Home / Relaksasi / Renungan / Buruk Muka Cermin Dibelah

Buruk Muka Cermin Dibelah

“Jika Anda dikoreksi orang lalu tersinggung, maka Anda memiliki masalah ego. Ini bisa menjadi kendala. Sebaiknya kendala ini diatasi sebelum menjadi semangkin berat”.

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Was-shalãtu was-salãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wa bihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn”.

Pernahkah Anda memberi masukan atau mengoreksi seseorang lalu mendapat reaksi negatif? Mungkin orang tersebut lalu bersikap defensif atau membela diri. Dia ngeyel tidak mau mengakui kesalahannya.

Lebih parah lagi, kalau orang tersebut malah marah. Kalau lain kali Anda ulangi tindakan itu maka dia bisa membenci Anda. Dia bisa menjauh bahkan mungkin tidak mau kenal lagi.

Tepat sekali peribahasa di atas, “buruk muka cermin dibelah“. Tentu para bijak bestari yang menciptakan peribahasa itu menyampaikan kiasan dari sikap negatif tadi. Ibaratnya, Anda sekedar menyodorkan sebuah cermin, lalu orang yang melihat wajah buruknya marah, lalu membanting cermin sampai pecah. Kenapa bisa begitu?

Itu karena egonya terlalu besar. Sejatinya semua orang memiliki ego, tapi ada yang sedang dan ada yang terlalu kuat sehingga sulit dikendalikan. Nouman Khan memiliki sebuah quote yang relevan:

If someone corrects you and you feel offended, then you have an ego problem (Jika seseorang mengoreksimu dan kamu tersinggung, maka kamu punya masalah ego).

Orang yang seperti ini sejatinya orang kerdil meskipun bisa saja dia orang yang dianggap sukses. Dia kerdil karena kalah dengan egonya. Dia tidak mampu menguasai egonya. Dia dikuasai oleh egonya. Ego ini yang membuat pandangan mata nalarnya tidak bening.

Dia  memandang koreksi sebagai serangan kepada pribadinya. Dia merasa direndahkan. Sedangkan sejatinya koreksi adalah masukan sangat berharga. Koreksi adalah sumbangan ilmu gratis. Maka semestinya orang yang dikoreksi berterimakasih kepada pengoreksinya.

Almarhum Ki Narto Sabdo, seorang dalang kondang dari Semarang punya pendapat bagus yang relevan. Dia katakan bahwa kritik dan saran akan dia taruh di ‘bokor kencono’ (pinggan emas) sedangkan pujian akan dia buang. Inilah sebuah sikap yang unggul.

Beliau sudah mampu menguasai egonya. Maka dia tidak tersinggung dengan kritik dan saran. Tidak heran dia menjadi dalang berprestasi. Dia adalah salah satu dalang terbaik di Indonesia. Namanya harum sampai sekarang.

Letakkanlah kritik dan saran dalam “bokor kencono”
dan buanglah segala pujian.

Mari kita tiru sikap Ki Narto Sabdo. Terima kritik dan saran dengan lapang dada, dengan senang hati. Karena sejatinya itu masukan berharga. Masukan itu justru akan meninggikan kita, bukan merendahkan. Masukan itu memperbaiki kita.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana mengatasi masalah ego? Puasa Ramadhan, yang sebentar lagi tiba, memberi kita kesempatan melatih diri dengan menguasai emosi. Kalau dilakukan dengan baik mestinya kita bisa mentransformasikan diri menjadi muttaqin. Saya yakin muttaqin mampu mengatasi ego. Jika belum mampu mengatasi ego ya Anda belum jadi muttaqin. Bagaimana di luar Ramadhan? Masih ada banyak puasa sunnah.

Selain itu kita bisa juga mengubah fokus pikiran kita dengan afirmasi. Katakan pada diri Anda bahwa kritik adalah masukan berharga. Kritik tidak merendahkan Anda. Kritik tidak menyerang anda. Kritik akan meningkatkan ilmu dan ketrampilan Anda. Usahakan afirmasi dengan rutin setiap hari. Jika ini dilakukan secara baik dan kontinyu mestinya akan ada perbaikan sikap Anda.

Semoga kita mampu menguasai ego agar punya sikap mental yang baik. Sesungguhnya sikap mental lebih penting daripada ketrampilan teknis.

Mari kita tutup artikel ini dengan sebuah doa agar Allah SWT memberikan kewaspadaan kepada kita agar tidak lalai dan terjerumus karena pujian-pujian.

اَللّٰهُمَّ لا تُؤَاخِذْنِي بِمَا يَقُولُونَ، واغْفِر لِي مَا لَا يَعْلَمُونَ واجْعَلْنِي خَيْراً مِمَّا يَظُنُّونَ

Allãhumma lã tu’ãkhidznî bimã yaqûlûn, waghfirlî mã lã ya’lamûn, waj’alnî khairam mimmã yadzhunnûn

” Ya Allah, jangan Engkau menghukumku karena pujian yang dia ucapkan, ampunilah aku atas kekuranganku yang tidak mereka ketahui dan jadikan aku lebih baik dari penilaian yang mereka berikan untukku.”

Ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

____________

Oleh: Bambang Udoyono, penulis buku.

About admin

Check Also

Amalan Nisfu Sya’ban Berjama’ah

“Salah satu amalan yang sudah mentradisi di Indonesia adalah membaca Surat Yasin tiga kali pada ...