Home / Ensiklopedia / Analisis / Allah Mengancam Fir’aun Lewat Mimpinya

Allah Mengancam Fir’aun Lewat Mimpinya

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.

Suatu ketika Fir’aun bermimpi, bahwa ada sebuah api yang datang dari Baitul Maqdis lalu membakar negeri Mesir selain rumah-rumah Bani Israil.

Saat bangun, Fir’aun langsung terkejut, kemudian ia mengumpulkan para peramal dan pesihir untuk meminta takwil terhadap mimpinya itu. Lalu mereka memberitahukan bahwa akan lahir seorang anak dari kalangan Bani Israil yang akan menjadi sebab binasanya penduduk Mesir.

Maka Fir’aun merasa takut terhadap mimpi tersebut, ia pun memerintahkan untuk menyembelih anak-anak laki-laki Bani Israil karena takut terhadap kelahiran orang tersebut.

Hari pun berlalu, bulan dan tahun berganti, sehingga penduduk asli Mesir melihat bahwa jumlah Bani Israil semakin sedikit karena dibunuhnya anak laki-laki yang masih kecil. Mereka khawatir jika orang-orang dewasanya wafat, sedang anak-anaknya dibunuh nantinya tidak ada lagi yang mengurus tanah mereka.

Lalu mereka pergi mendatangi Fir’aun dan memberitahukan masalah itu. Fir’aun berpikir ulang dan meninjau kembali keputusannya. Kemudian ia pun memerintahkan untuk membunuh laki-laki secara umum dan membiarkan anak-anak mereka secara umum.

Harun lahir pada tahun ketika anak-anak tidak dibunuh. Sedangkan Musa lahir pada tahun terjadinya pembunuhan terhadap anak laki-laki. Takut anaknya dibunuh, ibu Musa memilih untuk menaruh anaknya di tempat yang jauh dari jangkauan mata tentara Fir’aun yang senantiasa menanti anak-anak Bani Israil untuk dibunuhnya. Allah mengilhamkan kepadanya untuk menyusuinya dan meletakkannya ke dalam peti, lalu peti itu ditaruh ke sungai saat tentara Fir’aun datang.

Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman;

وَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ أُمِّ مُوسَىٰ أَنْ أَرْضِعِيهِ ۖ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي ۖ إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ ۞

“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.” (QS. Al-Qashash: 7)

Maka ia pun menyiapkan peti kecil yang terikat dengan tali dan menyusui anaknya. Saat tentara Fir’aun datang, maka ia menaruhnya ke dalam peti dan meletakkannya ke dalam sungai Nil. Ketika tentara Fir’aun pergi, maka ia menarik kembali peti itu.

Suatu ketika, ibu Nabi Musa lupa mengikat peti itu dengan tali, hingga peti itu terbawa oleh air dan terus berjalan. Sedangkan saudari Musa diperintahkan untuk memperhatikannya dan berjalan di sampingnya sambil melihat ke mana peti ini berhenti.

Peti tersebut terus mengambang di atas sungai, bergoyang ke kanan dan ke kiri, digerakkan oleh riaknya. Hingga akhirnya, arus air sungai membawa peti itu menuju ke arah istana Fir’aun yang berada di dekat sungai Nil.

Ketika saudari Musa melihat peti itu mengarah ke istana Fir’aun, ia segera menyampaikan kepada ibunya untuk memberitahukan perkara itu sehingga hati ibu Musa menjadi kosong, hampir saja ia menyatakan keadaan yang sebenarnya bahwa Musa adalah anaknya sendiri.

Ketika peti itu mengambang di atas sungai dekat istana, Asiyah, istri Fir’aun, seperti biasa, sedang berjalan di kebun istana diiringi oleh para pelayan di belakangnya. Tanpa sengaja, terlihatlah peti tersebut oleh Asiyah yang belum mengetahui isi di dalamnya. Dengan segera, Asiyah menyuruh para pelayannya untuk mengambil peti itu dan membawa ke hadapannya.

Para pelayan mengambil peti tersebut dari sungai dan tak satupun di antara mereka yang berani membukanya hingga meletakkannya di hadapan Asiyah. Ketika Asiyah membuka peti tersebut, betapa terkejutnya ia. Apa yang dilihatnya di dalam peti tersebut adalah seorang anak bayi laki-laki yang sangat mungil dan manis. Lalu Allah menanamkan dalam hatinya rasa cinta kepada anak bayi itu.

Di samping itu, Asiyah adalah seorang wanita yang mandul. Lalu ia mengambilnya dan memeluknya, dan bertekad untuk menjaganya dari pembunuhan dan penyembelihan. Lalu bayi itu ia bawa kepada suaminya dan berkata dengan penuh rasa kasihan;

وَقَالَتِ امْرَأَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ ۖ لَا تَقْتُلُوهُ عَسَىٰ أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ ۞

“Dan berkatalah isteri Fir’aun: “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak”, sedang mereka tiada menyadari. ” (QS. Al-Qashash: 9).

 

About admin

Check Also

Amalan Malam Nisfu Sya’ban dan Dahsyatnya Doa Nabi Yunus

“Nabi Yunus ‘alaihis salãm (Dzul-Nun) ketika berada di dalam perut ikan paus memanjatkan sebuah doa ...