Home / Agama / Kajian / Hanya Orang Bodoh Ingin Mengubah Kehendak Allah (1)

Hanya Orang Bodoh Ingin Mengubah Kehendak Allah (1)

“Jika seseorang membenci keadaan dirinya saat ini, lalu ia bersikukuh ingin pindah dari keadaan itu dan menghendaki keadaan lain yang berbeda dengan apa yang ditampakkan Allah Ta’ala kepadanya, itu artinya, ia tidak mengenali Tuhannya sama sekali dan sudah bersikap tidak sopan terhadap-Nya.”

Oleh: Admin

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.

Sahabatku yang dikasihi Allah SWT, dalam Hikmah ke-26 Kitab al-Hikam, Syaikh Ahmad bin ‘Athaillah Assakandary menuliskan:

مَا تَرَكَ مِنَ الْجَهْلِ شَيْئًا مَنْ أَرَادَ أَنْ يَحْدُثَ فِي الْوَقْتِ غَيْرَ مَا أَظْهَرَهُ اللّٰهُ فِيْهِ .

“Alangkah bodohnya orang yang menghendaki sesuatu terjadi pada waktu yang tidak dikehendaki-Nya.”

Hikmah tersebut telah disyarah (dijelaskan) oleh Syaikh Abdullah asy-Syarqawi. Beliau mengatakan; jika hati atau tubuh seorang murid sedang berada dalam satu keadaan (ahwal) tertentu, ia harus tetap menjaga kesopanan di hadapan Allah Ta’ala dengan merelakan diri untuk tetap berada pada keadaan tersebut sampai Allah Ta’ala sendiri yang memindahkannya dari sana. Dengan satu catatan: keadaan tersebut tidak bertentangan dengan syari’at.

Misalnya, jika ia sedang berada dalam keadaan terlepas dari keduniaan (tajrid), ia harus menahan diri untuk terus berada dan rela dalam keadaan tersebut sampai Allah Ta’ala sendiri yang memindahkannya ke keadaan yang lain. Jika terbersit di hatinya keinginan untuk mencari penghidupan (kasab), itu artinya ia tidak sopan kepada Tuhannya karena ia sudah menolak keadaan yang dikehendaki-Nya untuknya.

Demikian pula, seorang murid dianggap tidak sopan terhadap Tuhannya, jika ia sedang berada dalam satu pekerjaan, namun ingin pindah ke pekerjaan lain, atau sedang berada dalam keadaan miskin, namun ingin menjadi kaya.

Empat puluh tahun silam, seseorang berkata kepadaku, “Bila Allah Ta’ala menempatkanku pada satu kondisi (ahwãl), tidak pernah sedikit pun aku kesal. Bila Dia memindahkanku ke kondisi lain, tidak pernah sekali pun aku menolaknya.” Ungkapan ini adalah buah dari ilmu dan pengetahuan (ma’rifat) tentang Allah Ta’ala dan ketuhanan-Nya.

Jika seseorang membenci keadaan dirinya saat ini, lalu ia bersikukuh ingin pindah dari keadaan itu dan menghendaki keadaan lain yang berbeda dengan apa yang ditampakkan Allah Ta’ala kepadanya, itu artinya, ia tidak mengenali Tuhannya sama sekali dan sudah bersikap tidak sopan terhadap-Nya. Tentu ini adalah tindakan menentang “hukum waktu” yang diisyaratkan oleh kaum sufi. Bagi kaum sufi, menentang “hukum waktu” merupakan dosa paling besar.

Wallãhu A’lamu bish-Shawãb

 

About admin

Check Also

Meraih Rahmat dengan Fitnah

“Setiap pengalaman pahit yang dihadapi manusia, terutama terkait hubungan dengan manusia lain, perlu dimaknai sebagai ...