Oleh: H. Derajat
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Allahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘ala aali Sayyidina Muhammad.
Inilah sebuah kisah hikmah dari seorang anak gadis yang ditinggal wafat oleh ayahnya. Kisah yang sangat mengharukan namun merupakan nasehat indah untuk kita semua agar bisa mengingat kematian.
Saat itu Syech Hasan sedang duduk-duduk di depan rumahnya, tiba-tiba ada jenazah seorang laki-laki melintas di depan rumahnya menuju ke tempat pemakaman. Terlihat olehnya di belakang jenazah seorang anak wanita bersama para pelayat yang lain. Rambut wanita itu tergerai dan tidak henti-hentinya menangis. Jelas nampak dalam raut wajahnya rasa duka yang sangat mendalam.
Syech Hasan berfikir bahwa mungkin anak wanita itu adalah Putri dari jenazah tadi. Segera saja Syech Hasan membuntuti iring-iringan jenazah tersebut dan mendekati anak wanita yang dari tadi menangis. Tatkala sudah dekat dengan anak wanita itu, Syech Hasan mendengar dengan jelas rintihannya.
“Wahai bapak, belum pernah selama hidupku mengalami perasaan sedih dan duka yang sangat mendalam seperti yang aku alami sekarang ini. Aku benar-benar merasa kehilangan bapak.”
“Nak, belum pernah juga bapakmu mengalami kejadian yang menyusahkan seperti sekarang ini! (kematian).” Sahut Syekh Hasan.
Setelah tiba di sebuah mushalla, jenazah itu pun segera disholati dan kemudian dimakamkan. Derai tangis anak wanita tadi belum juga reda sampai acara pemakaman. Setelah acara pemakaman selesai para pengantar pun segera kembali ke rumahnya masing-masing.
Esok harinya, setelah menjalankan shalat subuh Syeikh Hasan kembali duduk-duduk santai di depan rumahnya. Namun selang beberapa lama kemudian, ia melihat anak wanita dengan jalan yang tergesa-gesa melintasi depan rumahnya. Rupanya, ia adalah anak wanita yang kemarin ditinggal mati oleh bapaknya. Anak wanita ini rupa-rupanya berjalan menuju tempat pemakaman. Merasa ada gelagat yang kurang baik, segera Syech Hasan mengikutinya dari kejauhan. Beliau ingin tahu apa sebenarnya yang ingin dikerjakan anak itu. Saat anak wanita itu memasuki makam, Syeikh Hasan mengintip dari tempat yang tersembunyi.
Tiba-tiba anak wanita itu memeluk nisan dan pipinya yang basah dengan air mata ditaruh diatas gundukan makam ayahnya, seraya berkata, “Wahai bapak, bagaimana tadi malam engkau menginap? Kemarin lusa aku masih mempersiapkan alas tidur untukmu. Lalu siapakah yang mempersiapkan alas tidurmu tadi malam? Kemarin lusa aku masih mempersiapkan lampu untuk menerangimu. Lalu siapakah gerangan yang mempersiapkan lampu untuk menerangimu tadi malam? Wahai bapak, ketika badanmu terasa pegal-pegal, seringkali aku memijat badanmu. Lalu siapa lagi sekarang yang akan memijat-mijatmu? Wahai Bapak,”. Rintihnya lebih lanjut.
“Ketika engkau merasa haus, dengan segera aku mengambilkan minuman untukmu. Namun siapakah yang mengambilkan engkau minum tadi malam? Ketika engkau merasa jemu dan penat tidur terlentang, maka segara aku balikkan engkau agar nyaman. Namun siapakah tadi malam yang mau membalik tubuhmu agar nyaman?”.
“Dengan perasaan belas kasih, kemarin aku masih memandangi wajahmu. Tapi sekarang siapa lagi yang akan memandangi wajahmu seperti itu? Saat engkau memerlukan sesuatu, engkau segera memanggilku. Tapi bagaimana dengan malam tadi, siapakah yang engkau panggil? Bahkan kemarin lusa, aku masih memasakkan makanan untukmu. Tapi masihkah engkau juga menginginkannya dan siapa yang akan menyiapkan makanan untukmu?”
Air mata Syech Hasan tak sanggup lagi dibendungnya saat mendengar rintihan anak wanita itu. Air matanya berderai dengan derasnya berjatuhan satu persatu ke pipinya. Ia langsung menampakkan diri dari tempat persembunyiannya.
“Janganlah engkau mengucapkan kata-kata seperti itu, Nak!” Hibur Syech Hasan sambil mengusap rambut wanita kecil itu.
“Namun katakanlah, “Wahai bapak, kemarin kami masih menghadapkan wajahmu ke arah kiblat. Lalu masihkah kini wajahmu menghadap ke kiblat ataukah telah berpaling darinya? Wahai bapak, saat kami menaruhkanmu di kubur, tubuhmu masih tampak utuh. Tapi masihkah sekarang keadaanmu seperti itu ataukah sudah habis dimakan ulat?”
