Penyerangan pasukan perdamaian yang dipimpin oleh AS ke Irak pada 2001 menuai kontroversi di berbagai belahan dunia.
Berbagai pihak menentang penyerangan tersebut, karena dianggap berlatarbelakang kepentingan minyak. Meski AS bersikeras penyerangannya terhadap Irak dengan alasan Sadam Hussein menyimpan senjata pemusnah massal.
Selang beberapa waktu, terkuak bahwa informasi yang diberikan oleh CIA dan MI6 mengenai keberadaan teroris di Irak adalah salah. Hal ini, tentu, membuat malu badan intelijen kedua negara tersebut.
Tidak banyak yang mengetahui bahwa selain CIA dan MI6, masih ada badan intelijen lain yang ikut mencari informasi mengenai keberadaan nuklir di Irak, yakni Australian Secret Intelligence Service (ASIS).
Dalam penyelidikan awal yang dilakukan oleh AS, CIA mempelajari data yang diperoleh ASIS mengenai perjanjian jual beli tabung alumunium berkode 7075-T6 antara Irak dan Cina.
Perjanjian jual beli dua negara tersebut dilakukan melalui seorang bernama Garry Cordukes, direktur perusahaan Australia, International Alumunium Supply. Perusahaan ini adalah rekanan perusahaan asal Cina pembuat tabung alumunium yang bernama Kam Kiu Property Limited.
Agen ASIS mencurigai pernjanjian jual beli tersebut dilakukan untuk memenuhi program penelitian Irak yang sedang membangun senjata nuklir. Oleh karena itu, agen ASIS mengambil tube alumunium itu untuk diteliti. Agen CIA juga terlibat dalam penyelidikan ini.
Pihak Australia tidak hanya mengirimkan ASIS dalam menyelidiki hal itu. Otoritas Australia mengirimkan juga beberapa agen intelijen yang berasal dari badan intelijen yang berbeda. Data hasil penyelidikan beberapa badan intelijen ini kemudian dijadikan sebagai data awal dan alasan mengapa AS menyerang Irak.
Penyelidikan mengenai perjanjian jual beli tabung alumunium antara Irak dan Cina ini dilakukan pada 2000-2001, sebelum AS beserta sekutunya menyerang Irak.
Kabar mengenai keterlibatan badan intelijen Australia ini baru diketahui pada 2003, ketika media massa AS, Washington Post menulis artikel mengenai kejadian tersebut.
Tak heran, hal ini kemudian menjadi sebuah kontroversi tersendiri. Selama ini dunia hanya tahu bahwa laporan keberadaan nuklir di Irak, diberikan oleh CIA dan MI6, bukan oleh ASIS.
Insiden Hotel Sheraton
INTELIJEN.co.id – Kontroversi keterlibatan ASIS dalam penyelidikan ada tidaknya senjata nuklir di Irak bukanlah satu-satunya kontroversi yang ada di dalam badan intelijen negeri kangguru ini.
ASIS pernah dikaitkan dengan beberapa insiden yang kontroversial lain. Salah satunya adalah insiden hotel Sheraton (sekarang Mercure) di Melbourne.
ASIS mendapatkan perhatian negatif ketika melakukan pelatihan operasi intelijen di Hotel Sheraton, Melbourne pada 30 November 1983.
Dalam latihan itu, ASIS berpura-pura melakukan operasi pengawasan dan membebaskan agen intelijen asing yang disandera.
Pelatihan itu melibatkan petugas yunior yang baru menerima pelatihan selama tiga minggu dan beberapa kesempatan dalam merencanakan dan menjalankan operasi intelijen.
Sayangnya, ketika pelatihan tersebut berlangsung, para agen pemula menyalahgunakan wewenangnya, seperti membahayakan sejumlah pegawai hotel dan tamu, serta kekerasan secara fisik kepada manajer hotel.
Dua hari setelah insiden tersebut, Kementerian Luar Negeri Australia mengumumkan akan segera melakukan investigasi, yang akan di awasi langsung oleh Hope Royal Commision.
Laporan mengenai penyelidikan insiden Hotel Sheraton kemudian disiapkan dan diserahkan pada Hope Royal Commision pada Februari 1984.
Laporan itu berisi gambaran bagaimana lemahnya rancana latihan itu dibuat, lemahnya pengawasan dan lemah dari segi pelaksanaan.
