Home / Ensiklopedia / Analisis / IMF Merusak dan Sangat Merugikan Indonesia

IMF Merusak dan Sangat Merugikan Indonesia

Kwik Kian GieOleh Kwiek Kian Gie

Utang luar negeri pemerintah di tahun 2006 sebesar USD 132,63 trilyun. Di tahun 2011 membengkak menjadi USD 221,60 trilyun. Setelah itu pemerintah terus menerus menambah hutang dalam US Dollar dengan tingkat suku bunga yang tinggi. Ketika Sri Mulyani Menteri Keuangan, pemerintah menerbitkan SUN dalam USD dengan tingkat bunga 10,5%, sedangkan tingkat suku bunga yang berlaku di AS pada waktu yang sama hanya sebesar 0,2%.

Konon kabarnya, kedatangan Sri Mulyani selaku pejabat Bank Dunia menawarkan (atau “memaksa”) Presiden SBY menerima hutang dari Bank Dunia sebesar USD 2 milyar. Namun pemerintah bertekad memberi pinjaman kepada IMF sebesar USD 1 milyar, atau setara dengan Rp. 9,4 trilyun, yang tingkat suku bunganya nol persen. Banyak anggota DPR dan ekonom Indonesia mengatakan bahwa itu perlu karena IMF pernah menyelamatkan Indonesia dalam krisis tahun 1998. Baca Selengkapnya …

Yang saya ketahui dan pengalaman saya tidak demikian; sebaliknya sangat merusak dan merugikan lebih dari seribu trilyun rupiah. Atas pengaruh IMF, di tahun 1988 diberlakukan liberalisasi yang gila-gilaan dan sangat keblinger dalam dunia perbankan. Adrianus Mooy sebagai Gubernur BI memberlakukan kebijakan yang menentukan bahwa seseorang dapat mendirikan bank dengan modal disetor hanya sebesar Rp. 10 milyar saja.

Ketika itu sangat banyak pengusaha besar pemilik konglomerat. Buat mereka Rp. 10 milyar sangat kecil. Maka dalam waktu singkat bermunculan sekitar 200 bank. Para pemilik bank baru ini bukan bankir dan juga tidak mempunyai latar belakang atau pengalaman dalam bidang perbankan. Mereka sangat berpengalaman dan pandai dalam bidang marketing barang dagangannya.

Kemampuan dan pengalamannya membuat mereka menekankan dua instrumen, yaitu mencari lokasi untuk kantor-kantor cabang banknya dan kampanye iklan serta promosi secara besar-besaran. Mereka berhasil menghimpun dana masyarakat yang sebelumnya banyak yang disimpan di bawah bantal.

Karena bukan bankir dan juga karena konglomerat yang selalu mengembangkan usahanya, dampaknya untuk dunia perbankan dua, yaitu:

  1. Uang masyarakat yang dipercayakan pada bank miliknya dipakai untuk membiayai perluasan usahanya sendiri, walaupun itu melanggar ketentuan BI tentang Legal Lending Limit.
  2. Mengejarnya lokasi yang strategis sedemikian rupa, sehingga mereka menjadikan pemilik gedung yang strategis letaknya sebagai partner pengelola cabang bank yang bersangkutan. Bank BHS misalnya memberlakukan sistem franchise dalam bidang perbankan yang sudah jelas sangat abusrd.

Kita saksikan banyaknya kredit macet ketika Soedradjat Djiwandono yang menerima getahnya dari liberalisasi oleh Adrianus Mooy atas perintah IMF.

Jadi sebelum krisis 1998 perbankan kita sudah keropos, sudah banyak kredit macetnya, karena secara awur-awuran dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank dipakai oleh pemilik banknya secara serampangan.

Dengan pengaruh krisis dari Thailand ledakannya sangat hebat. Dalam kondisi seperti ini, IMF memerintahkan menutup 16 bank dengan alasan bahwa 16 bank tersebut sudah demikian rusaknya, sehingga tidak dapat dipertanggung jawabkan kalau masih menerima deposito dan tabungan dari masyarakat. Ini dilakukan tanpa persiapan.

Begitu diumumkan, para nasabah berduyun-duyun mengambil uangnya. Tetapi mereka menghadapi bank yang tutup. Kepada nasabah dikatakan bahwa uangnya hilang, karena mereka salah sendiri memilih bank yang tidak sehat. Jelas saja para penabung itu marah besar, merusak gedung dan peralatan bank. Mereka marah karena belum lama yang lalu 16 bank itu memasang iklan berisi laporan keuangan yang sehat. Laporan keuangannya di-audit oleh kantor-kantor akuntan terbesar di dunia.

