping our lord’s Foot-soles. The words of those (men) were: released from evil, given joy as if not in the world. Not to be mentioned is their praise. Our lord at last returned into the Interior.
[Canto 92]
- Thus is His order (of life): enjoying pleasure in the Royal compound attaining all desires of the heart, not selfish at all, not forgetting the care for the welfare of others (especially) for the weal of the realm. Young to be sure now, (and moreover) burdened is He, but then being Sugata (Buddha) in the body, he is rich in wisdom. On account of wisdom’s paramount power is (to be considered) pure His killing of the rascality of miscreants.
- Not ending is His manfulness, on the other hand His magnificence reaches the heavens. Verily he is the Illustrious Girinatha (Shiwa) incarnate, who used a birth in Him (in order) to work for the world’s welfare. It is clear one meets with disasters (if) opposing any of His orders, (if) erring in the set task. Expunged are the stains, exactly, (as soon as) are seen and also spoken to (by the King) those (who) always (regularly) enter into the Presence.
- Such is the cause that the Prince’s excellence is renowned, praised in the three worlds. All people, middle, excellent, low, equally are uttering songs of praise. Only this is their prayer: hereafter lasting with the life of a mountain may He be, the shelter of all the world, that he verily may imitate the great age of the Lords Sun and Moon, shining over the earth-circle.
Dan terjemahan menurut Prof.Dr Slamet Mulyana adalah sebagai berikut:
Pupuh 91
- Pembesar daerah angin membadut dengan para lurah, Diikuti lagu, sambil bertandak memilih pasangan, Solah tingkahnya menarik gelak, menggelikan pandangan, Itulah sebabnya mereka memperoleh hadiah kain.
- Disuruh menghadap Baginda, diajak minum bersama, Menteri upapati berurut minum bergilir menyanyi, Nyanyian Manghuri Kandamuhi dapat sorak pujian, Baginda berdiri, mengimbangi ikut melaras lagu.
- Tercengang dan terharu hadirin mendengar swara merdu, Semerbak meriah bagai gelak merak di dahan kayu, Seperti madu bercampur dengan gula terlalu sedap manis, Resap mengharu kalbu bagai desiran buluh perindu.
- Arya Ranadikara lupa bahwa Baginda berlagu, Bersama Arya Mahadikara mendadak berteriak, Bahwa para pembesar ingin beliau menari topeng, “Ya!” jawab beliau; segera masuk untuk persiapan.
- Sri Kertawardana tampil ke depan menari panjak, Bergegas lekas panggung disiapkan di tengah mandapa, Sang permaisuri berhias jamang laras menyanyiakan lagu, Luk suaranya mengharu rindu, tingkahnya memikat hati.
- Bubar mereka itu, ketika Sri Baginda keluar, Lagu rayuan Baginda bergetar menghanyutkan rasa, Diiringkan rayuan sang permaisuri rapi rupendah, Resap meremuk rasa merasuk tulang sungsum pendengar,
- Sri Baginda warnawan telah mengenakan tampuk topeng, Delapan pengiringnya di belakang, bagus, bergas pantas, Keturunan arya, bijak, cerdas, sopan tingkah lakunya, Itulah sebabnya banyolannya selalu tepat kena.
- Tari sembilan orang telah dimulai dengan banyolan, Gelak tawa terus-menerus, sampai perut kaku beku, Babak yang sedih meraih tangis, mengaduk haru dan rindu, Tepat mengenai sasaran, menghanyutkan hati penonton.
- Silam matahari waktu lingsir, perayaan berakhir, Para pembesar minta diri mencium duli paduka, Katanya: “Lenyap duka oleh suka, hilang dari bumi!”, Terlangkahi pujian Baginda waktu masuk istana.
Pupuh 92
- Begitulah suka mulia Baginda raja di pura, tercapai segala cita, Terang Baginda sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat dan negara, Meskipun masih muda, dengan suka rela berlaku bagai titisan Buda, Dengan laku utama beliau memadamkan api kejahatan durjana.
- Terus membumbung ke angkasa kemashuran dan peperwiraan Sri Baginda, Sungguh beliau titisan Batara Girinata untuk menjaga buana, Hilang dosanya orang yang dipandang, dan musnah letanya abdi yang disapa.
- Itulah sebabnya keluhuran beliau mashur terpuji di tiga jagad, Semua orang tinggi, sedang, dan rendah menuturkan kata-kata pujian, Serta berdoa agar Baginda tetap subur bagai gunung tempat berlindung, Berusia panjang sebagai bulan dan matahari cemerlang menerangi bumi.
MAKNA NYAYIAN HAYAM WURUK
Ternyata nyayian dan candaan dalam bentuk pagelaran langsung atau acara-acara kumpul bersama sudah menjadi tradisi dalam lingkungan keraton Majapahit, ini terlihat jelas dari berita yang disampaikan oleh Nagarakertagama pupuh 91. Para lurah (red, mungkin maksudnya para kepala prajurit), para pembesar istana, bahkan seluruh para mentri kerajaan mampu melakukan tarian, nyayian dan candaan atau lawakan. Bisa jadi kemampuan itu bagi mereka adalah sarana untuk menunjukan status sosial dan menujukan perbedaan strata pendidikan atau derajat ilmu pengetahuan.
Begitu juga Hayam Wuruk sebagai seorang raja, tentunya kemampuan sastra merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki supaya dia kokoh dan bisa membaur dalam lingkungan pergaulan istana. Kemampuan Itu ditunjukan jelas bahwa ketika Hayam Wuruk bernyanyi mendapat sorak pujian, ya bisa jadi benar bahwa apa yang dilantunkan itu bagus atau sorak itu hanya karena penghargaan terhadap seorang raja, kedua kemungkinan itu bisa saja terjadi.
Lagu “Manghuri Kandamuhi”, mungkin sejenis kakawihan, yang sangat digemari oleh khlayak dan para pejabat, bahkan Hayam Wuruk pun ikut menyayikannya. Kelihatannya Manghuri Kandamuhi itu lagu wajib yang setiap pejabat harus hapal dan bisa melantunkanya. Bisa jadi dinyanyikan estafet. Hanya penulis, mohon maaf, tidak bisa menjelaskan detail tentang apa itu jenis lagu atau nyanyian “Manghuri Kandamuhi”, soale gak punya datanya hehehe.
Diselingi oleh acara minum-minum, baik minuman keras atau minum biasa. Jenis minuman keras biasanya disaat itu terkenal seperti tuak nyiur, tal, arak kilang, brem, tuak rumbya, Itulah hidangan minuman yang utama, Wadahnya emas berbentuk aneka ragam, Nagarakertagama pupuh 90 bait ke-2. (wooowww!!!??? wadahnya dari emas…..habis minum wadahnya diumpetin atau dibungkus hehehe, emangnya kiteee mas broww….).
Tradisi minum ini seakan-akan mendunia. Lihat di jepang. Tradisi minum teh yang sangat melegenda diantara para samurai dan pejabat kesogunan bahkan para pejabat kerajaan di Cina pun sama melakukannya, sama juga ditambah tarian dan lawakan atau candaan. Memang minuman seolah-olah ditakdirkan untuk mendampingi semua acara yang nyantai-nyantai, suka ria dan lain sebagainya. Merokok tiada afdolll (pake f atau pake p ya? hehehe) kalau tidak diiringi dengan secangkir kopi….(aiii….sedap nyooooo mang….hehehe). Kalau minuman keras, ya jangan diceritakan lagi, sebagian besar acara perkumpulan dalam berbagai bentuk yang mengarah ke hura-hura atau pesta biasanya diiringi dengan minuman sejenis itu. Disemua tempat dibelahan bumi ini pasti melakukannya. (don’t try this at home. Right?)
Tapi intinya itu alat atau sarana. Sarana pergaulan yang diperuntukan sebagai kemasan dalam sebuah acara perkumpulan dan perjamuan, maka minuman dan makanan itulah yang menghiasi acara-acara tersebut…alangkah garing-nya kalau sebuah acara perkumpulan merayakan kebahagiaan, acara kebersamaan ataupun pesta-pesta kalau tanpa makanan dan minuman, coba bayangkan sama pembaca jika hal itu terjadi. Pasti pada mayun! Hehehe.
