Home / Agama / Kajian / Duduklah Walau Sejenak di Majelis Waliyyullah

Duduklah Walau Sejenak di Majelis Waliyyullah

“Jangan pernah meragukan bahwa berziarah ke makam para Wali Allah akan mendatangkan keberkahan”.

Oleh: H. Derajat

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Was-shalãtu was-salãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wa bihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn”.

Sahabatku yang sangat aku kasihi, telah berkalam Mursyid kami yang mulia Abah Guru Sekumpul bahwa duduk sejenak di Majelis Waliyullah yang masih hidup maupun yang sudah meninggal pahalanya jauh lebih banyak ketimbang yang beribadah siang malam sejak keluar dari kandungan ibunya hingga kematiannya sebagaimana beliau katakan :

Menurut Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, para wali Allah tetap hidup di alam kuburnya (barzakh) seperti kehidupan mereka di dunia.

Para wali yang ahli tahajjud tetap tahajjud di alam kuburnya. Yang ahli tadarrus Qur’an tetap tadarrus Qur’an. Yang ahli silaturahim tetap silaturahim, dan seterusnya. Hal ini sebagai kenikmatan yang mereka alami di alam kubur.

Jika ada para peziarah berdiri mengucapkan salam dan doa-doa, maka si wali yang diziarahi juga ikut berdiri, menjawab salam dan mengamini doa-doanya.

Jika para peziarah membaca Yasin, tahlil, dsb, maka si wali juga ikut membacanya. Jika para peziarah tawassul, maka beliau ikut mendo’akan.

Tabarruk (التَبَرُّک) berasal dari kata barokah. Di Indonesia sering disebut dengan “ngalap berkah”, artinya mengambil kebaikan dan keberkahan. Tabarruk ini telah dipraktikkan di zaman sahabat Nabi dan para Tabi’în juga setelahnya.

Di antaranya mengambil berkah dari rambut Nabi SAW, mencium makam Nabi SAW atau berziarah ke makam orang-orang saleh. Tabarruk ini merupakan bagian dari bab Wasîlah.

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُزَهِّدُ فِي الدُّنْيَا وَتُذَكِّرُ الْآخِرَةَ

“Dulu aku pernah melarang kalian untuk ziarah kubur. Sekarang, silakan ziarah karena sungguh ziarah kubur dapat membuat kalian zuhud di dunia dan dapat mengingatkan kalian kepada akhirat.”

Dalam kitab “Siyar A’lãm an-Nubalã” jilid 21 halaman 212, karya Imam Adz-Dzahabi tertulis yang artinya:

“Abdullah bin Ahmad (anak Imam Ahmad ibn Hanbal) berkata: ‘Saya telah melihat ayahku (Imam Ahmad ibn Hanbal) mengambil sehelai rambut dari rambut-rambut Rasulullah صلى الله عليه وسلم, lalu ia meletakkan rambut itu di mulutnya; ia menciuminya. Dan aku juga melihatnya meletakkan rambut tersebut di matanya, dan ia juga mencelupkan rambut tersebut pada air lalu meminumnya untuk tujuan mencari kesembuhan dengannya.

Aku juga melihat ayahku mengambil wadah (bejana/piring) milik Rasulullah, beliau memasukannya ke dalam air, lalu beliau minum dari air tersebut. Aku juga melihatnya meminum dari air zamzam untuk mencari kesembuhan dengannya, dan dengan air zamzam tersebut ia mengusap pada kedua tangan dan wajahnya. Aku (adz-Dzahabi) katakan:

“Mana orang yang keras kepala mengingkari Imam Ahmad ?? Padahal telah jelas bahwa Abdullah (putra Imam Ahmad) telah bertanya kepada ayahnya sendiri (Imam Ahmad) tentang orang yang mengusap-usap mimbar Rasulullah dan ruang (makam) Rasulullah; lalu Imam Ahmad menjawab: “Aku tidak melihat itu suatu yang buruk (artinya boleh)”.

Semoga kita dihindarkan oleh Allah dari paham-paham sesat Khawarij dan para ahli bid’ah.”

Bolehkah Mencium Makam Nabi dan Mengusapnya?

Dalam Kitab yang berjudul “Mu’jam asy Syuyûkh” jilid 1 hal 73 karya Imam adz-Dzahabi –salah seorang murid Ibnu Taimiyah–, menyebutkan: “Imam Ahmad pernah ditanya tentang mengusap makam Nabi dan menciumnya; dan beliau melihat bahwa melakukan perkara itu bukan suatu masalah (artinya boleh)”.