Selain itu, laporan itu juga memberikan rekomendasi tentang penilaian yang diambil selama pelatihan. Penilaian ini bertujuan untuk memajukan hasil latihan dan menghapuskan akibat yang tidak diinginkan pada publik.
Berdasarkan insiden tersebut, media The Sunday Age mengeluarkan beberapa nama atau inisial dari lima orang petugas ASIS yang terlibat.
Para jurnalis asal Australia memberikan catatan, berdasarkan peraturan hukum yang di kemukakan oleh The Sunday Age, tidak ada larangan yang mencegah media massa untuk menyebutkan nama-nama agen ASIS.
Sementara media massa menyebarkan nama-nama agen ASIS yang terlibat, Hope Royal Commision mempersiapkan peraturan yang berisikan peraturan tambahan.
Peraturan tambahan ini memungkinkan adanya jaminan keamanan dan hubungan luar negeri, sebagai akibat dari penyingkapan nama-nama agen, oleh The Sunday Age.
Setelah itu, dalam kasus AV Hayden, hakim pengadilan tinggi menggunakan peraturan Commonwealth yang menyebutkan tidak ada peraturan yang menugaskan agen ASIS untuk merahasiakan nama atau aktivitas mereka.
Pada saat kejadian insiden Hotel Sheraton, Ministerial Directive mengizinkan ASIS untuk melaksanakan aksi penyamaran, termasuk operasi khusus yang menggambarkan perlawanan terhadap pasukan para militer, peperangan dan berbagai krisis lainnya.
Berdasarkan insiden dan rekomendasi dari Hope Royal Commision, fungsi aksi penyamaran kemudian dihilangkan.
Peraturan mengenai fungsi ASIS sendiri dapat ditemukan pada bagian 7 peraturan perundang-undangan mengenai badan intelijen, dimana fungsi aksi penyamaran juga dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
|
Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, Lembaga yang Menaungi ASIS |
Miliki Sejarah Panjang
INTELIJEN.co.id – Australian Secret Intelligence Service (ASIS) adalah badan intelijen milik Pemerintah Australia. Badan intelijen ini bertanggung jawab mengumpulkan informasi intelijen dari luar negeri, melaksanakan tugas kontra intelijen dan bekerjasama dengan badan intelijen milik negara lain.
ASIS mempunyai kedudukan yang sama dengan badan intelijen milik Inggris Secret Intelligence Agencies (MI6) dan badan intelijen AS, Central Intelligence Agencies (CIA).
Misi ASIS sendiri adalah melindungi dan mempromosikan kepentingan Australia melalui ketentuan-ketentuan mengenai intelijen luar negeri yang telah ditetapkan oleh pemerintah Australia.
Seperti yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan, maka ASIS memfokuskan diri pada operasi intelijen luar negeri. Hal inilah yang membedakan ASIS dari Australian Security Intelligence Organisation (ASIO).
Secara organisasional, ASIS adalah bagian dari Department of Foreign affair and Trade atau Departemen Perdagangan dan Luar Negeri (DFAT) yang bermarkas di Canberra. ASIS dipimpin oleh seorang Direktur.
Badan intelijen ini memiliki sejarah pendirian yang terbilang cukup panjang, yakni dimulai pada 1950-an.
Pada pertemuan yang dilakukan oleh Executive council yang dilaksanakan pada 13 Mei 1952, Perdana Menteri Menzies membentuk ASIS dengan kewenangan eksekutif, di bawah ketentuan peraturan perundang-undangan negara persemakmuran.
Hasil keputusan tersebut juga menunjuk Alferd Deakin Brookes sebagai kepala ASIS pertama.
Setelah ASIS dibentuk, kemudian dibuatlah sebuah piagam yang menggambarkan tugas-tugas badan intelijen ini pada 15 Desember 1954. Isinya antara lain adalah memperoleh dan mendistribusikan informasi rahasia dan merencanakan serta menyediakan operasi intelijen yang diperlukan.
Sebuah petunjuk lapangan yang dibuat pada 15 Agustus 1958, memperlihatkan, bahwa tugas operasi intelijen mengandung kepentingan politik. Selain itu, badan intelijen ini berada di bawah kontrol menteri luar negeri bukannya menteri pertahanan.
Selama perjalanan berdirinya, ASIS pernah diberitakan secara besar-besaran oleh media massa, salah satunya oleh The Daily Telegraph pada 1 Nopember 1972.
Saat itu, The Daily Telegraph menyoroti tindakan ASIS yang merekrut agen intelijen dari universitas-universitas yang ada di Australia untuk kepentingan mengawasi aktivitas spionase di Asia.
Artikel ini kemudian ditindaklanjuti oleh The Australian Financial Review yang melakukan penyelidikan kepada komunitas intelijen Australia, seperti ASIO, ASIS, Joint Intelligence Organisation (sekarang Defence Intelligence Organisation), Defence Signals Division (sekarang Defense Signal Directorate) dan Office of National Assessments (ONA).
Artikel yang ditulis oleh The Australian Financial Review menyatakan tugas ASIS adalah, hanya mengumpulkan dan memusnahkan fakta saja. Media ini menyatakan, ASIS tidak seharusnya melakukan analisis dan memberikan nasihat bisnis, walaupun hal tersebut sulit untuk dihindari.
Pada 1977, Kementerian Luar Negeri Australia memberikan pernyataan mengenai fungsi utama ASIS, yakni memperoleh informasi luar negeri untuk tujuan melindungi dan mempromosikan Australia dan berbagai kepentingannya.
Pada tahun yang sama, tepatnya 25 Oktober 1977, Perdana Menteri Malcolm Fraser mendeklarasikan keberadaan ASIS dan fungsi-fungsinya, setelah sebelumnya badan intelijen negeri kanguru ini selalu disembunyikan.
Deklarasi keberadaan ASIS dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Hope Royal Commisions.
Pada 1992, dua buah laporan mengenai ASIS disiapkan oleh beberapa petugas untuk dilaporkan kepada Department of Prime Minister and Cabinet dan kantor National Assessment for Secretaries Committee on Intelligence and Security (SCIS) serta Security Committee of Cabinet (SCOC).
Richardson melaporkan mengenai tugas dan hubungan antara komunitas intelijen (ASIO, ASIS dan DSD) pada Juni 1992. Sedangkan laporan lainnya ditulis oleh Hollway pada Desember, yang menggambarkan kumpulan tugas intelijen luar negeri Australia.
Kedua laporan itu mensahkan struktur dan tugas organisasi dan mempercayai performa ASIS.
|
ASIS diduga terlibat dukung pemisahan Papua dari NKRI |
Terlibat Upaya Pembebasan Papua
ASIS diduga terlibat dukung pemisahan Papua dari NKRI (Foto: Papua Merdeka News)
INTELIJEN.co.id – Begitu banyak insiden dalam dan luar negeri yang mengundang kontroversi dialami oleh ASIS. Salah satu insiden luar negeri yang berkaitan dengan kedaulatan sebuah negara adalah keterlibatan ASIS dalam memisahkan Irian Jaya (sekarang Papua) dari Indonesia.
Antara 1989 sampai 1991, ASIS melakukan sebuah penelitian terperinci dalam rangka tugas dan aktivitasnya di Papua New Guinea.
Penelitian itu diduga berkaitan dengan keterlibatan ASIS dalam rangka melatih pasukan Papua New Guinea, agar memberikan dukungan pada gerakan kemerdekaan Irian Jaya dari Indonesia dan Bougainville dari Kepulauan Solomon Utara.
Irian Jaya memang sudah dikenal dengan beberapa masyarakatnya yang menginginkan lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak lama.
Pada 1997, diduga keras ASIS dan DSD serta Pemerintah Australia gagal memisahkan Irian Jaya dari NKRI.
Kegagalan ini karena pihak intelijen menganggap peran dan kehadiran kontraktor Sandline berkaitan dengan gerakan kemerdekaan di Bougainville.
Walaupun operasi tersebut dinyatakan gagal, bukan berarti pemerintah Australia benar-benar melepaskan permasalahan Irian Jaya.
Sampai saat ini usaha pemisahan Irian Jaya dari NKRI masih dilakukan, tidak hanya melalui operasi intelijen, tetapi dilakukan dengan berbagai cara.
Sempat terdengar kabar, sekelompok pasukan khusus milik Australia belakangan ini berada di dekat perbatasan Papua dan Papua New Guinea untuk melatih pasukan negara tetangga Indonesia ini.
Entah, apakah itu murni pelatihan pasukan, atau merupakan bagian dari operasi intelijen untuk membantu anggota kelompok Organisasi Papua Merdeka yang berada di dekat perbatasan, dalam rangka memisahkan Papua dari NKRI.