Home / Agama / Kajian / Hai Sob, Islam Itu Agama Sempurna!

Hai Sob, Islam Itu Agama Sempurna!

“Tanpa kesempurnaan mana mungkin engkau bisa melihat Yang Maha Sempurna”

Oleh: Dr. Supardi S.H., M.H.*

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Was-shalãtu was-salãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wa bihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn”.

Sahabatku, untuk menjawab ungkapan dari para tokoh yang mengatakan Islam bukanlah agama sempurna, ada lagi yang berkata setiap agama itu sama, hanya untuk alasan kerukunan beragama, bagi saya pribadi, itu suatu penghinaan dan bahkan pengkhianatan agama Islam yang kita anut.

Padahal kita diwajibkan untuk memilih agama yang sempurna, namun tetap dilarang untuk melecehkan, merendahkan dan menghina agama lain, inilah konsep kerukunan yang benar. Ingatlah saudaraku bahwa Allah Maha Sempurna gak mungkin bisa dilihat melalui metoda agama yang tidak sempurna !!!

Misteri akan eksistensi Tuhan menjadi kajian dan pencarian manusia sepanjang sejarah peradabannya. Mulai dari kebudayaan sederhana sampai modern, manusia tidak bisa melepaskan diri dari hubungan kontak dengan Tuhan, kemudian dari hasil pencarian itu kemudian timbullah agama dan keyakinan manusia.

Hal yang sama dilakukan Kangjeng Nabi Muhammad dalam pencarian di kesunyian Gua Hira yang akhirnya tersambung dengan Sang Pemilik Alam, Allah SWT. Beliau menjadi Sang Nabi Terpilih, menjadi utusan-Nya, dan menjadikan beliau Sang Juru Selamat untuk menyelamatkan jiwa manusia melewati alam dunia sampai kepada alam keabadian.

Nabi kemudian mengajarkan metode yang telah didapatkan di Gua Hira’ itu kepada para sahabat yang hidup sezaman dan para sahabat mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh Nabi yaitu merasakan kehadiran Allah di dalam kehidupannya.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَقَدْ كَانَ فِيْمَنْ قَبْلَكُمْ مِنَ الأُممِ نَاسٌ مُحَدَّثُوْنَ، فَإنْ يَكُ في أُمَّتي أَحَدٌ، فإنَّهُ عُمَرُ . وَوُرِدَ مِنْ حَدِيْثِ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ مَرْفُوْعًا وَلَفْظُهُ : قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ وَكَيْفَ يُحْدَثُ؟ قَالَ: تَتَكَلَّمَ الْمَلَائِكَةُ عَلَى لِسَانِهِ .

Rasulullah SAW bersabda, “Telah banyak dari umat-umat terdahulu sebelum kalian yang diajak bicara (dibisiki oleh Tuhan), dan ada satu orang dari umatku (yang diajak bicara), dialah Umar”. Disebutkan juga dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Abi Sa’id al-Khudriy, lafadznya: “Ditanyakan kepada Rasulullah SAW, bagaimana caranya ia diajak bicara?” Rasulullah SAW bersabda, “Malaikat berbicara melalui lisannya“.

Maka hubungan mesra dan akrab antara manusia dengan Allah bukan hanya monopoli atau hak khusus para Nabi saja tapi juga siapapun yang memenuhi rukun syarat akan bisa mendapatkan hal yang sama. Metode Wushul atau sampai kepada Allah inilah yang dikatakan sebagai Tarekat. Jika Nabi berdialog dengan Allah SWT, maka sahabat Nabi juga demikian, dan tentu ummat setelahnya juga akan mengalami hal yang sama, asalkan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Nabi dan sahabat-sahabat Nabi.

