The Real Dangers of Milk
Berikut saya sampaikan artikel yang sebaiknya anda ketahui tentang bahaya dari susu sapi menurut dr. Tan Shot Yen. Manfaat Susu Sapi telah merasuki alam pikiran kita puluhan tahun akibat propaganda produsennya dan kita selalu menelannya bulat-bulat dan percaya tanpa pernah kita mencari pembanding pengetahuan itu. Nah, untuk keperluan sebagai pembanding itu saya kirim kan artikel ini. Marilah kita Stop meracuni anak dan keturunan kita dengan menshare pengetahuan ini.
Membongkar Kebohongan Manfaat Susu Sapi
Berita Islam 24H – Seperti yang telah kita ketahui dan yang telah kita pelajari sejak lama, bahwa kita harus mengonsumsi susu sejak lahir hingga menutup mata (meninggal) sedangkan menurut dokter Tan manusia hanya mengonsumsi susu sejak 0-2 tahun saja itupun hanya ASI.
Seorang dokter gizi, yaitu dr. Tan Shot Yen, tidak pernah paham dengan alasan mengapa manusia harus mengonsumsi susu selama usia pertumbuhan yang bukan dari ASI, apalagi sepanjang hayat.
Semua ini hanyalah bisnis multi milyar dollar, tentang Kebohongan Manfaat Susu yang belum diketahui khalayak ramai. Benarkah susu sapi baik untuk kesehatan? Benarkah susu sapi baik untuk tulang? Atau malah sebaliknya, bahwa semua itu hanya sekedar bualan belaka?
Letak permasalahannya bukan pada perdebatan, atau siapa yang salah dan siapa yang benar.
Jika pendapat pakar (yang bisa salah bisa benar) saja yang dijadikan pegangan, maka kepentingannya terletak justru pada si pakar tersebut, dan apa atau siapa yang dibelanya.
Pastinya ada unsur kepentingan dibalik opini-opininya, dari pihak mana yang mendukungnya untuk menyuarakan pendapatnya itu.
Begitu pula dengan menghadapi semua paparan, karena itu dr. Tan Shot Yen selalu menyertakan bacaan atau sumber informasi lain sebagai pembanding, jika pembaca membutuhkannya untuk memperluas pandangan serta cara menilai kebenarannya, sehingga pada akhirnya kita sama-sama paham, siapa yang diuntungkan dan bukan untuk kesehatan manusia.
“Karena itu, ilmu kesehatan sangat tidak mungkin berdiri sendiri. Kita perlu merujuk pada antropologi, sejarah pola hidup dan pola makan manusia, sejarah kepentingan teknologi industri pangan maupun kesehatan, dan kembali lagi: apakah cocok untuk kesejahteraan manusia yang optimal lahir-batin-mental-spiritual?”, jelas dr. Tan Shot Yen.
“Saya tidak pernah paham dengan alasan mengapa manusia harus mengonsumsi susu selama usia pertumbuhan yang bukan dari ASI, apalagi sepanjang hayat – seakan-akan bahasanya seperti yang sering dipakai di kalangan pergaulan anak gadis saya: “Nggak cocok? Ya paksain aja!”, tambahnya.
Beberapa Poin Penting Yang Anda Harus Ketahui
Berikut ini adalah beberapa poin penting yang harus anda ketahui tentang susu sapi yang selalu diyakini masih sangat bermanfaat tak hanya bagi bayi dan anak-anak manusia, tapi juga untuk seluruh usia dan masih dikonsumsi oleh milyaran orang di dunia.
1. Susu Bukan Konsumsi Alamiah Untuk Selamanya
Kita perlu belajar dari hewan menyusui. Bahwa susu hanya cocok sebagai “makanan antara”, ketika bayinya belum sanggup mengunyah dan mencerna. Begitu bisa tegak, berjalan, mencari makan dan mampu mengunyah makanan padat, maka susu bukan lagi konsumsi alamiahnya.
Hal ini bukan berarti bahwa kita menyamakan manusia dengan hewan menyusui, tapi kita harus dan merasa perlu belajar dari alam, fakta dan menyadari berbagai unsur permainan “kepentingan yang lain” di balik jargon kesehatan yang hanya dipakai untuk nilai jual.