Para deposan dari bank-bank lain yang tidak ditutup melakukan rush. Mereka hendak mengambil uangnya. Mereka mengatakan bagaimana mengetahui apakah bank pilihannya tempat menyimpan uangnya sehat atau tidak, mengingat apa yangterjadi dengan 16 bank yang mendadak.

IMF memerintahkan supaya rush dihentikan at all cost. Maka pemerintah mencetak uang dan menantang nasabah bahwa mereka boleh mengambil uangnya berapa saja. Dalam 3 hari rush berhenti setelah pemerintah mengeluarkan uang sebesar Rp. 144 trilyun.

IMF memerintahkan bahwa uang ini harus dibayar oleh pemilik bank, karena dipakai untuk menghentikan rush yang terjadi pada banknya. Hebat sekali : IMF membuat rush, IMF menyuruh pemerintah menghentikan rush dengan jumlah Rp. 144 trilyun. Pemilik bank diminta membayar kembali uang yang dipakai oleh pemerintah untuk menghentikan rush.

Jelas bahwa pemilik bank tidak mempunyai uang sebanyak itu. IMF memerintahkan memaksa pemilik bank membayar dengan sahamnya. Dengan cara ini, sekitar 200 bank mendadak menjadi BUMN.

Segera saja ketahuan bahwa para pemilik bank menggunakan uang deposan untuk mendanai usahanya. Pemilik bank disuruh membayar hutangnya, yang jelas tidak mampu karena telah menjadi perusahaan. Maka banyak perusahaan ini disita. Setelah itu IMF memerintahkan supaya dijual dengan harga sangat murah kepada swasta, baik domestik maupun asing. Kerugian pemerintah sekitar 75%.

IMF mengatakan bahwa pemerintah Indonesia hebat, karena pada umumnya negara-negara yang terkena krisis kerugiannya 85%. Perolehan kembali yang 15% itu disebut sebagai recovery rate yang normal. Pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Tim Ekonomi Berkeley Mafia berhasil mendapatkan recovery rate yang lebih besar, yaitu sekitar 25%. Menderita kerugian sebesar 75 % dianggap hebat !

Dengan tindakan-tindakan IMF tersebut pemerintah mengeluarkan uang sebesar Rp. 144 trilyun untuk menghentikan rush. Mengeluarkan OR sebesar Rp. 430 trilyun untuk menyehatkan bank, dengan kewajiban pembayaran bunga sebesar Rp. 600 trilyun.

Dalam hal OR yang jatuh tempo tidak dapat dibayar tepat waktu sesuai dengan tenornya dan harus diperpanjang dengan mengeluarkan OR atau SUN lagi, jumlah hutang pokoknya sama (tidak berkurang), tetapi pembayaran bunganya membengkak.

Dalam bank-bank yang disita terdapat asset. Asset ini dijual dengan harga murah. Dalam hal BCA assetnya senilai Rp. 53 trilyun, dijual dengan harga Rp. 20 trilyun, sehingga pemerintah merugi Rp. 32 trilun. Dikatakan bahwa itu hebat, karena recovery rate-nya masih tinggi, yaitu 38 %. Di mana-mana kalau terkena krisis, recovery rate rata-rata hanya 15%, ujar para pemimpin kita yang membenarkan tindakan IMF.

Bank yang di dalamnya mengandung OR dijual dengan harga sangat murah beserta OR yang ada di dalamnya. Satu bank sangat besar diinjeksi dengan OR sebanyak Rp. 60 trilyun. Dengan OR ini masih dimiliki bank yang bersangkutan, 51% dijual dengan harga Rp. 5 trilyun. Dalam waktu sangat singkat pemilik mayoritas menggunakan pengaruhnya membeli sisanya. Alhasil, mengeluarkan Rp. 10 trilyun mendapat bank yang sudah untung ditambah dengan tagihan kepada pemerintah sebesar Rp. 60 trilyun.

Inikah yang dianggap IMF pandai dan baik hati? Semua bank lain dari sekitar 200 bank yang tidak ditutup diperlakukan seperti ini.

Ini satu aspek saja dari perusakan yang diperbuat oleh IMF. Masih banyak bidang-bidang lain yang diacak-acak.

About admin

Check Also

20 Manfaat Mengejutkan dari Cabai Rawit

“Cayenne pepper is named after the city of Cayenne in French Guiana and is native ...