Home / Agama / Kajian / Biji “Kun” dan Janji Primordial (2)

Biji “Kun” dan Janji Primordial (2)

“Renungan Syaikh Izzuddin Abdissalam dalam penciptaan alam semesta”

Oleh: Alfika Syafa

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wash-shalãtu was-salãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wa bihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn”.

Setelah Syaikh Izzuddin mengilustrasikan kehidupan sebagai pohon yang tumbuh dari biji “Kun” yang akhirnya memiliki macam-macam dahan, yakni dahan Nûn al-Anãniyyah dan an-Nãriyyah serta dahan Kaf al-Kitriyyah dan al-Kufriyyah, Syaikh Izzudin lantas melanjutkan ilustrasi pohon “Kun” yang tumbuhnya semakin rindang dalam cerita Adam dan Iblis.

Syaikh Izzudin kemudian menceritakan tentang kesombongan Nûn an-Nãriyyah yang ada pada iblis, yang mana kesombongan itu nampak ketika Allah menitahkan para Malaikat untuk bersujud kepada Adam.

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ ۞

Ingatlah Wahai Muhammad! Ketika Aku memerintahkan para malaikat untuk bersujud, semua Malaikat-pun bersujud kecuali Iblis. Ia menolak perintah Tuhannya dan merasa tinggi hati terhadap Adam sehingga ia tergolong dalam orang-orang yang kufur”. (QS. Al-Baqarah [2]: 34)

Benar, Iblis enggan bersujud kepada Adam. Menurutnya, Ia diciptakan dari api yang lebih baik dibanding tanah yang merupakan asal pembuatan Adam.

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنٍ ۞

“Allah berfirman: apa yang mencegahmu bersujud saat Aku memerintahkanmu? Iblis-pun menjawab: Aku lebih baik dari Adam– Kau ciptakan aku dari api sementara dia Engkau ciptakan dari tanah” (QS. Al-A’raf [7]: 12)

Sehingga nampaklah baginya dahan Kaf dari pohon “Kun” merupakan dahan Kaf al-Kufriyyah (kekufuran).

Sementara Adam yang telah memahami “Kun” dengan benar, terkumpullah dalam dirinya dua pucuk tangkai dari biji Kun (Kaf dan Nun). Yaitu Kaf at-Takrim, yang muncul dari Adam karena Ia telah mengakui ketinggian Allah (al-Kitriyyah). Serta Nûn an-Nûriyyah karena ia tak menyekutukan Allah yang bertemu dengan Nun an-Ni’mah.

Sebab Nûn an-Nûriyyah yang bertemu dengan Nun an-Ni’mah  tersebut, akhirnya Allah mempersilakan Adam untuk masuk ke dalam surga;

وَقُلْنَا يٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَاۖ وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۞

“Kami berfirman, “Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu, dan janganlah kamu dekati pohon ini,15) sehingga kamu termasuk orang-orang zalim!” (QS. Al-Baqarah [2]: 35)

Pada dasarnya, Iblis dan Adam memiliki cabang pohon yang berbeda, namun Iblis ingin menjatuhkan Adam dengan dahan dan tangkai cabang yang telah menjelma menjadi dirinya. Ia pun mengganggu Hawa yang merupakan pasangan Adam agar mendekati pohon tersebut dan berusaha merusak ketaatan keduanya:

فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطٰنُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وٗرِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْءٰتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهٰىكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هٰذِهِ الشَّجَرَةِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَا مَلَكَيْنِ اَوْ تَكُوْنَا مِنَ الْخٰلِدِيْنَ ۞

“Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya yang berakibat tampak pada keduanya sesuatu yang tertutup dari aurat keduanya. Ia (setan) berkata, “Tuhanmu tidak melarang kamu berdua untuk mendekati pohon ini, kecuali (karena Dia tidak senang) kamu berdua menjadi malaikat atau kamu berdua termasuk orang-orang yang kekal (dalam surga).” (QS. al-A’raf [7]: 20)

Dan bisikkan jahat Iblis pun berhasil menggelincirkan keduanya:

فَاَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْءٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفٰنِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَّرَقِ الْجَنَّةِۚ وَعَصٰىٓ اٰدَمُ رَبَّهٗ فَغَوٰى ۖ ۞

“Lalu, mereka berdua memakannya sehingga tampaklah oleh keduanya aurat mereka dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga. Adam telah melanggar (perintah) Tuhannya dan khilaflah dia”. (QS. Thaha [20]: 121)

Adam selanjutnya diperintahkan untuk keluar dari surga. Dalam ratapan permohonan, ia meminta ampunan kepada Tuhannya. Akhirnya Allah menumbuhkan baginya dahan baru yang harus ia pegang teguh dan penuh keyakinan.

فَتَلَقّٰٓى اٰدَمُ مِنْ رَّبِّهٖ كَلِمٰتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ ۞

“Kemudian, Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Baqarah [2]: 37).

Setelah Adam menggapai dahan baru itu, ia mendapati dahan itu merupakan dahan pengakuan diri terhadap kedzaliman dirinya (رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا) (Rabbanã dzhalamnã anfusanã) dan menegaskan kebutuhan dirinya pada Allah (وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين) (wa in lam taghfir lanã wa tarhamnã lanakûnanna minal khãsirîn).

Selanjutnya, Allah menerima taubat dari Adam (فتاب عليه) dan memanggilnya untuk diangkat sebagai khalifah fil ardh. Selain itu, Adam juga mengucapkan janji primordial bersama seluruh manusia yang masih dalam bentuk entitas. Allah-pun bertanya kepada Adam dan seluruh entitas manusia itu:

وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ ۞

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka sendiri (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, “Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini,” (QS. al-A’raf [7]: 172)

Dalam pengambilan janji itu setiap entitas manusia bersaksi sesuai dengan kapasitas penglihatannya terhadap Allah kemudian mereka menjawab dengan serempak “balã syahidnã” secara tidak sengaja. Entitas manusia yang menyaksikan keindahan Dzat Allah bersaksi bahwa tidak ada sesuatu-pun yang menyamai Allah (ليس كمثله شيء).

Entitas yang menyaksikan keindahan sifat-sifat Allah bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Tuhan Sang Maha Raja dan Maha Suci (لاإله إلا هو الملك القدوس). Sementara entitas-entitas yang hanya menyaksikan makhluk-makhluk Allah pada saat janji primordial diambil akhirnya memiliki beragam kesaksian.

Sebagian bersaksi bahwa Allah merupakan Dzat yang terbatas. Sebagian bersaksi bahwa Allah itu tidak ada. Sebagian yang lain bahkan bersaksi bahwa Allah merupakan patung yang berbicara. Perbedaan-perbedaan dalam kesaksian entitas itu selanjutnya menjadi perbedaan agama-agama dalam kehidupan dunia.

Adapun ketetapan Allah atas perbedaan tersebut telah tersirat dalam ayat : ( قل لن يصيبنا إلا ما كتب الله لنا ). Yang mana perbedaan-perbedaan tersebut dapat disibak dari rahasia-rahasia “Kun” dalam proses kehidupan Adam dan Iblis:

قُلْ لَّنْ يُّصِيْبَنَآ اِلَّا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَنَاۚ هُوَ مَوْلٰىنَا وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ ۞

“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal.” (QS. at-Taubah [9]: 51)

_________

Source: Alif.Id

About admin

Check Also

Mintalah Allah dan Tidak Meminta MakhlukNya

“Bila meminta masuk surga dan terhindar dari neraka maka berarti kita masih meminta makhluk ciptaanNya” ...