Home / Budaya / Filsafat / Filosofi Lagu Bubuy Bulan; Sedih dan Menyayat Hati

Filosofi Lagu Bubuy Bulan; Sedih dan Menyayat Hati

Mungkin banyak diantara kita yang menganggap lagu ini miskin makna karena syairnya biasa-biasa saja namun setelah membaca penjelasan berikut anda akan terperangah bahwa ternyata lagu ini bermakna dalam dan agamis.

Silahkan simak :

Bubuy bulan…
bubuy bulan sanggray bentang

Panon poe…
panon poe disasate

Unggal bulan…
unggal bulan abdi teang

Unggal poe…
unggal poe oge hade

Situ Ciburuy laukna hese dipancing
Nyeredet hate ningali ngeplak caina

Duh eta saha nu ngalangkung unggal enjing
Nyeredet hate ningali sorot socana

Pembahasan Makna

Bubuy bulan = bulan dibubuy, maksudnya bulan adalah Rasullullah Saaw, seperti lagu Thola’al Badru Alaina artinya telah datang bulan purnama kepada kami. Bulan purnama disini adalah Rasullullah saaw. Jadi arti bulan dalam lagu “Bubuy Bulan” adalah ajaran Rasullulah saaw. Bubuy disini adalah perumpamaan dari “pembumi-hangusan ajaran Rasulullah saaw”.

Sanggray Bentang = bintang disangray, bintang adalah perlambang dari Ahlul Bait Rasulullah saaw. Seperti dalam hadits; “Bintang-bintang adalah penunjuk bagi pelaut agar tidak tersesat, dan ahlul baitku adalah bintang-bintang bagi umatku, yang bila berpegang pada mereka niscaya akan selamat dunia akhirat”. Namun dalam lagu ini para ulama terdahulu mau menunjukkan kepada kita betapa ajaran Rasulullah saaw yang telah diteruskan kepada ahlulbaitnya sebagai wasi’ atau penjaga agama Rasul telah di “sangray”, maksudnya telah dikhianati dengan cara yang kejam,

Panon poe, panon poe disasate = matahari disate berkali-kali (sasate mengandung arti pengulangan), matahari mengandung arti para ulama yang menyampaikan ajaran Rasul dan ahlul baitnya, cahayanya memancar ke seluruh umat memberikan penerangan-penerangan yang dengan cahayanya manusia dapat membedakan mana yang baik dan buruk bagi kehidupan mereka di dunia dan akhirat. Namun matahari-matahari ini disasate, yang mengandung arti dibantai, dibunuh dengan kejam dan licik, agar ajarannya hilang dari muka bumi.

Tujuan pembantaian para ulama ini adalah demi langgengnya kekuasaan atau demi tujuan politik. Hal ini berlangsung sejak wafatnya Rasulullah saaw, dengan puncak kesadisan yang tidak ada bandingannya dalam peradaban manusia, ketika cucu Rasullullah saw dan keluarga Rasulullah yang lain dibantai dengan sadis. Peristiwa karbala dan peristiwa-peristiwa pembantaian yang lain kepada pecinta keluarga Rasul, menyebabkan terjadinya hijrah besar-besaran untuk menyelamatkan agama Rasul dan keluarganya, dan Nusantara adalah salah satu tempat hijrah mereka.

Itulah sebabnya, selama 600 tahun ajaran Rasullullah berkembang pesat di negara ini, sampai datangnya musuh-musuh Allah yang berkedok ulama. Karena hasadnya mereka membumihanguskan ajaran Rasul yang diwariskan kepada ahlulbaitnya dan disampaikan oleh para ulama pecinta ahlul bait, para ulama ini dibantai, kitab-kitabnya dibumihanguskan, untuk menghilangkan ajaran Rasul.

Pesan inilah yang disampaikan pada 3 baris pertama lagu Bubuy Bulan, pada baris ketiga lebih ditekankan pada sosok seorang ulama, yang syahid dibantai, ulama ini mempunyai gelar Syamsuddin = mataharinya agama = panon poe = matahari.

Kesedihan yang luar biasa dahsyat ia alami atas kejadian tersebut, kesedihan yang ia tuangkan dalam syair-syair berikut; Unggal bulan, unggal bulan, abdi teang = setiap ada bulan saya mencari. Unggal poe, unggal poe= tiap siang saya juga mencari. Oge hade = pencarian tersebut sama bagusnya.

Kegiatan mencari dan pencarian di sini melambangkan ikhtiar dan do’a, melindungi sisa-sisa dari pembantaian dan usahanya mencari pengganti gurunya yang syahid tersebut. Ikhtiar dan do’a tersebut bagusnya dilakukan malam hari. Kalimat ini bisa jadi suatu pemberitahuan atau bahasa rahasia, untuk berguru di malam hari dalam rangka ikhtiar mencari ilmu dan melindungi sisa-sisa pembantaian tersebut, dalam hal ini mungkin anak atau keluarga dari ulama tersebut. Namun lebih bagus juga (oge hade) bila siang haripun melakukan usaha yang sama.

Situ Ciburuy, laukna hese’ dipancing = kalimat ini lebih kepada keterangan tempat dan waktu. Ditekankan pada kata Situ Ciburuy = tempat dan lauk yang berarti sengkalan; sistem penanggalan yang diajarkan oleh para wali. Ikan di sini berarti tahun; bagian-bagian ikan dibaca dari atas kebawah = dari kepala ke ekor: kepala; 1, badan; 1, sirip; 2 ekor; 1 = 1121, artinya kejadian ini terjadi pada tahun 1121, di situ ciburuy atau puncak pembantaian terjadi pada 1121, 600 tahun setelah pemerintahan ahlul bait yang adil makmur merata di Nusantara.

Nyaredet hate = sedih, susah, ngenes, pilu, sakit hati yang luar biasa tapi tak ada yang bisa diperbuat. Ningali ngeplak cai na = melihat darah (ulama yang menjadi gurunya) ditumpahkan dengan sengaja. Ngeplak = air dalam jumlah besar ditumpahkan secara sengaja. Cai = dalam bahasa dan sastra Sunda bisa berarti darah atau air. Duh eta saha nu ngalangkung unggal enjing = siapakah itu yang hadir setiap pagi. Nyaredet hate = mengiris hati (melihat yang hadir tiap pagi itu, mengingat kejadian di atas, peristiwa ketika gurunya syahid bergelimang darah).

Ningali sorot socana = melihat sorot matanya (yang tegas). Sorot matanya yang tegas itulah yang mengingatkan si penembang syair ini teringat akan gurunya yang selama ini ia selalu berusaha mencari gantinya malam dan siang. Sorot socana = pandangan mata yang tegas, lawannya cai socana = pandangan mata yang lembut. Wallahu ‘alam.

Semoga bermanfaat, menambah ilmu dan wawasan dalam memahami kearifan lokal budaya bangsa yang kaya akan ilmu mendekatkan diri pada Allah SWT.

HUMAS PASULUKAN LOKA GANDASASMITA
Budaya Beragama, Agama Berbudaya

About admin

Check Also

36 Strategi Seni Perang Sun Tzu

“Kemampuan tertinggi adalah kemampuan menembus pertahanan musuh tanpa harus berperang… Pejuang terhebat adalah yang mampu ...