Agama Islam adalah agama dialogis, berbeda dengan agama Hindu misalnya bersifat meditatif. Agama dialogis adalah agama yang di dalam hubungan dengan Tuhan bersifat dialog, sedangkan agama meditatif bersifat keheningan. Atas alasan itulah kenapa di dalam bersunyi diri (Suluk) pun, kita tetap berdialog dengan Allah lewat zikir yang dipanjatkan. Jika kita simak ibadah utama di dalam Islam, Shalat, di situ kita pahami bahwa di dalam Islam dari awal kita diajarkan berdialog dengan Allah, lewat bacaan shalat, terkhusus bacaan surah al-Fatihah.

Pada awalnya dialog itu bersifat imajiner, atau ucapan searah tanpa ada balasan. Tentu di tahap tertentu ketika hati sudah sebening Umar bin Khattab, bacaan dalam shalat itu bukan lagi ucapan kosong, tapi sudah “disambut” atau dijawab oleh yang kita sembah yaitu Allah SWT.

Berdialog dengan Allah SWT janganlah dibayangkan seperti berdialognya 2 orang anak manusia, hal ini tentunya jauhlah berbeda.

Sahabat, bisa mencoba dengan berdzikir atau mengucapkan lafadz Lã Ilãha Illallãh dengan menekuk lidah ke langit-langit mulut dan membacanya dengan Qalbu kita maka sensasi keheningan dalam keramaian atau istilah lainnya melihat yang Maha Tunggal dalam yang banyak pun sebaliknya melihat yang banyak dalam Yang Maha Tunggal akan menghunjam jiwa kita yang tenang. Akan tercapai pula rasa meleburnya Allah yang menguasai lahir dan bathin kita. Demikianlah salah satu yang diajarkan Nabi kita Sayyidina Muhammad SAW.

Ummat Islam memang sangat sensitif ketika membahas hal pokok ini yaitu komunikasi dengan Allah karena ilmu yang paling banyak dipelajari ummat adalah ilmu hukum (fiqih) bukan ilmu hubungan dengan Allah (tasawuf).

Manusia diberi kemampuan terbatas di dalam komunikasi. Jika hanya mengandalkan mulut, maksimal kita berteriak bisa didengar 1 km, mungkin di gunung yang sepi bisa di dengar dalam jarak lebih jauh lagi. Komunikasi sempurna tentu dicapai dalam jarak normal, saling menatap dan memandang.

Kemudian hari manusia menciptakan alat komunikasi yang canggih sehingga bisa terhubung dalam jarak sangat jauh, tidak harus berteriak untuk berbicara. Dari Jakarta ke New York dalam hitungan detik bisa tersambung lewat ponsel, bahkan bisa menatap lawan bicara, itu disebabkan ada alat bantu.

Jika kita sadar bahwa Allah SWT itu Maha Jauh, tentu akan terbuka fikiran kita untuk merenung, dengan apa kita berkomunikasi dengan Sang Maha Jauh itu. Tidak akan ada teknologi buatan manusia yang bisa menyambungkan manusia dengan Tuhan, sampai dunia berakhirpun tidak akan mampu manusia menciptakan alat tersebut karena dimensi manusia berbeda dengan dimensi Tuhan.

Untuk bisa berkomunikasi dengan Tuhan yang Tak Terhingga dalam segala hal itu harus memakai teknologi yang diberikan oleh Dia bukan ciptaan manusia. Maka Dia mengutus utusan-Nya untuk mengajarkan manusia Teknologi Maha Sempurna itu sehingga siapapun yang menggunakanya akan tersambung kepada dimensi Maha Tinggi.

Ketika Teknologi Maha Hebat itu kita dapatkan, maka barulah berlaku apa yang disebut di dalam al-Qur’an bahwa Allah itu sangat dekat, lebih dekat dari urat leher. Ibarat orang yang tinggal di kutub utara bisa sangat dekat dengan orang yang ada di Indonesia, melakukan video call, saling menyapa dan mengungkapkan perasaan, karena telah berada di dimensi yang sama, menggunakan teknologi yang sama.