Faktanya, enzim pencernaan manusia untuk mencerna susu juga sudah mulai menyusut pada usia 2-3 tahun. Bersamaan dengan itu, gigi manusia pun sudah komplit di usia dua tahun. Lepas dari susu, kunyah makanan padatnya.
2. Untuk manusia, alam tidak menyediakan susu apa pun, selain Air Susu Ibu (ASI)
Alam tidak menyediakan susu apa pun selain ASI untuk konsumsi manusia. Susu sapi hanya untuk generasi penerus sapi. Susunannya pun sama sekali tidak cocok untuk manusia.
Sekali lagi, komposisi susu sapi hanya untuk membuat anak-anak sapi gemuk, bertulang besar, tidak perlu pandai, apalagi menikmati umur panjang. Artinya, susu sapi alami sama sekali tidak cocok untuk manusia.
Karena “dipaksakan” supaya cocok, maka agar tidak mengandung bakteri, manusia melakukan sterilisasi susu antara lain dengan pasteurisasi (pasteurizing). Efek sampingnya? semua zat gizi susu rusak total, karena itu setelah proses sterilisasi perlu diimbuhkan atau ditambahkan berbagai zat alin supaya kelihatan “bergizi”, proses pasca sterilisasi inilah membuat heboh ‘menyusup’nya bakteri.
Begitu pula agar kolesterol susu sapi yang tinggi tidak membuat manusia kegemukan dan naik kolesterolnya, maka ditemukanlah teknik yang membuat agar susu sapi mendapat istilah ‘skim’, karena minyaknya ditarik atau diambil. Efek sampingnya? manusia tetap gemuk!
Karena bukan melulu kolesterol yang bermasalah, tapi gula susu (Laktosa) dan keasamannyalah yang membuat tulang justru semakin keropos! Supaya “cocok” juga untuk kebutuhan kecerdasan anak manusia, maka ada pemaksaannya lainnya yaitu melalui jalur teknologi.
Susu sapi yang miskin gizi itu ditambahkan zat-zat/asam amino yang diduga sebagai bagian dari kebutuhan perkembangan saraf dan otak. Padahal, kecerdasan lebih dari sekedar Asam Amino atau zat yang diimbuhkan tersebut.
Kecerdasan anak berkaitan sangat erat dengan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) saat anak mengintegrasikan kecerdasan pertamanya secara instinktual untuk merayap dan menemukan puting susu ibu selepas dilahirkan, sekaligus gerakan merayap tersebut menyelesaikan dan mengintegrasikan refleks-refleks primitifnya!
Kecerdasan terletak pada antibodi prima manusia yang alami, yang hanya terdapat dalam ASI hingga usia 2 tahun saja. Kecerdasan juga berhubungan dengan pematangan “sambungan-sambungan sistem syaraf” dari tiga susunan otak manusia yang terdiri dari:
• Reptilian Brain, yang primitif: hanya mengurus sistem pertahanan diri/survival.
• Mamalian Brain, yang berfungsi mengenali cinta, rasa aman, peduli, kekeluargaan.
• Neo-Mamalian Brain, yang setelah usia 6 tahun baru dapat mengenal istilah cara pikir ‘rasional’.
Kecerdasan manusia bukan melulu tentang pandai berhitung dan berbahasa asing, tapi cerdas secara emosional dan spiritual. Sehingga yang membuat manusia maju dan makmur bukan hanya mereka yang ber IQ (Intelligence Quotient) tinggi, tapi juga ber EQ (Emotional Quotient) tinggi, sehingga mampu menjalin relasi, serta ber SQ (Spiritual Quotient) yang membanggakan, sehingga mampu bersyukur, berhubungan mesra dengan Penciptanya. Nah, mana ada anak sapi yang bisa begini?
3. Susu selain ASI bukan satu-satunya sumber Kalsium
Jika argumen bahwa susu diasup sebagai sumber kalsium yang dipercaya menguatkan tulang, maka perlu ditegaskan kembali: Apakah hanya susu satu-satunya sumber Kalsium?
Kita harusnya mencurigai ‘nasehat-nasehat’ yang menganjurkan orang agar selalu minum susu yang akhirnya hanya sebatas karena penelitian yang sangat sepihak, bahkan sangat kadaluwarsa, dan celakanya: karena ‘kepercayaan’ seri nutrisi jaman penjajahan Belanda yang masih berurat akar.
