Home / Agama / Improvisasi Salik / Belajarlah Dari Allah Langsung, dan Jangan Ditanya Dalilnya Apa?

Belajarlah Dari Allah Langsung, dan Jangan Ditanya Dalilnya Apa?

“Begitu banyaknya dalil yang dicantumkan dalam Kitab kecil “Nashaihul ‘Ibad”, sehingga tidak sepantasnya kita mempertanyakan dalilnya apa? untuk memahami turunnya ilmu yang didatangkan langsung oleh Allah Ta’ala”.

Oleh: H. Derajat*

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wasshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.

Telah berdawuh Mursyid kami yang mulia Abah Guru Sekumpul tentang hakikat belajar langsung dari Allah:

Saudaraku yang dimuliakan Allah, sungguh mempelajari ilmu Tasawuf akan membawa kita semua kepada kemuliaan dihadapan Allah.

Risalah ini mungkin agak panjang untuk dibaca, hal ini dimaksudkan agar kita lebih memahami dan tidak menafikan adanya ilmu yang didatangkan Allah langsung melalui Qalbu kita.

Sebagaimana Allah berfirman:

وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّٰهُ ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ … ۞

“… Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 282)

Tentang barakah ilmu, ada yang ilmunya malah membuat pemiliknya bagai dajjal, ada juga tentang fadhilah membaca syahadat di waktu bangun tidur, dan di lain keterangan tentang barakah mendawamkan istighfar kapan saja, bahkan setiap saat, yang dijanjikanNya membuat kita lapang rezeki, kabul hajatnya, ada pula tentang keutamaan membaca hauqalah dan berbagai tuntunan ilmu yang diberikan para guru agar kita mendapatkan hikmah keilmuan.

Begitu banyaknya dalil yang dicantumkan dalam Kitab kecil Nashãihul ‘Ibãd, sehingga tidak sepantasnya kita mempertanyakan “dalilnya apa?” untuk memahami turunnya ilmu yang didatangkan langsung oleh Allah Ta’ala.

Bagaimana patutnya bagi kami untuk lalu meniadakan, menegasi, dan bahkan menjelek-jelekkan terhadap kebaikan-kebaikan yang notabene masyhur secara akal sehat, plus warisan lelaki para leluhur ‘ãlim ‘allãmah, hanya dikarenakan kami tak tahu dalilnya, padahal ketidahtahuan kami jelas semata akibat saking samuderanya dalil-dalil dan saking dha’ifnya kami sendiri?

Imam Al Ghazali dalam Ihyã ’Ulûmuddîn bertutur tentang seorang Arab Baduwi (al-‘arab) tersenyum senang ketika Kanjeng Nabi SAW menjawab pertanyaannya bahwa kelak yang akan menghisab manusia adalah Allah Ta’ala langsung, bukan malaikat, dan ia bahagia sekali karena ia mengetahui dan meyakini bahwa Allah Ta’ala Maha Welas Asih, sementara malaikat hanya mengikuti set up-nya yang tegas, keras, dan saklek.

Janganlah akibat ke-dha’if-an kita untuk bisa menjawab “mana dalilnya” justru mengkhawatirkan bahwa sikap negasi kita ternyata mendampakkan penampikan dan penyangkalan terhadap suatu sunnah, suatu fadhilah, atau suatu ijtihad ulama, atau suatu nasihat baik dari kedalaman ilmu mereka, atau seminimnya suatu amal baik duniawi, yang tentu saja itu buruk –seminimnya sû’ul adab.

Dalam samudera dalil, atsar, dan maqãlah itu, sungguh kami merasa tidak kuasa dan daya untuk bisa menguasai dan memahaminya dengan baik, walau kami memiliki ghirah yang tinggi dalam belajar, membaca, menghapal, menelaah, dan mengaji sejak lama saking “tak terbatasnya” khazanah dalil-dalil, atsar, maqãlah, dan ilmu-ilmu luhung tersebut.

Tentang diajari langsung oleh Allah sebagaimana yang diterangkan oleh Mursyid kami Abah Guru Sekumpul dikatakan dalam surat al-‘Alaq ayat 4-5.

الَّذِىۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِۙ‏ ۞ عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡؕ‏ ۞

“(Tuhan) yang mengajari (manusia) dengan perantara pena (dan) mengajari manusia apa-apa yang tak diketahuinya.”

