Home / Agama / Kajian / Cara Shalat Rasulullah SAW

Cara Shalat Rasulullah SAW

“Risalah shalat yang sesuai dengan tuntunan Nabi kita Sayyidina Muhammad SAW. Yakinlah, banyak di antara kita yang salah dalam melaksanakan shalat ketika membaca artikel maupun video yang terkandung di dalamnya.”

Oleh: Dr. Supardi, S.H., M.H., als. Rd Mahmud Sirnadirasa*

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Was-shalãtu was-salãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wa bihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn”.

Sahabatku, tentunya mendirikan shalat bukanlah suatu perkara asing bagi umat Islam karena selain sebagai kewajiban ibadah namun shalat sudahlah merupakan kebutuhan yang apabila terlewat kita tunaikan maka kita akan merasa kekurangan.

Saking shalat sudah merupakan rutinitas justru banyak diantara kita yang tidak tahu dan banyak yang tidak mengenal tata cara shalat yang sesuai dengan tuntunan shalat yang diajarkan Rasulullah SAW. Padahal Rasulullah pernah mengingatkan kita dengan hadistnya :

عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي ” « رَوَاهُ البُخَارِيُّ »

Dari Malik bin Al-Huwairits radhiyallãhu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallãhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kalian (dengan cara) sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Bukhari dalam Shahih Bukhari, no. 628 dan Ahmad, 34:157-158)

Kalimat shalat dengan cara sebagaimana melihat Rasulullah SAW menunaikan shalatnya diartikan hanya sebatas mengikuti buku-buku tentang tuntunan shalat yang biasa terdapat di dalam buku cetakan umum belaka.

Padahal target atau capaian yang wajib dimiliki oleh seorang muslim ketika melaksanakan shalat adalah merasakan bagaimana Rasulullah melaksanakan shalat termasuk qalbu beliau ketika menghadap kepada Dzat yang sangat dicintainya yaitu Allah SWT. Silahkan perhatikan tata cara shalat yang sesuai dengan Fiqih maupun ajaran tarekat Auliya sebagaimana diajarkan oleh Mursyid kami Abah Guru Sekumpul dalam video berikut ini :

Setelah mendengarkan dengan seksama tata cara shalat yang benar sebagaimana dalam video tersebut maka kita akan menyadari bahwa selama ini kita melakukan banyak kesalahan sehingga nyarislah shalat-shalat yang kita lakukan selama ini batal.

Dengan tegas Mursyid kami Abah Guru Sekumpul menyatakan bahwa apabila shalat tidak sesuai dengan apa yang dituntun dalam video itu maka tidaklah layak menjadi Imam shalat.

Dengan mengikuti secara seksama tuntunan shalat dari Abah Guru Sekumpul kita akan merasakan yang seolah kita berada pada situasi ketika Rasulullah SAW mengajarkan para sahabat beliau dari atas mimbar sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Sahl bin Sa’ad radhiyallãhu ‘anhu, bahwa Nabi shallallãhu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di mimbar lantas beliau berkata,

إِنَّمَا صَنَعْتُ هَذَا لِتَأْتَمُّوْا بِي وَلِتَعَلَّمُوْا صَلاَتِي

“Aku melakukan seperti ini agar kalian mengikutiku dan agar kalian belajar bagaimanakah aku shalat.” (HR. Bukhari, no. 917 dan Muslim, no. 544)

Untuk bisa mencapai kekhusyukan dalam shalat Rasulullah SAW pernah bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah, yang berbunyi:

عَنْ أَبِيْ أَيُّوْب رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: جَآءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، عَلِّمْنِيْ وَأَوْجِزْ، قَالَ: ” إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ …” « رواه أحمد وابن ماجه »

“Dari Ayyub r.a. berkata: datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW seraya berkata: wahai Rasulullah, ajarkanlah aku dengan ringkas. Nabi bersabda, ‘Apabila engkau mendirikan shalat maka shalatlah seolah-olah engkau akan berpisah,..’”_ (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah)

Perkara kekhusyukan dalam sholat memang bukanlah hal yang mudah. Hal ini dibuktikan dari salah satu kisah Ali bin Abi Thalib RA yang pernah gagal dalam memenuhi tantangan untuk sholat khusyuk dengan sempurna dari Rasulullah SAW.

Kisah ini diceritakan Ustaz Muksin Matheer yang kemudian diterjemahkan A.R. Shohibul Ulum dalam buku Ali bin Abi Thalib. Shalat khusyuk yang dimaksud ini adalah khusyuk yang sempurna dimulai dari niat hingga salam tanpa terganggu dengan apapun.

Cerita bermula saat Rasulullah SAW tengah duduk-duduk di teras Masjid Nabawi bersama para sahabat sembari menanti waktu shalat tiba. Di tengah hangatnya diskusi, datanglah seorang suku Badui dan hendak bertanya pada Rasulullah SAW.

Perkara yang ditanyakan oleh orang suku Badui tersebut adalah soal shalat yang tidak khusyuk karena mencampuradukkan ibadah dengan pikiran soal dunia. Kemudian dia pun bertanya pada Rasulullah SAW mengenai cara supaya shalat dengan khusyuk.

Pertanyaan orang Badui ini bisa jadi mewakili sebagian besar muslim lain yang berada jauh di ‘lingkaran’ Rasulullah SAW karena tinggal di pedalaman. Bukan dari kalangan sahabat Muhajirin maupun Anshar.

Belum sempat Rasulullah SAW menjawab pertanyaan tersebut, Ali bin Abi Thalib yang juga hadir di sana berkata dengan tegas, “Shalat yang seperti itu tidak akan diterima Allah, dan Allah tidak akan memandang sholat seperti itu,”

Mendengar itu, Rasulullah SAW pun kembali bertanya pada Ali. Pertanyaannya lebih kepada membuktikan perkataan yang disebutkan oleh Ali sebelumnya.

“Wahai Ali, apakah engkau mampu mengerjakan shalat 2 rakaat karena Allah semata tanpa terganggu dengan segala kesusahan, kesibukan, dan bisikan-bisikan yang melalaikan?”

“Aku mampu melakukannya, Ya Rasulullah,” jawab Ali dengan yakin.

Tentunya, Rasulullah SAW sudah yakin bahwa sahabat-sahabat terdekatnya dari kaum Muhajirin ataupun Anshar bisa melakukan shalat khusyuk karena Allah SWT semata. Mengingat, sehari-harinya mereka sudah melihat dan mengikuti contoh nyata dari beliau.

Meski demikian, Rasulullah SAW hendak memberikan pelajaran berharga bagi orang Badui tersebut. Sebab Islam adalah rahmatan lil-‘ãlamîn dan tidak eksklusif bagi ‘lingkaran’ sekitar Rasulullah SAW saja.

Begitu mendengar kesanggupan Ali, Rasulullah SAW tidak meragukan sahabat lainnya bisa melakukan hal tersebut. Beliau pun menambahkan sedikit ‘gangguan.’

Sebelum Ali mengambil air wudhu untuk bersiap menunaikan shalat, Rasulullah SAW tersenyum padanya dan berkata, “Wahai Ali, jika engkau mampu melakukannya, aku akan memberimu surbanku kepadamu. Engkau bisa memilihnya, yang buatan Syam atau Yaman,”

Sebagaimana diketahui, kedua sorban tersebut dikenal memiliki kualitas terbaik. Kemudian Ali pun bangkit dan mengambil wudhu. Setelahnya ia segera melakukan shalat dua rakaat yang disanggupinya kepada Rasulullah SAW.

Semua yang hadir, termasuk orang Badui tersebut, hampir yakin bahwa Ali memperoleh hadiah dari Rasulullah SAW. Sesudah Ali shalat, Rasulullah SAW pun bertanya, “Wahai Abul Hasan dan Husain, bagaimana pendapatmu? Bisakah engkau mengerjakannya dengan khusyuk dan sempurna?”

“Demi kebenaranmu, ya Rasulullah SAW,” jawab Ali dengan murung.

“Sesungguhnya aku telah melakukan rakaat pertama tanpa sedikitpun diganggu oleh kesibukan, kesusahan, dan bisikan apapun. Tetapi, ketika berada pada rakaat kedua, aku teringat akan janji engkau dan aku membatin, ‘Seandainya Rasulullah SAW memberikan sorban Yaman itu, tentulah lebih baik daripada sorban Syam itu,'”

“Demi hakmu, ya Rasulullah,” katanya lagi. “Tidak seorang pun yang dapat mengerjakan shalat dua rakaat dengan benar-benar murni karena Allah semata, dan ingatannya selalu terfokus kepada Allah,”

Mendengar itu, Rasulullah SAW menjawab dengan penuh kelembutan, “Wahai Abu Thurab (julukan Sayyidina Ali), sesungguhnya hal itu terjadi pula dengan yang lain. Sebab khusyuk itu diukur oleh sebatas kesempurnaan manusia. Terpenting, ketika pikiran terbawa pada urusan lain, cepat kembalikan pada shalatmu lagi,”

Rasulullah SAW menambahkan lagi, “Dalam mengerjakan shalat, memang hendaknya seakan-akan kita mampu melihat dan berbicara dengan Allah. Tetapi kalaupun tidak mampu, asalkan ingat bahwa Allah melihat kita, itu sudah memadai,”

Melalui kisah ini, Rasulullah SAW hendak menjelaskan pada umatnya bahwa meski sholat dengan khusyuk yang sempurna terkadang sulit dilakukan, hal yang utama adalah bagaimana seorang muslim berusaha untuk mencapai kekhusyukan tersebut. Setelahnya, muslim bisa memanjatkan permohonan ampun pada Allah SWT.

Shalat itu adalah,

صِلَةٌ بَيْنَ العَبْدِ والرَّبِّ

yang mempunyai arti penghubung atau sambungan antara seorang hamba dan Tuhannya.

اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعَ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعَ وَمِنْ عَمَلٍ لَا يُرْفَعَ وَمِنْ نَفَسٍ لَا تَشْبَعَ وَمِنْ دُعَآءٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهُ

Allãhumma Innî a’ûdzubika min ilmin lã yanfa’ wa min qalbin lã yakhsya’ wa min amalin lã yurfa’ wa min nafsin lã tasyba’, wa min du’ain lã yustajãbu lahu

“Ya Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, amal yang tidak terangkat, nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak didengar.” (HR. Ahmad)

Wallãhu A’lamu bish-Shawãb.

___________

Pekanbaru, Maret 2023
*Kepala Kejaksaan Tinggi Riau

About admin

Check Also

Pandangan Ulama Soal Ahlul Bait (Keluarga Nabi Muhammad SAW)

“Hampir dipastikan para ulama bersepakat bahwa “ahlu” memiliki arti orang-orang yang mempunyai hubungan nasab (darah) ...