Jika dikatakan: Bukankah para sahabat tidak pernah melakukan itu? Jawabnya: Karena mereka melihat langsung Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan bergaul dengannya, mereka mencium tangannya, bahkan antar mereka hampir “ribut” karena berebut sisa/tetesan air wudhunya, mereka membagi-bagikan rambut Rasulullah yang suci pada hari haji akbar. Bahkan apabila Rasulullah mengeluarkan ingus maka ingusnya tidak akan pernah jatuh kecuali di atas tangan seseorang (dari sahabatnya) lalu orang tersebut menggosok-gosokan tangannya tersebut ke wajahnya.

Tidakkah engkau melihat apa yang dilakukan oleh Tsabit al Bunani? Beliau selalu mencium tangan Anas ibn Malik dan meletakannya pada wajahnya, beliau berkata: “Inilah tangan yang telah menyentuh tangan Rasulullah. Perkara-perkara semacam ini tidak akan terjadi pada diri seorang muslim kecuali karena dasar cintanya kepada Rasulullah”.

Dinukil dari Ibnu Jama’ah (as-Syafi’i) yang menyatakan; “Abdullah bin Ahmad bin Hanbal pernah menceritakan perihal ayahnya. Ia (Abdullah) meriwayatkan: ‘Aku pernah bertanya kepada ayahku tentang seseorang yang menyentuh mimbar Rasulallah dan bertabarruk dengan mengusap-usap juga menciumnya. Dan melakukan kuburan sebagaimana hal tadi (mengusap dan mencium) dengan tujuan mengharap pahala Allah’. Beliau menjawab: “Tidak mengapa”. (Lihat: Wafa’ al-Wafa’ jilid: 4 halaman: 1414)

Imam Al-Hafizh Abu al Faraj Abdurrahman Ibn al Jauzi (wafat 597 H) –salah seorang ulama Ahlussunnah terkemuka bermadzhab Hanbali hidup jauh sebelum Ibnu Taimiyah dalam kitabnya “Sifat as-Shofwah jilid 2” halaman 324, menganjurkan ziarah ke makam orang-orang saleh dan Tawassul. Di halaman itu ditulis yang artinya sebagai berikut:

“Dia (Imam Ma’ruf al Karkhi) adalah obat yang mujarab, karenanya siapa yang memiliki kebutuhan maka datanglah ke makamnya dan berdoalah (meminta kepada Allah) di sana; maka keinginannya akan terkabulkan Insya Allah.”

Makam beliau (Imam Ma’ruf al-Karkhi) sangat terkenal di Baghdad, yaitu tempat untuk mencari berkah. Imam Ibrahim Al- Harbi berkata: “Makam Imam Ma’ruf al Karkhi adalah obat yang mujarab.”

Imam Al-Hafizh Abu Bakr Ahmad bin Ali yang lebih dikenal dengan Imam al-Khathib Al-Baghdadi (wafat 463 H) dalam Kitab Tarikh Baghdadi halaman 123, 125 menulis tentang tabarruknya Imam Syafi’i di makam Imam Abu Hanifah. Dalam kitabnya beliau menulis yang artinya: “-dengan sanadnya- berkata: Aku mendengar Imam asy-Syafi’i berkata: ‘Sesungguhnya saya benar-benar melakukan tabarruk (mencari berkah) kepada Imam Abu Hanifah. Aku mendatangi makamnya setiap hari untuk ziarah, jika ada suatu masalah yang menimpaku maka aku sholat dua rakaat dan aku mendatangi makam Imam Abu Hanifah. Aku meminta kepada Allah agar terselesaikan urusanku di samping makam beliau, hingga tidak jauh setelah itu maka keinginanku telah dikabulkan’.”

Disebutkan beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa di kompleks pemakaman tempat Imam Abu Hanifah dikuburkan (Kufah) terdapat salah salah seorang anak cucu dari Imam Ali bin Abi Thalib yang sering dijadikan tempat ziarah dan mencari berkah oleh orang-orang Islam.

Demikianlah saudaraku marilah kita menjalankan tabarruk dengan menghadiri Majelis para Wali Allah ataupun berziarah ke Makam Mursyid-mursyid kita dengan selalu mengharap kepada Allah agar terlimpahkan keberkahan kepada kita dengan sebab mencintai orang soleh dari para Wali Allah tersebut.

Semoga Allah mencintaimu wahai sahabat….

Wallãhu A’lamu bish-Shawãb

 

About admin

Check Also

Makna Bashirah dan Tingkatannya

“Syaikh Ahmad ibn ‘Athaillah Assakandary dalam al-Hikamnya membagi bashîrah dalam tiga tingkatan; Syu’ãul bashîrah, ‘Ainul bashîrah ...