Tulang pun menjadi kuat bukan semata-mata hanya karena Kalsium. Melainkan kita perlu mengasup Magnesium, Seng (Zinc), Boron, Mangaan, Provitamin D-3, dan lainnya.
Nenek moyang kita sebelum mengenal pabrik susu tidak pernah menderita patah tulang akibat keropos sebelum waktunya. Mengapa itu bisa terjadi? Sekali lagi, karena mereka mengonsumsi makanan alam yang dikunyah, yang juga dapat memperkuat tulang selepas susu ibu di atas 2 tahun!
Kita juga harus mengetahui, bahwa mengonsumsi satu cangkir Selada Bokor (iceberg lettuce) dapat memberikan kekuatan tulang yang dihari tua, dan mencegah terjadinya patah tulang panggul! Hal ini telah dirisetkan oleh para ahli dari Harvard University, Amerika Serikat yang melibatkan 72.000 wanita.
Kalsium pada susu yang bukan ASI, sekali lagi ditegaskan: TIDAK DIKENAL oleh tubuh manusia. Oleh karenanya bersifat “Non-bio-available”, jadi, bukannya membuat tulang lebih kuat, malah kalsium akan ‘nyasar’ ke tempat yang salah.
Dan tempat yang paling sering menjadi sasaran pendaratan kalsium adalah: dinding pembuluh darah!
Bukannya mendapatkan manfaat positif dari susu, malah mendapat bonus penyakit yang sangat tidak menyenangkan, yaitu: penebalan dinding pembuluh darah dan segala akibatnya, sebagaimana yang telah dipaparkan dalam salah satu jurnal kedokteran anak oleh Dr. Frank Oski, dalam Upstate Medical Center Department of Pediatrics, USA.
Orang Amerika dan Eropa Utara mengonsumsi 800 mg – 1200 mg kalsium sehari, tapi tetap saja mereka lebih menderita osteoporosis atau keropos tulang dibanding orang Asia dan Afrika yang hanya mengonsumsi 300 mg – 500 mg kalsium per hari.
Mengapa bisa terjadi ? Karena daging merah, gula, tepung dan bahan makanan berupa bumbu non-alam, justru menyebabkan keasaman darah meningkat!
Untuk menetralisirnya, tubuh mengambil kalsium (yang bersifat alkalis) dari tulang. Sehingga masalah osteoporosis bukanlah bahwa seseorang itu tidak cukup memakan kalsium, melainkan masalahnya adalah mereka kehilangan kalsium.
Dengan demikian, mengasup lebih banyak kalsium ke dalam tubuh bukanlah jawabannya, karena Anda justru bisa kehilangan lebih banyak kalsium daripada yang Anda asup, misalnya dengan tetap memakan daging merah, gula, terigu, beras, berbagai saus dan kecap produksi pabrik, dan lainnya.
Apabila ekstra kalsium yang dikonsumsi berasal dari makanan yang mengandung protein tinggi seperti susu, keju dan es krim, keadaan menjadi lebih buruk karena makanan ini adalah pembentuk asam yang sangat tinggi. Oleh karenanya tubuh justru semakin kehilangan kalsium.
4. Susu bukan ASI dapat menyebabkan banyak keburukan
Dari hasil konvensi dunia (World Breastfeeding Week, 1-7 Agustus 2006), Elisabeth Sterken, BSc.MSc Nutritionist INFACT Canada/North America menuliskan bahwa susu bukan ASI dapat menyebabkan:
- Meningkatnya risiko asma.
- Menyebabkan alergi.
- Penurunan perkembangan kecerdasan.
- Peningkatan risiko infeksi saluran napas atas.
Kekurangan nutrisi yang tidak didapatkan dalam susu non ASI.
- Risiko kanker masa anak.
- Risiko penyakit kronik.
- Risiko diabetes.
- Risiko penyakit kardiovaskuler.
- Risiko kegemukan.
- Risiko infeksi pencernaan.
- Risiko radang telinga.
- Risiko semua efek samping akibat penambahan zat yang tidak semestinya dalam susu bubuk dan susu cair.
Lagi pula, semua susu bukan ASI sudah mengandung laktosa / gula susu supaya “betah” di lidah anak yang menyukai rasa manis “tingkat tinggi”, karena yang penting disukai manusia terutama anak-anak, kan?