“Ucapkan pula, Nak! Para ulama telah mengatakan bahwa seseorang yang sudah mati itu pasti akan ditanyai tentang keimanannya. Di antara mereka ada yang bisa menjawab dengan benar tapi ada juga yang tidak bisa menjawabnya sama sekali. Adakah bapak termasuk di antara mereka yang bisa menjawabnya?”
“Mereka juga menjelaskan bahwa sebagian jenazah itu ada yang dijepit oleh liang kuburnya sendiri hingga tulang rusuknya hancur berantakan, tapi adakalanya pula yang merasa liang kuburnya tersebut sangat luas sekali. Lalu bagaimana dengan keadaan kubur bapak sekarang ini?”
“Begitu juga ada keterangan yang menyebutkan bahwa kubur itu acapkali diganti dengan taman-taman surga, tapi adakalanya pula yang diubah menjadi jurang neraka. Lalu bagaimana dengan kubur bapak sekarang?
Demikian pula ada yang menerangkan bahwa sebagian kafan itu kelak akan digantikan dengan kafan surga dan adakalanya pula yang diganti dari kafan neraka. Lantas dengan apakah kafan bapak digantikan?”
“Keterangan lain yang dikatakan oleh para ulama adalah bahwa kubur itu acapkali memeluk penghuninya sebagimana seorang ibu yang memeluk anaknya dengan penuh kasih sayang. Tapi adakalanya pula yang mendapatkan marah dari kuburnya hingga menjepit sampai tulang belulangnya berserakan. Adakah kubur bapak sekarang marah ataukah sebaliknya memeluk bapak dengan kasih sayang?”
“Demikian juga bahwa para ulama telah menjelaskan, ketika seseorang telah memasuki kuburnya, maka bila dia sebagai orang yang bertakwa, ia akan menyesal karena merasa ketakwaannya belumlah seberapa. Begitu juga dengan orang yang durhaka. Mereka akan menyesal karena semasa hidupnya tidak mau berbuat kebajikan. Lantas apakah bapak tergolong mereka yang menyesal karena tidak pernah berbuat kebajikan ataukah mereka yang menyesal karena merasa ketakwaannya belumlah seberapa?”
“Wahai bapak, cukup lama aku memanggilmu! Tapi mengapa engkau tidak menjawab sedikit pun panggilanku. Ya Allah, janganlah kiranya Engkau menghalangi pertemuanku kelak di akhirat dengannya!”
Usai Syech Hasan mengajari seperti itu, anak kecil tersebut menolehkan kepalanya seraya berkata, “Kalimat-kalimat yang engkau ajarkan itu sungguh menyejukkan hatiku. Sehingga hatiku sekarang merasa lebih tentram dan memalingkan aku dari kelalaian.” Melihat anak wanita itu sudah tenang hatinya, segera saja Syech Hasan mengantarnya pulang.
Demikianlah, mudah-mudahan dari kisah ini ada hikmah dan pelajaran berharga yang bisa kita renungkan bersama. Tidaklah perkara dunia yang harus kita tanyakan atau kita pikirkan pada orang yang ada di dalam kubur, namun perkara akheratlah yang harus kita tanyakan atau kita pikirkan pada orang yang sudah berada di alam kubur.
Berikut adalah doa selamat yang bisa dibaca untuk memohon keselamatan dan perlindungan di dunia dan akhirat:
اَللهُمَّ اِنَّا نَسْأَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ * اَللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِى سَكَرَاتِ الْمَوْتِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ وَالْعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ * رَبَّنَا لاَتُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْهَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ * رَبَّنَا أَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ *
Allaahumma innaa nas-aluka salaamatan fiddiini wa afiatan filjasadi waziaadatan fil ilmi wabarokatan firizki wataubatan Qoblalmaut warahmatan ingdalmaut wamaghfiratan ba’dal mauut ֍ Allaahumma hawin ‘alaina fi sakarootil mauti wannajaata minannaar wal afwa ingdal hisaab ֍ Robbana laatuzigh Qulubana ba’da idz hadaitanaa wahablanaa mil ladungka rohmatan innaka antal wahhaab ֍ Robanaa aatinaa fiddunia hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaabannaar ֍
“Wahai Allah, sesungguhnya hamba memohon kepada-Mu keselamatan dalam agama, dan kesehatan pada jasad hamba, dan bertambahnya ilmu, dan keberkahan di dalam rizki hamba, dan terimalah taubat hamba sebelum mati, dan rahmatilah hamba dalam kematian dan berikan pengampunan sesudah mati”.
“Wahai Allah, mudahkanlah hamba dalam menghadapi kematian, dan selamatkan hamba dari siksa api neraka, dan ampunilah hamba di hari perhitungan”.
“Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)”.
“Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jauhkanlah kami dari azab api neraka”.