بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
KH. Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang dikenal dengan Gus Baha adalah putra Kiai Nur Salim, pengasuh pesantren al-Qur’an di Kragan, Narukan, Rembang. Kiai Nur Salim adalah murid dari Kiai Arwani Kudus dan Kiai Abdullah Salam, Kajen, Pati. Nasabnya bersambung kepada para ulama besar.
Gus Baha dikenal sebagai ulama tafsir yang ceramahnya mudah dicerna dan sarat dengan hikmah. Ia bercerita tentang kisah ulama besar yang ditegur Allah karena membenci orang yang tidur. Tausiyah Gus Baha ini sekaligus nasihat kepada kita agar tidak meremehkan orang lain.
Kisah ini didapatnya dari Habib Zein saat mengisi kajian bersama santrinya sebagaimana dilansir iqra.id. Beliau mengisahkan:
“Habib Zein itu terkenal sekali ahli ibadah. Tapi, atas nama kealimannya, beliau menceritakan Abu Yazid Al-Busthami (ulama sufi asal Persia) sering (shalat) Tahajjud karena takut akan siksanya Allah. Rata-rata motif orang ibadah itu kan takut siksa Tuhan”.
Alhasil, nyuwun sewu (mohon maaf), Abu Yazid agak-agak benci sama orang Islam yang hobinya tidur saja.
Suatu ketika Abu Yazid Al-Busthami mengalami kasyaf, di-gojlog (disindir) oleh Allah: “Yaa Aba Yazid, kamu itu jangan benci dengan hamba-Ku yang tidur-tidur. Kamu itu lihat sisi-Ku yang satu. Sepertinya kamu Tahajjud karena takut akan siksa-Ku. Kamu menganggap Aku sebagai ancaman, sampai kamu takut kemudian Tahajjud. Itu hambah-Ku yang tidur karena merasa nyaman karena Aku tidak bakal menyiksanya. Aku senang…”
Jadi ternyata, Allah itu tersanjung:
وَهَؤُلَاءِ يَعْمَلُوْنَ مِنْ عَذَابِيْ
“Mereka melakukan itu karena merasa aman dari ancaman azab-Ku”
“Pahala dia yang tidur dengan kamu (yang Tahajjud) itu sama. Namun kamu Tahajjud itu malah justru membuat-Ku kesal. Pasalnya, kamu mengira seakan Aku ini tukang menyiksa. Kamu ketakutan terus Tahajjud, kamu takut terus istighfar. Bukan begitu!?”
“Aku itu baik. Makanya ada orang yang suka tidur. Aku itu senang dengan mereka yang tidur karena merasa nyaman dengan kebaikan-Ku”.
Terkadang ibadah kita itu hanya melihat satu sisi Tuhan saja. Bahwa Tuhan itu seperti polisi yang ketat, orangtua yang ketat, aparat yang ketat.
“Aku kalau tidak Tahajjud, nanti disiksa Allah. Aku kalau tidak istighfar nanti tidak dimaafkan Allah.”
Tidak begitu cara memandang Allah. Kadang orang tidak pernah istighfar pun, tetap saja Allah ampuni. Allah memaafkan itu karena kehendak-Nya, bukan karena kamu istighfar.
Imam Suyuthi berkata:
وَيَغْفِرُ مَادُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاء اي وَاِنْ لَمْ يَسْتَغعفِرْ
“Allah mengampuni dosa bagi siapapun yang dikehendaki-Nya meskipun ia tidak memohon ampunan (istighfar)”
“Coba sekarang kamu saya tanya, Wahsyi itu mendapat hidayah karena kehendak Allah apa karena ia berdo’a? Apa bisa ia berdo’a meminta hidayah?” tutur Gus Baha.
Kenyataannya tiba-tiba dia mendapat hidayah. Padahal Wahsyi itu membunuh orang yang paling disayang Nabi, yakni Sayyid Hamzah. Sayyidina Umar apa pernah berdo’a minta hidayah? Tiba-tiba menjadi Islam.
Artinya apa? Semua itu tidak bergantung amalan, tetapi karena kehendak Allah. Makanya Imam Al-Ghazali berkata, “Orang yang percaya istighfar secara berlebihan dan menganggap itu sebagai syarat untuk menjadi Islam atau menjadi orang baik, maka tidak ada orang kafir yang masuk Islam.”
Apa ada orang zaman kafir bilang, Astaghfirullah, ihdinas shirathal mustaqim? Ya kan tidak ada. Hehehe
Tapi, kok dapat hidayah? Karena kehendak Allah. Makanya saya minta, kalau kalian suka saya, kalau istighfar ya istighfar saja, sebab merasa bersalah tapi jangan men-ta’alluq-kan istighfarmu dengan ampunan Tuhan. Bisa saja Allah mengampunimu tanpa kamu istighfar.
Semoga Allah SWT meneguhkan hati kita pada kesadaran akan rahmat-Nya, agar tidak terjebak pada merasa banyak amal sehingga merasa menjadi penghuni surga hanya semata karena amal, akhirnya merendahkan orang lain yang terlihat tidak beramal. âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
Saksikan video Gus Baha di bawah ini tentang jangan merasa menjadi orang yang banyak amal: