بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Begitu mendengar kabar adanya seorang periwayat Hadits Tsulatsi[1]Hadits Tsulatsi adalah hadits yang antara perawinya dan Nabi hanya diperantarai oleh tiga orang. Contoh hadits riwayat Abu al-Zinad di kawasan “seberang sungai” (Ma Wara’ al-Nahr, Transoxania), dengan sigap Imam Ahmad segera mendatanginya untuk mengambil riwayat hadits darinya.
Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Imam Ahmad melihat perawi tersebut sedang memberi makan seekor anjing.
Imam Ahmad memanggil salam. Sang perawi menjawabnya sambil terus fokus pada pekerjaannya.
Imam Ahmad merasa tak nyaman dengan sikap perawi yang lebih memperhatikan anjing daripada menyambutnya.
Selesai memberi makan anjing, barulah sang perawi menyambut Imam Ahmad.
“Anda merasa aneh karena saya sibuk memberi makan anjing dan tidak menyambut Anda?,” sang perawi memulai pembicaraan.
“Ya,” jawab Imam Ahmad.
حَدَّثَنِيْ أَبُو الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَطَعَ رَجَاءَ مَنْ اِرْتَجَاهُ، قَطَعَ اللّٰهُ رَجَاءَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَلَمْ يَلِجِ الْجَنَّةَ
“Abu al-Zinad telah menceritakan kepada saya, dari al-A’raj, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi saw. bersabda, ‘Siapa yang memutus harapan orang yang mengharapkannya, maka Allah putuskan harapannya pada hari kiamat, lalu ia pun tidak masuk surga’.”
“Nah, daerah ini bukan hunian anjing. Anjing ini memang sengaja mendatangi saya dari jauh. Maka saya pun takut memutus harapannya, sehingga berakibat Allah memutuskan harapan saya pada hari kiamat.” jelas sang perawi.
“Nah! Hadits ini sudah cukup bagi saya..” pungkas Imam Ahmad, lalu pulang.
Source: Bincang Syari’ah