“Satu fase waktu masa kini terapit oleh dua masa, yaitu masa lalu dan masa depan. Jika saat ini engkau sangat duniawi, maka waktumu adalah dunia. Jika kamu bersama akhirat, maka waktumu adalah akhirat. Jika kamu bahagia, maka waktumu adalah kebahagiaan. Tetapi jika kamu bersedih, maka waktumu adalah kesedihan.”
Oleh: Admin*
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wasshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.
Sahabatku yang dikasihi Allah SWT, seorang sufi adalah anak zamannya. Ia mendefinisikan bahwa waktu adalah apa yang engkau jalani saat ini, bukan kemarin atau besok, bukan pula ‘tadi’ atau sesaat lagi. Masa lalu baginya hanyalah berisi catatan-catatan masa kini. Dan masa lalu itu bukanlah waktu. Pun masa depan, baginya hanyalah ilusi yang terkonstruksi dari pancaran pemikiran dan kehendak saat ini. itu juga bukan waktu.
Kaum sufi harus diakui bukan kaum pemalas yang menunda-nunda pekerjaan dan kewajiban. Kaum sufi adalah mereka yang pandai menggunakan waktu sesuai tuntutan zamannya. Tentu saja hal ini berkaitan dengan hubungan kehambaan mereka dalam berbagai bentuk ibadah maupun kewajiban dengan ikhlas.
Imam As-Sya’rani menceritakan betapa besarnya perhatian kaum sufi terhadap waktu. Kaum sufi sangat disiplin dan tertib dalam memanfaatkan waktu. Sebagian ulama bahkan mengatakan, seorang sufi adalah anak zamannya.
Imam As-Sya’rani meriwayatkan betapa tingginya kedisiplinan kaum sufi terkait waktu. Imam As-Sya’rani menceritakan kerendahan hati Imam As-Syafi’i yang senang berkumpul dengan kaum sufi. Padahal Imam As-Syafi’i merupakan ulama besar di zamannya dan juga diakui hingga kini.
Ketika ditanya, “Apa yang Anda dapat dari halaqah kaum sufi?” Imam As-Syafi’i menjawab sebagai berikut:
قَالَ الْإِمَامُ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ : اِسْتَفَدْتُ مِنْهُمْ شَيْئَيْنِ : قَوْلُهُمْ الْوَقْتُ سَيْفٌ إِنْ لَمْ تَقْطَعْهُ قَطَعَكَ وَقَوْلُهُمْ إِنْ لَمْ تَشْغُلْ نَفْسَكَ بِالْخَيْرِ شَغَلَتْكَ بِالشَّرِّ
Artinya, “Imam As-Syafi’i RA berkata, ‘Aku dapat dua pelajaran dari mereka: pertama, ucapan mereka bahwa waktu itu bagaikan pedang. Jika tidak cakap menggunakannya, ia akan mencelakaimu; kedua, ucapan mereka bahwa jika tidak menyibukkan diri dengan kebaikan, maka kau akan terjatuh pada keburukan,’” (Imam As-Sya’rani, Al-Anwarul Qudsiyyah fi Bayani Qawa’idis Shufiyyah, [Beirut, Daru Shadir: 2010 M], halaman 141).
Imam Abul Qasim Al-Qusyairi dalam karyanya yang terkenal juga menceritakan besarnya perhatian kaum sufi terhadap waktu. Ia mendengar Abu Ali Ad-Daqaq mengatakan, waktu itu adalah apa yang Anda jalani saat ini. Jika kini kamu sangat duniawi, maka waktumu adalah dunia. Jika kamu bersama akhirat, maka waktumu adalah akhirat. Jika kamu bahagia, maka waktumu adalah kebahagiaan. Tetapi jika kamu bersedih, maka waktumu adalah kesedihan.