Ayat tersebut menunjukkan dua jalan pengajaran ilmu, yakni melalui perantara pena (qalam) yaitu melalui metode alamiah dan rasional belajar-mengajar, bisa dalam bentuk mondok, sekolah, kuliah, kursus, membaca, latihan, pengajian, dan sebagainya. Frasa “bil-qalam” melibatkan adanya sarana-sarana dan perantara-perantara, baik benda maupun manusia.

Kemudian ada pola kedua yakni mekanismenya langsung dari bimbingan dan karunia Allah Ta’ala. Tentu saja Allah Ta’ala Maha Kuasa untuk memberikan ilmu-ilmu apapun dan kepada siapapun serta dengan jalan atau cara apa pun. Tak ada yang tak mungkin bagi Allah Ta’ala.

Demikian pula dalam Surah al-Baqarah ayat 282 dikatakan:

وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ۞

“Dan bertakwalah kepada Allah; maka Allah akan mengajarimu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 282)

Ayat ini menegaskan bahwa Allah Ta’ala Yang Maha Mengetahui segala sesuatu dan memiliki kuasa mutlak untuk (termasuk) mengajari siapa pun yang dikehendakiNya dengan demikian mengaruniakan pengajaran langsung dari sisiNya (entah bagaimanapun jalan, bentuk, cara, dan prosesnya), segala pengetahuan menjadi tersibak seluas-luasnya sesuai dengan ketetapanNya kepada orang-orang yang dikaruniaiNya.

Kanjeng Nabi SAW mendoakan secara khusus kepada Abdullah bin ‘Abbas RA agar diberiNya pengetahuan tentang al-Qur’an dan hikmahnya. Kini kita menyaksikan betapa Abdullah bin ‘Abbas RA menjadi “bapak tafsir” yang menjadi julukan pertama setelah Kanjeng Nabi SAW dalam takwil-takwil al-Qur’an hingga sampai kepada kita kini. Begitulah bila Allah Ta’ala telah mengajari secara langsung….

Dalam kisah lain dikatakan Abdullah bin Mas’ud RA yang asalnya “bukan siapa-siapa”, tumbuh menjadi ahli ilmu yang sangat dimuliakan oleh para sahabat dan generasi berikutnya berkat barakah mengabdi kepada Kanjeng Nabi SAW dengan khususan memelihara sendal Beliau SAW.

Sosok Abu Hanifah yang berasal dari Kufah (Irak), yang mengajar ilmu-ilmu agama di Kufah menimba khasanah ilmu dari Abdullah bin Mas’ud RA, sehingga acap kali dikatakan bahwa khazanah ilmu Abu Hanifah bersanad kepada Abdullah bin Mas’ud RA. Begitulah bila Allah Ta’ala telah mengajari secara langsung….

Abu Hurairah RA yang memiliki nama asli Abdurrahman bin Shahrin, yang menjadi “kepala Ahlus Shuffah” curhat kepada Kanjeng Nabi SAW betapa ia sangatlah pelupa sehingga tak bisa mengingat segala apa yang pernah disabdakan Beliau SAW dan memohon didoakan.

Lalu Kanjeng Nabi SAW menyuruhnya membentangkan serban di depan dadanya dan mendoakannya. Lalu Beliau SAW menyaut-nyaut angin dan menaburkannya di atas serban itu sebanyak tiga kali, lalu menutupkan serban itu ke dada Abu Hurairah RA.

Sejak saat itu Abu Hurairah RA langsung hapal segala apa yang disabdakan Kanjeng Nabi SAW dan tak bisa lupa sedikit pun. Begitulah bila Allah Ta’ala telah mengajari langsung….

Mursyid kami Syekh Hasan Bashri, adalah seorang sufi agung generasi awal, dulunya adalah anak dari seorang budak yang mengabdi kepada istri Kanjeng Nabi SAW, Sayyidah Ummu Salamah RA. Waktu itu Sayyidah Ummu Salamah RA (nama aslinya Hindun binti Abu Umayyah bin Mughirah) punya anak kecil yang masih disusui. Dan bila Hasan menangis karena kehausan, Sayyidah Ummu Salamah berkali-kali sekalian menyusuinya.

