Allah berfirman dalam hadist Qudsi : “……Wahai anak Adam, Aku lapar mengapa engkau tak memberiKu makan.”
Oleh: H. Derajat*
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wasshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.
Sahabatku yang dimuliakan Allah, sesungguhnya kedua orang kakekku yaitu Syeikh Abdul Hamid Kaiman dan Aki Soma telah beramanat kepada saya selaku cucunya: “berilah makan orang sekelilingmu dan juga orang yang datang bertamu ke rumahmu. Karena tidak akan pernah kita kelaparan dan kekurangan makan apabila seringnya memberi makan kepada orang lain”
Hal ini tentunya sejalan dengan apa yang disabdakan Rasulullah, “… Api neraka merasa takut walaupun dengan sebiji kurma (yang kalian berikan untuk orang yang lapar)…” (HR. Bukhari).
Dalam redaksi lain, hadits tersebut berbunyi:
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ حَدَّثَنِي الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي خَيْثَمَةُ عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَسَيُكَلِّمُهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ بَيْنَ اللَّهِ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ ثُمَّ يَنْظُرُ فَلَا يَرَى شَيْئًا قُدَّامَهُ ثُمَّ يَنْظُرُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَتَسْتَقْبِلُهُ النَّارُ فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَتَّقِيَ النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ قَالَ الْأَعْمَشُ حَدَّثَنِي عَمْرٌو عَنْ خَيْثَمَةَ عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّقُوا النَّارَ ثُمَّ أَعْرَضَ وَأَشَاحَ ثُمَّ قَالَ اتَّقُوا النَّارَ ثُمَّ أَعْرَضَ وَأَشَاحَ ثَلَاثًا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا ثُمَّ قَالَ اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
Telah menceritakan kepada kami (‘Umar bin Hafsh) telah menceritakan kepada kami (Ayahku) mengatakan, telah menceritakan kepadaku (Al-A’masy) mengatakan, telah menceritakan kepadaku (Khaitsumah) dari (‘Adi bin Hatim) menuturkan, Nabi shallallãhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tiada seorang pun diantara kalian selain Allah yang akan mengajaknya bicara pada hari kiamat, tidak ada juru penerjemah antara dia dan Allah, kemudian ia memperhatikan dan ia tidak lihat apapun di hadapannya, lantas ia melihat depannya, selanjutnya ia didatangi oleh api, maka siapa diantara kalian mampu, hindarilah neraka sekalipun hanya dengan sebiji kurma.” Kata (Al A’masy), telah menceritakan kepadaku (‘Amru) dari (Khaitusmah) dari (‘Adi bin Hatim) mengatakan, Nabi shallallãhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jagalah diri kalian dari api neraka sekalipun hanya dengan sebiji kurma.” Kemudian beliau berpaling dan menyingkir, kemudian beliau bersabda lagi: “jagalah diri kalian dari neraka”, kemudian beliau berpaling dan menyingkir (tiga kali) hingga kami beranggapan bahwa beliau melihat neraka itu sendiri, selanjutnya beliau bersabda: “Jagalah diri kalian dari neraka sekalipun hanya dengan sebiji kurma, kalaulah tidak bisa, lakukanlah dengan ucapan yang baik.” (HR. Bukhari Nomor 6058).
“Sesungguhnya orang terbaik di antara kalian adalah orang yang memberi makan.” (HR. Thabrani). Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “Perbuatan apa yang terbaik di dalam Islam?” Nabi SAW menjawab, “Kamu memberi makan kepada orang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Terkadang kita merasa keberatan apabila kita mengajak orang lain untuk makan dengan berbagai alasan yang bisa dijadikan pembenaran untuk menolak hal tersebut. Mengapa demikian? Karena kita tidak pernah menganggap bahwa yang kita ajak makan adalah utusan Tuhan untuk kita jamu.
Dengan sebab pentingnya memberi makan kepada orang lain, maka janganlah kita banyak menghitung-hitung uang yang kita keluarkan ketika menjamu orang lain untuk makan bersama.
Saking pentingnya memberi makan kepada orang lain hingga Rasulullah SAW menyampaikan hal tersebut melalui hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dzarr radhiyallãhu ‘anhu, dia berkata bahwa:
قَالَ رَسُوْلُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا طَبَخْتََ مَرَقَةً، فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيْرَانَكَ
Rasulullah shallallãhu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan, “Wahai Abu Dzarr, jika engkau memasak masakan berkuah, maka perbanyaklah kuahnya dan perhatikanlah tetanggamu.” (HR Muslim)
Memberi makan adalah tanda baiknya Islam seseorang. Tanda sempurnanya keislaman seseorang. Sebab Islam itu bukan hanya mengajarkan ibadah vertikal kepada Allah Subhãnahu wa Ta’ãlã, melainkan juga mengajarkan membangun hubungan horisontal yang baik kepada sesama manusia.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallãhu ‘anhuma:
أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِىَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَىُّ الْإِسْلاَمِ خَيْرٌ؟ قَالَ : تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallãhu ‘alaihi wa sallam, “Islam bagaimanakah yang baik?” Beliau menjawab, “Kamu memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan orang yang tidak kamu kenal.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Memberi makan adalah bentuk kepedulian kepada sesama. Sekaligus bentuk kasih sayang dan pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Islam mengajarkan terbentuknya masyarakat yang berlandaskan hubungan saling mengasihi dan meringankan beban, bukan masyarakat yang egois apalagi saling bermusuhan.