Nabi tidak diutus untuk mengajarkan hal-hal sepele yang berhubungan dengan kehidupan manusia atau yang berhubungan dengan budaya, tapi diutus agar manusia bisa tersambung dengan Allah. Satu hal yang mustahil dilakukan dengan kemampuan manusia.

Islam menjadi agama sempurna, menyempurnakan segala agama yang ada, lalu yang disempurnakan itu apa?

Jika disempurnakan itu kebaikan, agama lain juga punya, semua agama mengajarkan kebaikan, cinta dan kasih. Jika disempurnakan itu ritual ibadah, maka kita akan kaget jika melihat ritual shalat kita sangat mirip dengan ritual ibadah Kristen Ortodok di Syria. Tentang halal dan haram, Yahudi bahkan lebih ketat lagi aturannya terutama sekte haredi.

Maka yang disempurnakan oleh Islam atas agama-agama yang sudah pernah ada adalah Teknik Komunikasi dengan Allah, hal yang sudah terputus pada agama-agama lain. Hanya Islam yang masih memiliki rantai emas, sambungan dari Guru terakhir sampai kepada Nabi Muhammad SAW, Sang Pembawa Islam.

Islamlah agama yang masih tersambung secara murni kepada Sang Pemilik Bumi dan Langit, lewat WASILAH yang diwariskan oleh Nabi secara estafet sampai saat ini. Melalui Mata Rantai Sanad Silsilah yang bersambung hingga Rasulullah inilah Islam diajarkan dari mursyid ke mursyid, penerusnya yang selalu terjaga hingga akhir zaman. Ajaran Tarekat adalah ajaran yang mendidik kita dekat dengan Allah SWT dan bercengkrama dengan Dia dengan penuh kemesraan.

Bukan ritualnya, bukan budayanya dan bukan pula penampilan fisiknya, yang menyebabkan Islam unggul dari zaman dulu sampai sekarang adalah sambungan kepada Sumber Kebahagiaan, jika hal itu terputus maka Islam hanya menjadi agama budaya, dari agama dialogis menjadi agama meditatif, mencari ketenangan semu di dalam ritual ibadah.

Ketika ibadah hanya berada pada dimensi dunia, maka segala hiruk pikuk dunia ini akan masuk di dalam ritual ibadah kita. Tidak pernah tersambung kepada dimensi Tuhan Yang Maha Tinggi. Dan ketika ajal tiba barulah manusia sadar bahwa selama ini dia hanya berada di alam dunia, tidak pernah sampai ke alam akhirat, tidak pernah tersambung kepada Mãliki Yaumiddîn (Raja Akhirat). Ketika ajal tiba itulah dia baru terbangun dari alam mimpi, alam dunia…

Mari kita tutup artikel ini dengan doa yang dengannya semoga kita diwafatkan oleh Allah SWt dalam keadaan husnul khãtimah dan menjumpai-Nya.

اَللّٰهُمَّ اجْعَلْ خَيْرَ عُمْرِيْ آخِرَهُ، وَخَيْرَ عَمَلِيْ خَوَاتِمَهُ، وَخَيْرَ أَيَّامِيْ يَوْمَ أَلْقَاكَ فِيهِ

Allãhummaj’al khaira ‘umrî ãkhirahu, wa khaira ‘amalî khawãtimahu wa khaira ayyãmî yauma alqãka fîh

“Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku pada akhirnya, dan sebaik-baik perbuatanku pada kesudahannya, dan sebaik-baik masaku adalah hari yang di dalamnya diperkenankan untuk menjumpai-Mu.” Ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

Wallãhu A’lamu bish-Shawãb

__________

* Als. Rd Mahmud Sirnadirasa, Kepala Kejaksaan Tinggi Riau

About admin

Check Also

Inilah Saat-saat Seseorang Dekat dengan Allah

”Ternyata shalat, zakat, puasa dan haji belum menjamin kedekatan seseorang dengan Allah SWT”. Oleh: Admin ...