Renungkanlah, dengan barakah susuan mulia istri Kanjeng Nabi SAW, kelak saat mukim di Bashrah (Irak) Hasan tumbuh menjadi ahli ilmu dan tasawuf yang amat masyhur, yang kini kita kenal sebagai Syekh Hasan Bashri. Begitulah bila Allah Ta’ala telah mengajari langsung….

Imam Bushiri, pengarang Qashîdah Burdah, dengan barakah cintanya yang amat mendalam kepada Kanjeng Nabi SAW, dibimbing Beliau SAW langsung dalam menyelesaikan bait-bait Burdahnya. Dan kini kita saksikan betapa Qashîdah Burdah ini terus abadi, dibaca, dikaji, dan diamalkan dengan sangat luas di mana-mana. Begitulah bila Allah Ta’ala telah mengajari langsung….

Kami masih bisa menyebut begitu banyak nama masyhur dan agung lainnya dari khazanah sirah sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in, dan terus ke kalangan ulama-ulama penerusnya. Dari sosok agung Sayyidah Aisyah RA, Sayyidah Hafshah RA, lalu Abdullah bin Umar RA, Anas bin Malik RA, Zaid bin Tsabit RA, Mu’adz bin Jabal RA, dan seterusnya seperti Ibnu Hajar Asqalani, Ibnu Hajar Haitami, Sirajuddin al-Bulqini, Ibnu Hisyam, Raghib Asfahani, hingga Jalaluddin al-Suyuthi.

Semoga ini sudah cukup untuk mengukuhkan betapa dahsyatnya samudera ilmu, pengetahuan, dan hikmah yang bisa diraih seseorang bila telah dibimbing langsung oleh Allah Ta’ala, entah dengan jalan dan cara apa saja yang hanya Allah Ta’ala yang mengetahuinya.

Semoga Allah melimpahkan Hidayah yang meliputi segala karunia bimbingan dan pencerahan, taufik dan rahmatNya, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan dan hikmah.

فَقَالُوۡا رَبَّنَاۤ اٰتِنَا مِنۡ لَّدُنۡكَ رَحۡمَةً وَّهَيِّئۡ لَـنَا مِنۡ اَمۡرِنَا رَشَدًا ۞

Rabbanã ãtinã min ladunka rahmah, wa hayyi’ lanã min amrinã rasyadã. (QS. Al-Kahfi: 10).

Rasyadan” bermakna kecerdasan, kepintaran, pencerahan yang lurus, yang makin mengukuhkan agama Allah Ta’ala, yang mengantar diri kepada makin tawadhu’ (patuh dan tunduk) kepada Allah Ta’ala (ahbatu ila rabbihim).

Pengajaran langsung dari Allah dinyatakan pula:

يَّهۡدِىۡ بِهِ اللّٰهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضۡوَانَهٗ سُبُلَ السَّلٰمِ وَيُخۡرِجُهُمۡ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوۡرِ بِاِذۡنِهٖ وَيَهۡدِيۡهِمۡ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسۡتَقِيۡمٍ ۞

Yahdî bihillãhu manit taba’a ridhwãnahû subulas salãmi wa yukhrijuhum minadz dzulumãti ilan nûri bi idznihî wa yahdîhim ilã Shirãtim Mustaqîm

Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus.

Betapa luasnya ilmu yang diajarkan Mursyid kami Abah Guru Sekumpul bila dituangkan dalam bentuk tulisan, untuk sementara kami cukupkan hingga disini saja.

Yã Allãh… Yã Rahmãn… Yã Rahîm…, karuniakanlah ketakwaan demi ketakwaan ke dalam hati kami, karuniakanlah ilmu dan hikmah dari sisiMu yang semakin menghantarkan kami beriman dan bertakwa kepadaMu dan NabiMu, ãmîn, yã Rabbal ‘ãlamîn…

Wallãhu A’lamu bish-Shawãb

__________

* Ketua Pasulukan Loka Gandasasmita

 

About admin

Check Also

Penyandang Gelar Kebesaran Islam (Bagian 2)

“Gelar kebesaran dalam Islam (Ulama, Imam, Syekh, Kiai dan Ustadz) seringkali diklaim sendiri oleh seseorang ...