Kalau mengikuti apa yang disampaikan Nagarakertagama, sudah jelas bahwa Hayam Wuruk selain seorang raja dia juga berlaku layaknya sebagai selebritis kondang dengan kemampuan sastra luar biasa, seorang vokalis yang mumpuni dengan kiasan Hayam Wuruk yang bersuara merdu seperti “madu bercampur gula terlalu sedap manis, meresap dan mengharu biru kalbu bak desiran buluh perindu”, Nah lho siapa artis sekarang yang mampu seperti itu? Jawaban pembaca “Gak gue, gak kebayang nyanyinya juga kaya gimana, genre juga gak jelas, aliran musiknya gak dikenal apa jazz, keroncong, rock, metal atau pop? Jangan-jangan dangdut huahuahahahaha. Just joke! jangan lebay lah…..
Makna seorang raja bernyanyi, tidak jauh berbeda dengan seorang presiden bernyanyi, kalau dibandingkan dengan jaman sekarang. Seperti sudah disampaikan diatas bahwa ide seperti ini membuka peluang bagi pihak yang lain, maksudnya bawahannya dan lebih luas masyarakat kerajaan bahwa Hayam Wuruk adalah raja yang dekat terhadap masyarakat. Bukan seorang raja sangar, yang mampunya memerintahkan untuk menghukum orang, mengambil hak orang atau menyuruh perang. Tapi sosok Hayam Wuruk yang seolah-olah membawa misi perdamaian didalam negeri sendiri dan membuka ruang komunikasi dengan masyarakat.
Kalau diperhatikan, semua hukum dan perundangan yang dibuat pada masa itu dibuat dalam bentuk syair, karena peradaban untuk sistem pencatatan belum dimiliki secara kolosal, hanya bisa berupa prasasti dari batu atau lempengan tembaga yang jumlah serta kapasitasnya pun terbatas. Maka syairlah yang menjadi medianya. Sekaligus agar mudah dihapal dan mudah disebarkan. Tidak heran kalau para pejabat atau bangsawan lainnya harus siap dengan hapalan syair atau pun bahasa satra yang lainnya. Jadilah ini sebagai suatu kebiasaan yang membudaya disaat itu.
Sebenarnya bukan di Majapahit saja, mungkin untuk kerajaan lainnya pada masa itu atau sebelumnya atau sebelum diketemukannya sistem pencatatan kolosal, metode sastra khususnya syair inilah yang menjadi alat komunikasi. Bukan hanya di Jawa, ditanah sebrang semisal di Arab pun demikian. Ingat Al’quran dan kitab-kitab yang lahir ditimur tengah semuanya dalam bentuk syair.
Tidak hanya sebagai sarana komunikasi, makna lain dari kebiasaan tersebut, lebih dari itu menunjukan tingkat sastra yang maju karena didukung oleh para pejabat kerajaan.
Acara nyanyi, lawakan dan lain sebagainya dilakukan Hayam Wuruk bukan hanya di Istana kerajaan, tetapi disetiap daerah yang dia kunjungi, bahkan sampai diarena perburuan pun mereka lakukan.
Ini tiada lain adalah cara Hayam Wuruk untuk melakukan pendekatan terhadap masyarakat kerajaannya, dan secara tidak langsung ini merupakan publikasi kenegaran dalam menyatakan keadaan aman, tentram selamat dan sentosa. Suatu hal yang tidak mungkin kalau keadaan sebaliknya, yang ada adalah masyarakat dicekam rasa ketakutan, kemelaratan dan kebajiban berkorban bela negara.
Sekali lagi, diawal sudah disebutkan bahwa masa-masa pemerintahan Hayam Wuruk adalah masa-masa penuh kedamaian. Dengan ini pula bisa dipastikan bahwa pada masa-masa itu tingkat kesejahteraan masyarakat dan lain sebagainya sangat terpenuhi. Ini terlihat dari sekian lamanya waktu yang digunakan Hayam Wuruk untuk melakukan kunjungan kenegaraan, mengelilingi daerah kekuasaannya di Tatar Jawa. Tidak sedikit pun dalam Nagarakertagama dikisahkan peperangan, mobilisasi pasukan secara besar-besaran dan lain sebagainya yang mengindikasikan negara dalam situasi siaga perang. Negarakertagama sungguh menyajikan hubungan yang harmonis antara kepala pemerintahan dengan masyarakatnya.