Oleh: H. Derajat
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
“Manusia adalah ciptaan Allah, dan ia identik dengan Penciptanya. Karena itu, jangan kalian merendahkannya, meski kepada pendosa sekalipun”.
“Ya Allah, jauhkanlah dari hati kami perasaan sombong, takabbur dan rasa ingin merendahkan orang lain!”
Ketika aku sedang menelaah sebuah hadist Rasulullah SAW, mursyid kami yang mulia:
عَنْ عَبْدِ اللّٰهِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ، قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً ؟ قَالَ، إِنَّ اللّٰهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ ۞
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)
Setelah membaca hadits tersebut, maka aku ceritakan sebuah pengalaman dari Mursyid kami Syeikh Hasan al-Basri yang tersentuh hatinya karena ditegur seseorang yang tadinya dianggap pendosa.
Suatu hari, di tepi sungai Dajlah, Hasan al-Basri seorang Sufi besar melihat seorang pemuda duduk berdua-duaan dengan seorang perempuan. Di sisi mereka terletak sebotol arak.
Kemudian Hasan berbisik dalam hati, “Alangkah buruk akhlak orang itu dan baiknya kalau dia seperti aku..! ”.
Tiba-tiba Hasan melihat sebuah perahu di tepi sungai yang sedang tenggelam. Lelaki yang duduk di tepi sungai tadi terus terjun untuk menolong penumpang perahu yang hampir lemas. Enam dari tujuh penumpang itu berhasil diselamatkan.
Kemudian dia berpaling ke arah Hasan al-Basri dan berkata, “Jika engkau memang lebih mulia daripada saya, maka dengan nama Allah selamatkan seorang lagi yang belum sempat saya tolong. Engkau diminta untuk menyelamatkan satu orang saja, sedang saya telah menyelamatkan enam orang”.
Bagaimanapun Hasan al-Basri gagal menyelamatkan yang seorang itu. Maka lelaki itu berkata padanya, “Tuan, sebenarnya perempuan yang duduk di samping saya ini adalah ibu saya sendiri, sedangkan botol itu hanya berisi air biasa, bukan anggur atau arak”.
Hasan al-Basri tertegun lalu berkata, “Kalau begitu, sebagaimana engkau telah menyelamatkan enam orang tadi dari bahaya tenggelam ke dalam sungai, maka selamatkanlah saya dari tenggelam dalam Kebanggaan dan Kesombongan”.
Lelaki itu menjawab, “Mudah-mudahan Allah mengabulkan permohonan tuan”.
Semenjak itu, Hasan al-Basri semakin dan selalu merendahkan hati bahkan ia menganggap dirinya sebagai makhluk yang tidak lebih daripada orang lain.
Jika Allah membukakan pintu shalat tahajjud untuk kita, janganlah lantas kita memandang rendah saudara seiman yang sedang tertidur nyenyak. Jika Allah membukakan pintu puasa sunat, janganlah lantas kita memandang rendah saudara seiman yang tidak ikut berpuasa sunat. Boleh jadi orang yang gemar tidur dan jarang melakukan puasa sunat itu lebih dekat dengan Allah daripada diri kita.
Ilmu Allah amatlah luas. Jangan pernah kagum atau takjub dan sombong pada amalanmu.
Sahabatku…, indahnya nasehat ini semoga menjadi pengobat jiwa agar kita terhindar dari sifat “mazmumah“, yakni segala bentuk sifat manusia yang dapat mendatangkan kemudharatan bagi diri sendiri dan orang lain, serta dapat membahayakan iman dan mendatangkan dosa.
Sehebat apapun diri kita, jangan pernah berkata: “Aku lebih baik daripada kalian, Aku lebih bersih dari pada kalian”. (Imam Al Ghazali)