بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
ALI bin Abdullah menceritakan pada kami, Sufyan menceritakan pada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan pada kami, ia berkata: “Saya mendengar penduduk bercerita tentang Urwah, bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan uang 1 Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau” (H.R Bukhari).
Dari hadits tersebut kita bisa tahu bahwa harga pasaran kambing yang wajar di zaman Rasulullah SAW adalah 1 Dinar.
Jika 1 Dinar saat ini (2011) adalah Rp. 1.950.000 maka nilai Dinar tetap cukup untuk membeli 1 ekor kambing dengan kualitas terbaik. Kesimpulannya, perbedaan waktu antara pada zaman Rasulullah SAW sampai hari ini nilai daya belinya masih tetap 1 Dinar. Hal ini merupakan bukti nyata jika kita menyimpan Dinar/Emas stabilitas nilai daya belinya mampu menangkal kenaikan barang dan jasa.
Coba kita bandingkan misalnya dengan nilai uang rupiah (IDR), pada tahun 1970 jika harga seekor kambing dengan kualitas yang bagus di kisararan Rp 7.000 (tujuh ribu rupiah) per-ekornya. Tahun 2013 setelah terjadi perbedaan waktu 43 tahun dari 1970-2013, situasinya berubah.
Uang Rp 7.000 tersebut tidak jadi kita belikan kambing pada saat itu, kemudian kita simpan dan kita kebetulan lupa menaruhnya dan tiba-tiba secara tidak sengaja kita menemukan uang yang kita simpan tersebut di tahun 2013 ini, maka hal yang pasti terjadi uang tersebut dijamin tidak akan laku karena cetakan mata uang telah berganti-ganti seiring periode masa berlakunya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI).
Apabila uang tersebut kita paksakan untuk dibelanjakan pasti kita dianggap kurang waras, jika kita tukarkan di BI untuk mendapatkan nilai pecahan baru dengan nominal yang sama juga pasti akan ditolak karena batas waktu penukaran dari masa berlakunya telah habis, otomatis uang kita jadi uang kuno yang hanya berguna untuk koleksi pribadi dan museum.
Coba kita balik cerita ini menjadi seperti ini, uang Rp. 7.000 tersebut kita belikan emas murni pada saat itu harga emas Rp. 500/gram maka kita akan mendapatkan 14 gram emas murni. Lantas emas tersebut kita simpan dan seiring berjalannya waktu kita lupa menaruh atau lupa memilikinya. Kemudian pada tahun 2011 emas murni kita temukan, jika kita uangkan tetap akan laku dan sekaligus jadi penolong keuangan kita jika harga 14 gram x Rp. 450.000 maka uang yang kita terima Rp. 6.300.000.
Uang Rp. 7.000 tersebut jika disimpan di bank dalam kurun 41 tahun maka bunga bank yang kita terima Rp. 28.700 dengan asumsi (10% tahun x 41 tahun) maka uang total pokok dan bunga kita terima sebesar Rp 35.700 di tahun 2011, maka begitu kita keluar dari bank uang tersebut yang rencananya kita belikan 1 ekor kambing dengan pasaran harganya di tahun 2011 Rp. 1.950.000 dipastikan uang kita tidak akan cukup untuk membeli kambing tersebut, dengan langkah lemas dan pasrah yang bisa kita lakukan adalah menuju warung sate untuk membeli 1 porsi sate kambing plus minuman.
*********
Itulah gambaran ganasnya pencuri daya beli uang kita yang tidak pernah dan tidak akan ditangkap polisi. Kalaupun polisi kita hadirkan dijamin akan mengatakan sebagai berikut “Mana yang dicuri uangnya? Kan jumlah uangnya benar tetap Rp. 7.000?“ Maka pulanglah polisi tersebut karena tidak cukup bukti dan saksi telah terjadi tindak pidana pencurian sebagai mana diatur dalam pasal 362 KUHP serta siapa tersangka pelaku pencuriannya, juga tidak ada. Jadi kasus gugur demi hukum karena alat bukti tidak mencukupi.
Dinar-Dirham adalah ukuran keadilan dan menjadi bagian penting dari mu’amalah dalam Islam, untuk mentaati Allah dan rasul-Nya dalam memerangi riba yang telah merusak kehidupan muslim hari ini khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya.
Ini adalah pernyataan penting untuk kita, muslimin di Nusantara dan dunia, yaitu penting bagi kita untuk kembali menggunakan emas dan perak, sebagai harta yang nyata dan ini adalah jalan untuk muslim secepatnya meninggalkan sistem riba (kapitalisme) dalam mentaati Allah dan rasul-Nya.
Terkadang yang aneh bin ajaib kita pun tidak sadar merasa kehilangan karena jumlah uang (nominal) yang tertera pada uang kita tetap dan kita merasa baik-baik saja, tapi kenyataannya daya beli uang yang kita simpan terus turun terhadap barang dan jasa. Maka dari itu kita harus bisa menjadi polisi diri sendiri untuk menangkap pencuri daya beli uang kita yang dinamakan inflasi dengan melindungi diri (hedging) investasi pada Emas dan Perak.
Dirham (Perak)
Mari kita lihat firman Allah SWT dalam surat Al-Kahfi (18) ayat 19 :
وَكَذَٰلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ ۚ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۚ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا ۞
“Dan demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang diantara mereka: “sudah berapa lamakah kamu berada (disini)?” Mereka menjawab: “kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. Berkata yang lain lagi: “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada di sini. Maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan ini untukmu, hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorangpun”.
Dalam kisah pemuda yang tertidur ratusan tahun kemudian terbangun ini dijelaskan bahwa “uang perak” tersebut cukup untuk membeli makanan. Lalu apakah uang tersebut juga cukup untuk membeli makanan saat ini? Anggap saja pemuda itu mempunyai 1 Dirham, harga 1 Dirham saat ini adalah Rp. 37.000 dan nilai tersebut cukup untuk membeli makanan.
Kejadian ini terjadi sekitar abad ke 3 dan setelah 18 abad tetap saja Dirham mempunyai daya beli yang sama. Coba kita bandingkan dengan nilai rupiah, pada tahun 1970 harga kerupuk sebesar 5 rupiah, setelah 40 tahun kemudian pada tahun 2011 sekarang harga satu krupuk seharga 500 rupiah, dan uang 5 rupiah tersebut sama sekali tidak ada nilainya pada masa sekarang.
Bagaimana pembaca, apakah anda tidak merasa bahwa saat ini kebanyakan kita telah dibohongi oleh sistem Finansial Iblis…? Ayo, saatnya beralih ke sistem Finansial Islam!