Banyak cara menjadi orang terbaik. Salah satunya adalah dengan memberi makan orang lain. Rasulullah shallallãhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خِيَارُكُمْ مَنْ أَطْعَمَ الطَّعَامَ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang memberi makan”. (HR. Ahmad dan Hakim; shahih)
Hadits ini senada dengan hadits lain tentang orang yang terbaik, yakni sabda Rasulullah shallallãhu ‘alaihi wa sallam:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”. (HR. Thabrani, Daruquthni, dan Suyuthi; hasan)
Memberi makan adalah salah satu kunci masuk surga. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallãhu ‘alaihi wa sallam:
أَفْشُوا السَّلاَمَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصِلُوا الأَرْحَامَ وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ
“Sebarkan salam/kedamaian, berilah makanan, sambunglah silaturahim, shalatlah di malam hari ketika orang lain sedang tidur, niscaya kalian masuk surga dengan penuh keselamatan”. (HR. Ibnu Majah dan Ahmad; shahih)
Islam menghendaki manusia saling tolong menolong. Maka jika ada yang membutuhkan, hendaklah ditolong dan umat Islam harus menjadi pelopor dalam menolong orang lain. Apalagi jika yang dibutuhkan adalah makanan.
Sejak di Makkah, Islam telah menanamkan spirit menolong orang lain. Yang paling monumental adalah turunnya Surat Al-Mã’ûn yang mencela para pendusta agama yakni mereka yang suka menghardik anak yatim dan tidak mau memberi makan fakir miskin.
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ ۞ فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ ۞ وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ ۞
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin“. (QS. Al Ma’un: 1-3)
Tiga ayat ini turun berkenaan dengan tokoh kafir Quraisy yang biasa menyembelih unta setiap pekan. Suatu ketika, seorang anak yatim datang meminta sedikit daging dari unta yang telah disembelih itu. Namun, ia tidak diberi justru dihardik dan diusir.
Islam menyebut mereka itu pendusta agama. Sebaliknya, Islam mengajarkan pemeluknya menjadi orang yang peka dengan lingkungannya dan suka menolong orang lain yang membutuhkan. Terutama fakir miskin dan anak yatim.
Tak hanya masuk surga, orang yang suka memberi makan orang lain juga mendapatkan hadiah spesial berupa kamar istimewa di surga. Bagian luar kamar itu bisa dilihat dari dalamnya dan bagian dalamnya bisa dilihat dari luarnya. Mungkin kamar yang terbuat dari intan atau berlian.
Rasulullah shallallãhu ‘alaihi wa sallam mensabdakan:
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ غُرَفًا يُرَى بُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا، وَظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا، فَقَالَ أَعْرَابِيٌّ : فَلِمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللّٰهِ ؟ قَالَ : لِمَنْ قَالَ طَيِّبَ الْكَلامِ، وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ، وَأَفْشَى السَّلامَ، وَصَلَّى بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ
“Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang bagian luarnya bisa dilihat dari dalamnya dan bagian dalamnya terlihat dari luarnya.” Abu Malik Al-Asy’ari bertanya, “Untuk siapa itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk orang yang berbicara baik, memberi makan, dan melaksanakan shalat malam sementara orang-orang sedang tidur.” (HR. Thabrani; shahih)
Demikian keutamaan memberi makan yang disampaikan kakekku sebagai amanah beliau kepadaku sebagai cucunya.
Kuakhiri dengan do’a :
اَللّٰهُمَّ يَاغَنِيُّ، يَا حَمِيْدُ، يَا مُبْدِئُ، يَا مُعِيْدُ، يَا رَحِيْمُ، يَا وَدُودُ، أَغْنِنِيْ بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَبِطَاعَتِكَ عَنْ مَعْصِيَتِكَ، وَبِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ .
Allãhumma yã ghaniyyu, yã hamîdu, yã mubdi’u, yã mu’îdu, yã rahîmu, yã wadûdu, aghninî bihalãlika ‘an harãmika, wa bithã’atika ‘an ma’shiyatika, wa bifadhlika ‘amman siwãka.
“Ya Allah, wahai Dzat yang Maha Kaya, Dzat yang Maha Terpuji, Dzat yang Maha Memulai, Dzat yang Maha Mengembalikan, Dzat yang Maha Pengasih, Dzat yang Maha Penyayang, kayakanlah pada diriku akan rezeki yang halal, jauhkan dari rezeki yang haram, dan dengan ketaatan kepada-Mu jauh dari perilaku maksiat kepada-Mu dan dengan kecukupan-kecukupan karunia-Mu jauh dari siapapun selain Engkau.”
Wallãhu A’lamu bish-Shawãb
__________
* Ketua Pasulukan Loka Gandasasmita