Selain itu, mana ada pabrik susu mau peduli dengan masalah kelebihan karbohidrat buruk? Namun justru tetap diimbuhi “sukrosa” yaitu gula rantai panjang! Atau “corn syrup” yaitu gula ‘pembunuh’ nomor satu di Amerika Serikat!
Belum lagi tambahan “perisa”. Apakah anda paham betul istilah ini? Nama lainnya adalah rasa Sintetis! Dan susunya pun berasal dari “skimmed, powdered dan milk”.
Bahkan susu cair pun melalui proses skim dahulu. Anda pun bisa terheran-heran, mengapa susu yang sudah cair perlu dijadikan bubuk, lalu dibuat ‘cair’ lagi.
Sekitar 30-40 tahun yang lalu, ketika anak Indonesia mentah-mentah menolak susu karena tidak menyukai bau susu dan harus ‘dipaksa’ minum, label komposisi susu bubuk cukup tertulis: WHOLE MILK Titik.
Risiko whole milk pun membuat manusia terpaksa seperti sapi sungguhan: gemuk, bodoh, lamban dan berusia pendek! Semestinya para pakar yang memang mau menyuarakan tentang susu, sebelumnya perlu mengikuti konvensi dunia serupa yang memang diselenggarakan bagi para pakar, pengayom kesehatan dan informasi yang terbaru bagi masyarakatnya.
Konvensi ilmiah yang berkualitas tinggi dan kredibel tentu diselenggarakan tanpa sponsor pabrik teknologi pangan atau farmasi yang mempunyai kepentingan di dalamnya!
5. Susu dari sapi memakan pakan buatan, bukan pakan alami
Sebagai tambahan, salah satu pilihan: anda bisa membuka situs Dr. Mercola, mercola.com, ketik “milk”, atau topik apa pun yang anda ingin ketahui di kolom mesin pencari artikelnya.
Anda akan berkelana ke ‘dunia baru’ dan membaca berbagai hal yang telah diperjuangkan banyak orang pada saat ini, sementara negara kita masih menjadi ‘keranjang pembuangan’ berbagai produk yang sudah tidak lagi diterima masyarakat dari tempat produk itu berasal.
Dr. Tan Shot Yen juga sangat menyesali kepercayaan dan mitos akan susu ini merasuk di benak ibu-ibu yang hidup dengan ekonomi pas-pas-an, sehingga ada faham ‘asal anak sudah minum susu, rasanya aman!’ Padahal gizi anak membutuhkan lebih.
Anak bergigi membutuhkan makanan untuk dikunyah, dengan sumber karbohidrat-protein-dan lemak yang jauh lebih tinggi tingkatannya. Bahkan susu yang berasal dari sapi diasup oleh pakan buatan manusia bernama MBM (Meat-Bone-Meal).
MBM tersebut yang menyebabkan sapi membentuk protein asing bernama “Prion” sebagai cikal bakal sapi gila (mad cow) (Lihat Nyata, edisi II Agustus 08, edisi IV Mei 2008)
Anak-anak kita bertulang dan bergigi kuat hingga akhir hayatnya karena gaya hidup sehat, bukan minum susu segelas tiap malam sambil terpana di depan televisi atau game komputer pencuci otak, dambil dengan lincah memainkan kedua jempol tangan kanan-kirinya.
Lagi pula coba saja pikir, bagaimana bisa sehat jika susu asli yang seharusnya mudah basi atau busuk, namun dapat bertahan selama berbulan-bulan dalam kemasan atau bahkan berbentuk bubuk?
Sangat jelas sekali bahwa itu bukanlah susu, apalagi susu asli, tapi hanya rasanya saja seperti susu dengan menambahkan atau memakai perasa susu buatan yang juga berbahaya bagi kesehatan untuk jangka panjang.
Maka itu, bergaya hidup sehatlah dengan mengandalkan makanan alam, lepas dari campur tangan industri yang hanya mementingkan uang dan keuntungan tanpa melihat efek dan resikonya terhadap tubuh dan kesehatan anda dan juga anak anda, yang justru dapat memburuk dikemudian hari. Mencegah lebih baik daripada terlanjur mengobati.
Semoga bermanfaat.
(dr. Tan Shot Yen).