“Setiap keresahan hidup, kesulitan hidup semua sirna karena memandang Keindahan Wajah Ilahi yang membuat kita bahagia di dunia maupun di akhirat kelak.”
Oleh: H. Derajat*
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wasshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.
Imam Yusuf bin Ismail an-Nabhani, pengarang Kitab Syamãil al-Muhammadiyyah, mengatakan, bahwa kasyaf bisa diakses oleh semua orang yang memiliki kedekatan khusus dengan Allah SWT. (Jãmi’ Karãmatil al-Auliyã’)
Secara etimologi, kasyaf adalah terbuka. Kasyaf ada dua macam: kasyaf hissi dan kasyaf maknawi. Kasyaf hissi adalah terbukanya pandangan melalui mata. Artinya, mata mampu melihat hal-hal yang lazimnya tidak dapat dilihat mata. Sedang kasyaf maknawi adalah terbukanya tabir (penghalang) hati untuk melihat hal-hal di luar inderawi, seperti melihat maqam orang lain, dan lain-lain.
Di dalam Kitab Jãmi’ Karãmatil al-Auliyã’, yang memuat 695 cerita para wali itu, rata-rata telah mencapai maqam mukasyafah, baik kasyaf hissi maupun maknawi. Bentuk kekasyafan seorang wali berbeda-beda, tergantung objektif kehidupan masing-masing wali.
Di dalam al-Qur’an, ada sebuah isyarat yang memungkinkan seseorang untuk mencapai maqam mukasyafah, di antaranya Surat Qãf [50] ayat 37, yang berbunyi:
اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَذِكْرٰى لِمَنْ كَانَ لَهٗ قَلْبٌ اَوْ اَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيْدٌ ۞
“Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau orang-orang yang menggunakan pendengaran, sedang dia menyaksikannya.”
Ayat di atas, ditegaskan oleh ayat 69 surat al-‘Ankabût. Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) kami, maka benar-benar akan kami tunjukkan mereka kepada jalan-jalan kami (Allah SWT). Sesungguhnya Allah SWT beserta orang-orang yang sabar.”
Di dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya hati kalian tidak diselimuti keraguan dan tidak mengajak kalian untuk banyak bicara, niscaya kalian akan mendengar apa yang sedang aku dengar.”
Sebuah amalan untuk mencapai terbukanya Hijab telah diijazahkan secara umum oleh Mursyid kami tercinta Abah Guru Sekumpul sebagaimana yang telah diajarkan beliau :
Di nukil dari Kitab Ihyã’ Ulumuddîn, karya Imam al-Ghazali, Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya bukan karena setan yang memenuhi hati anak Adam, niscaya mereka akan menyaksikan para malaikat yang sedang memenuhi jagat raya.”
Dari semua yang telah dijelaskan di atas, bisa dipahami bahwa sebab dari tidak kasyafnya manusia adalah hati yang masih diselimuti setan dan hawa nafsu. Maka dari itu, marilah kita membersihkan hati dari perkara-perkara yang dapat merusak hati kita. Karena jika hati manusia telah rusak, maka rusaklah semuanya, sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda:
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةٌ، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ingatlah, di dalam diri manusia terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka baiklah semuanya. Jika jelek, maka jeleklah semuanya. Segumpal daging itu adalah hati.” (Hadist riwayat Muslim).
Al-‘Ãlim al-‘Allãmah Syaikh Muhammad Zaini bin Abdul Ghoni, atau yang akrab disapa Guru Sekumpul, dalam suatu majelis pernah memberikan ijazah kepada para jama’ah yang hadir. Beliau mengijazahkan kepada para jama’ah agar membaca kalimat:
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٧×)
Ihdinash shirãthal mustaqîm
ketika sujud terakhir setiap shalat, baik shalat fardhu maupun sunnah.
Guru Sekumpul berujar: “Barang siapa yang mengamalkan ini, insya Allah diberi kasyaf oleh Allah SWT, baik kasyaf hissi maupun maknawi.”
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ
Kalimat Ihdinash shirãthal mustaqîm dibaca tujuh kali setiap sujud terakhir waktu shalat fardhu maupun sunnah, sebagaimana yang dapat kita lihat pada keterangan di atas.
Semoga kita semua dijadikan oleh Allah SWT termasuk dalam golongan orang-orang yang mencintai para auliya’ Allah, kekasih-kekasih Allah SWT.
Ujar Guru Sekumpul: “Jika tidak bisa menjadi wali, maka cintailah para wali. Insya Allah, akan diberi Allah SWT kemuliaan. Sabda Nabi Muhammad SAW:
اَلْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
“Seseorang akan dikumpulkan bersama orang-orang yang dicintainya.”
Semoga kita semua dikumpulkan bersama Nabi, wali-wali Allah, orang-orang shalih, dan semua kekasih-kekasih kita, dalam surga. Ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
Cintailah Mursyid dan guru-guru kita, maka Allah pun akan mencintai kita, insya Allah….
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِمَشَآيِخِنَا وَلِمَنْ عَلَّمَنَا وَارْحَمْهُمْ وَأَكْرِمْهُمْ بِرِضْوَانِكَ الْعَظِيْمِ فِي مَقْعَدِ الصِّدْقِ عِنْدَكَ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Allãhummaghfir li masyãyikhinã wa liman ‘allamanã warĥamhum wa akrimhum bi ridhwãnikal ‘adzhîmi fî maq’adish shidqi ‘indaka yã arĥamar rãĥimîn
“Ya Allah, ampunilah guru-guru kami dan orang yang telah mengajar kami. Sayangilah mereka, muliakanlah mereka dengan keridhaan-Mu yang agung, di tempat yang disenangi di sisi-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara penyayang.”
____________
* Ketua Pasulukan Loka Gandasasmita