“Siapa saja yang keburukannya berganti menjadi kebaikan, maka ia adalah salah seorang (wali) abdal”. (Syaikh As-Syadzili)
Oleh: Alhafiz Kurniawan
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Kata “abdāl” adalah bentuk jamak dari kata “badal” atau pengganti. Syekh Ihsan Jampes dalam Kitab Sirajut Thalibin ala Minhajil Abidin mengatakan, abdal adalah sekelompok wali Allah, pemuka agama sepeninggal para nabi. Ulama berbeda pendapat perihal jumlah mereka.
Wali abdal adalah paku bumi. Setelah masa kenabian selesai, Allah menggantikan kedudukan para nabi dengan sekelompok orang dari umat Nabi Muhammad SAW. Mereka lebih utama dari kebanyakan orang lain bukan karena kebanyakan shalat, kebanyakan puasa, dan banyak perhiasan, tetapi karena kewara’an yang benar, niat yang tulus, kebersihan batin terhadap semua umat Islam, bimbingan terhadap mereka dengan mengharap ridha Allah, sabar tanpa kasar, rendah hati tanpa terhina.
إِنَّ بُدَلَآءَ أُمَّتِيْ لَمْ يَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِصَلَاةٍ وَلَا صِيَامٍ وَلَكِنْ دَخَلُوْاهَا بِسَخَآءِ الْأَنْفُسِ وَسَلَامَةِ الصُّدُوْرِ وَالنُّصْحِ لِلْمُسْلِمِيْنَ « رواه الدارقطني في كتاب الاجواد وابن لال في مكارم الأخلاق عن الحسن عن أنس »
“Rasulullah saw bersabda, ‘Wali abdal dari umatku tidak masuk surga karena shalat dan puasanya, tetapi mereka masuk surga karena kemurahan hati, kesucian batin, dan nasihat tulus terhadap umat,’ (HR Daruqutni di Kitab Al-Ajwad dan Ibnu Lal di Makarimul Akhlaq),” (Syekh Ihsan M Dahlan Jampes, Sirajut Thalibin ala Minhajil Abidin, [Indonesia, Daru Ihya’il Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 260).
Wali abdal tidak pernah melaknat, menyakiti, merendahkan, dan melampaui batas terhadap apapun dan siapapun. Mereka tidak mendengki orang yang diberi anugerah sesuatu oleh Allah. Mereka orang yang paling baik pengetahuan atas sebuah hakikat, paling lembut tabiat, dan paling murah hati.
فَقَالَ الشَّيْخُ: مَنْ بُدِلَتْ سَيِّئَآتُهُ حَسَنَاتٍ فَهُوَ بَدَلٌ
“Syekh As-Syadzili berkata, ‘Siapa saja yang keburukannya berganti menjadi kebaikan, maka ia adalah salah seorang (wali) abdal,’” (Lihat Syekh Ihsan M Dahlan Jampes: I/262).
Imam Al-Ghazali mengisahkan percakapan seseorang dengan ulama di zamannya perihal amalan wali abdal dalam Kitab Ihya Ulumiddin berikut ini:
وَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضِ الْعَلَمَآء مِنْ كُلِّ عَمَلٍ أَعْطَانِيَ اللهُ نَصِيْبًا حَتَّى ذَكَرَ الْحَجَّ وَالْجِهَادَ وَغَيْرَهُمَا فَقَالَ لَهُ أَيْنَ أَنْتَ مِنْ عَمَلِ الْأَبْدَالِ؟ قَالَ وَمَا هُوَ قَالَ كَسَبَ الْحَلَالَ وَالنَّفَقَةَ عَلَى الْعِيَالِ
“Seseorang berkata kepada seorang ulama, ‘Dari setiap jenis amal, Alhamdulillah Allah kasih saya andil di dalamnya,’ lalu ia menyebut ibadah haji, jihad, dan amal ibadah lainnya. ‘Tetapi di mana andilmu pada amal wali abdal?’ tanya ulama tersebut. ‘Amal jenis apa itu?’ ia bertanya balik. ‘Usaha halal dan menafkahi keluarga,’ jawab ulama tersebut,” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz II, halaman 36).
Pada prinsipnya wali abdal adalah orang yang menjaga diri dari larangan agama baik lahir maupun batinnya.
Wallãhu A’lamu bish-Shawãb
_____________
Source: NU Online