Waktu yang dimaksud oleh Ad-Daqaq adalah kondisi dominan yang dilalui manusia dalam hidupnya. Yang jelas, kaum sufi menaruh perhatian besar pada waktu. Yang mereka maksud dengan waktu adalah sepenggal fase dalam perjalanan panjang waktu. Oleh karenanya, sekelompok sufi mengatakan, (satu fase) waktu (atau masa kini tepatnya) terapit oleh dua masa, yaitu masa lalu dan masa depan.
Wawasan akan waktu dan keterbatasan manusia ini digunakan oleh kaum sufi dalam kaitannya dengan kehambaan mereka terhadap Allah. Oleh karenanya, mereka memilih kegiatan prioritas untuk mengisi waktu yang dianugerahkan kepada mereka.
Sepenggal waktu itu mereka isi dengan kebaikan sebagaimana disinggung Imam As-Syafi’i di awal tulisan. Dengan demikian, setiap waktu yang dilalui kaum sufi hampir selalu diisi dengan kebaikan, baik itu ibadah mahdhah (hablum minallãh) maupun kesalehan sosial (hablum minan nãs/mu’ãsyarah bil ma’rûf).
وَيَقُوْلُوْنَ : اَلصُّوْفِيُّ اِبْنُ وَقْتِهِ، يُرِيْدُوْنَ بِذَلِكَ : أَنَّهُ مُشْتَغِلٌ بِمَا هُوَ أَوْلَى بِهِ مِنَ الْعِبَادَاتِ فِي الْحَالِ، قَائِمٌ بِمَا هُوَ مَطْلُوْبٌ بِهِ فِي الْحِيْنِ . وَقِيْلَ : اَلْفَقِيْرُ لَا يُهِمُّهُ مَاضِيْ وَقْتِهِ وَآتِيْهِ، بَلْ يُهِمُّهُ وَقْتُهُ الَّذِيْ هُوَ فِيْهِ
Artinya, “Kaum sufi berkata, seorang sufi adalah anak zamannya. Yang mereka maksud adalah bahwa seorang sufi menyibukkan diri dengan ibadah-ibadah yang lebih prioritas baginya pada waktu tersebut dan menunaikan kewajiban yang dituntut kepadanya ketika itu. Ada juga ulama yang mengatakan, sufi adalah seorang yang tidak bimbang pada masa lalu dan masa depan. Sufi terfokus pada masa kini yang sedang dijalaninya,” (Imam Al-Qusyayri, Ar-Risalatul Qusyayriyyah, [Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H], halaman 38).
Sahabatku yang dirahmati Allah SWT, bagi kaum Sufi bahwa realitas adalah waktu saat ini. Betapa pentingnya waktu bagi Sufi adalah lantaran Allah SWT juga sering bersumpah yang dikaitkan dengan waktu. Wal-‘ashr (demi waktu ‘ashar), wadh-dhuhã (demi waktu dhuha), wal-fajr (demi waktu fajar), wal-layli idzã yaghsyã (demi waktu malam apabila menutupi), wan-nahãri idzã tajallã (demi siang apabila terang benderang), dst.
Adanya beberapa ayat yang menyatakan bahwa Allah SWT bersumpah dengan waktu adalah sebuah ‘warning’ bagi manusia. Akankah ia sadar bahwa dirinya terus berjalan, bertumbuh, hingga layu dan akhirnya mati. Realitas waktu saat menjalaninya sudahkah engkau nyatakan dengan kebajikan? Mari kita renungkan dan terus ber-mujahadah dan riyadhah untuk tampil yang terbaik di setiap fase waktu.
اَللّٰهُمَّ بِكَ أصْبَحْنَا وَبِكَ أمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوْتُ، وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ
Allãhumma bika ashbahnã, wa bika amsainã, wa bika nahyã, wa bika namûtu, wa ilaikan nusyûru.
“Ya Allah, karena Engkau kami mengalami waktu pagi dan waktu petang dan karena Engkau kami hidup dan mati, dan kepada-Mu juga kami akan kembali.”
Ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn
_________
* Source: Dari berbagai sumber