Suatu ketika Nabi Isa berjalan melewati sebuah perkebunan di sebuah desa. Di perkebunan itu beliau bertemu dengan seorang pemuda yang sedang menyirami tanaman.
Melihat orang yang datang adalah seorang nabi, pemuda itu berkata, “Ya Nabi Allah, kumohon sudilaah kiranya engkau memohon kepada Allah agar Ia berkenan memberikan cinta-Nya kepadaku, meski hanya sebiji atom.”
Nabi Isa menjawab, “Wahai pemuda, engkau tak akan dapat memikul cinta Allah, meski hanya sebesar biji atom.”
Namun pemuda itu tetap berkeinginan untuk didoakan oleh Nabi Isa. Hingga akhirnya ia berkata, “Kalau memang aku tak akan kuat memikul cinta Allah sebiji atom, maka mohonkanlah agar Allah memberiku setengah biji atom saja dari cinta-Nya.” Demikian pemuda itu memohon.
Karena kuat keinginannya maka Nabi Isa mengabulkan dan mendoakannya. Seraya mengangkat kedua tangannya beliau berdoa, “Ya Allah berikanlah setengah biji atom dari cinta-Mu kepada hamba-Mu ini.” Kemudian beliau pergi meninggalkannya.
Setelah sekian lamanya Nabi Isa meninggalkan perkebunan tersebut, beliau datang lagi ke desa itu. Kepada masyarakat desa beliau menanyakan perihal pemuda yang dahulu pernah didoakannya.
“Di manakah pemuda yang bekerja menyirami kebun ini?”
Orang-orang desa menjawab, “Pemuda itu telah bertingkah layaknya orang gila, sehingga kami mengusirnya dari desa ini.”
“Di mana ia berada sekarang?”
“Ia berada di antara dua bukit itu,” kata mereka sambil menunjuk ke arah bukit yang dimaksud.
Maka Nabi Isa segera menuju ke tempat yang ditunjuk oleh penduduk desa. Setibanya di sana beliau melihat pemuda itu sedang bersembahyang. Ia berdiri di atas sebuah batu besar.
“Assalamu’alaikum,” kata Nabi Isa menyapa. Pemuda itu tak menjawab dan tidak pula menoleh kepada Nabi Isa. Ia tetap dalam sembahyangnya. Untuk kedua dan ketiga kalinya Nabi Isa berucap salam. Namun pemuda itu tetap diam di tempatnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Tiba-tiba dari arah langit Allah berfirman, “Wahai Isa, demikianlah orang yang menerima separo biji atom dari cinta-Ku. Ia tak akan dapat mendengar ucapan manusia. Andai saja engkau potong tubuhnya dengan gergaji, ia tak akan merasakannya karena kecintaannya kepada-Ku.” (Yazid Muttaqin)
Sumber: Hadiqatul Auliya karya Tajudin Naufal
Source: www.nu.or.id