Home / Agama / Kajian / Dzauq Berada di Atas Ilmu dan Iman
Ilustrasi; Rabithah untuk mencapai "Dzauq"

Dzauq Berada di Atas Ilmu dan Iman

Oleh: H. Derajat

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.

Saudaraku yang terkasih, Guru Mursyid kami, Imam Ghazali, menuliskan sebuah kitab yang berjudul “Misykat al-Anwar” (Tempat Cahaya-Cahaya). Kitab tersebut mengkaji tentang hakekat cahaya sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam QS. Al-Nur (24) : 35:

 ٱللّٰهُ نُورُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِۦ كَمِشْكَوٰةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖ ٱلْمِصْبَاحُ فِى زُجَاجَةٍ ۖ ٱلزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّىٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَٰرَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِىٓءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِى ٱللّٰهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُ ۚ وَيَضْرِبُ ٱللّٰهُ ٱلْأَمْثَٰلَ لِلنَّاسِ ۗ وَٱللّٰهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ ۞

“Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan Cahaya-Nya adalah ibarat sebuah Misykat. Dalam misykat itu ada pelita. Pelita itu dalam kaca. Kaca itu laksana bintang berkilau. Dinyalakan dengan minyak pohon yang diberkati, yaitu pohon zaitun yang bukan di Timur maupun di Barat. Yang minyaknya nyaris menyala dengan sendirinya, walau pun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya! Allah menuntun kepada cahaya-Nya siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah membuat perumpamaan bagi manusia. Sungguh Allah mengetahui segala hal. (QS. Al-Nur [24] : 35).

Satu ayat yang berbicara tentang “Cahaya” dalam Surat al-Nur tersebut dijelaskan panjang-lebar oleh Imam Ghazali dan dijadikan satu kitab. Jadi, seluruh isi dari kitab tersebut menjelaskan makna dari Surat al-Nur ayat 35 saja.

Pada artikel yang singkat ini, kita nukil satu sub-bab saja dari Kitab “Misykat al-Anwar” yakni bab dua yang berjudul “Dzauq di balik Akal” dengan beberapa “pembenahan” teks untuk membantu pemahaman utuh pada artikel ini.

Pengertian Dzauq

Dzauq, yaitu rasa yang diterima oleh hati atau bathin. Seperti rasa tenteram karena merasa nikmat (ladzat) dalam berdzikir, shalat, dan lain sebagainya. Dzauq terbagi menjadi dua, yakni:

Dzauq Bathinyyah, yaitu semua rasa yang dialami oleh hati atau bathin. Dan Dzauq Dzhahiriyyah, yaitu semua rasa yang diterima oleh panca indera, seperti bau wangi, rasa sakit, pedas, asin, pahit, asam dan lain sebagainya.

Dzauq Berada di Balik Akal

Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa seseorang yang ber-i’tikaf (bersemedi) di alam akal bukanlah hal yang aneh. Karena menurut akal itu sendiri, di balik akal masih ada kondisi lain yang di dalamnya terdapat berbagai hal yang tidak tampak bagi akal. Sebagaimana juga dinyatakan bahwa bukanlah hal yang aneh, jika akal merupakan suatu kondisi yang di dalamnya tersingkap keajaiban-keajaiban dan keanehan-keanehan yang tak terjangkau oleh tamyiz (pembeda) dan indra.

Jangan beranggapan bahwa anda sudah menjadi manusia sempurna. Ada banyak keistimewaan khusus bagi orang-orang tertentu yang dapat anda saksikan. Diantaranya, ada sebagian dari mereka yang memiliki dzauq (cita rasa bathiniah yang halus) tentang sebuah syair (puisi) yang hanya dikhususkan bagi mereka. Padahal itu adalah sejenis pencerapan, yang tidak dianugerahkan kepada orang kebanyakan. Sehingga orang yang tidak memilikinya tidak dapat membedakan antara irama-irama yang indah dan tersusun rapi dengan yang kacau balau dan sumbang.

Perhatikanlah, betapa sebagian orang memiliki cita-rasa (dzauq) yang amat kuat sehingga mampu menciptakan musik dan lagu-lagu serta melodi yang adakalanya menimbulkan kesenduan atau kegembiraan, membuat pendengarnya tertidur lelap, menangis sedih, membunuh, pingsan, bahkan bisa gila.

Kuatnya pengaruh seperti itu hanya ada pada diri mereka yang memang memiliki bakat dzauq itu. Sedangkan orang yang tak memiliki dzauq sama sekali, mungkin saja ia ikut mendengarkan lagu-lagu, tetapi tidak merasakan pengaruhnya sedikitpun, alias tidak ngefek. Sehingga terkadang ia menjadi heran melihat kawannya yang diliputi kerinduan dan kesyahduan lalu tak sadarkan diri. Sekiranya ada orang pandai yang memiliki dzauq, niscaya mereka takkan berhasil mengalahkannya.

Ini barulah contoh dalam lingkup urusan kecil saja. Kali ini, aku jelaskan kepada anda sesuatu yang lebih besar dari contoh tersebut, dan lebih dekat dengan pemahaman anda.

Berusahalah Mencapai Dzauq

Pahamilah makna cahaya yang terdapat pada QS. Al-Nur tersebut sebagai kiasan. Suatu pemahaman hanya dapat dicapai dengan dzauq kenabian yang khusus. Berusahalah agar kalian menjadi seorang yang termasuk ke dalam ahli dzauq melalui ruh mereka. Sebab para wali memiliki pemahaman yang cukup banyak melalui hal itu.

Jika anda tidak mampu, berusahalah terus. Agar dengan kiasan-kiasan yang telah kami sebutkan dan perumpamaan-perumpamaan yang telah kami rumuskan, anda dapat memahaminya, sehingga anda termasuk di antara orang-orang yang memiliki ilmu tentangnya.

Namun jika anda tetap tak mampu juga, setidaknya anda sudah termasuk di antara orang-orang yang percaya kepadanya. Perhatikanlah firman Allah SWT:

يَرْفَعِ ٱللّٰهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۞

“… Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS. Al-Mujadilah [58]: 11).

Mursyid kami mengatakan bahwa ilmu di atas iman, sedangkan dzauq berada di atas ilmu. Karena dzauq adalah wijdan (perasaan-perasaan halus yang timbul dari hati nurani). Ilmu adalah pengkiasan dan iman adalah penerimaan mutlak dengan cara ber-taqlid dan berbaik sangka kepada ahli wijdan atau ahli ma’rifat.

Demikian artikel singkat ini, semoga Allah SWT menganugerahi kemudahan atas upaya kita untuk bisa sampai pada pemahaman dzauq, sehingga kita dapat lebih mudah memahami makna kiasan yang terdapat pada teks-teks al-Qur’an, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

Wallâhu A’lamu  bis-Shawâb

About admin

Check Also

Mintalah Allah dan Tidak Meminta MakhlukNya

“Bila meminta masuk surga dan terhindar dari neraka maka berarti kita masih meminta makhluk ciptaanNya” ...