Al-Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata kepada puteranya, Abdullah, “Wahai anakku, engkau harus mempelajari hadis, dan berhati-hatilah jangan sampai engkau duduk bersama mereka yang menamai dirinya kaum sebagai Sufi. Tidak jarang di antara mereka ada yang bodoh terhadap hukum-hukum agamanya”.
Begitulah Imam Hanbali berpendapat tentang Sufi jauh sebelum beliau mengenal ajaran tasawuf. Suatu hal yang wajar bila Beliau berpendapat demikian karena beliau fokus kepada ilmu-ilmu fiqih dan Imam Hanbali salah satu Imam besar dalam ilmu Fiqih, pendiri mazhab Hanbali.
Banyak orang di zaman sekarang menjadikan pendapat Imam Hanbali sebelum beliau belajar tasawuf dijadikan dalil bahwa tasawuf adalah ajaran yang harus di jauhi, sebagaimana juga orang menjadikan pendapat Ibnu Taimiyah sebelum Beliau bersentuhan dengan ajaran tasawuf.
Bagi penentang tasawuf tentu saja tidak pernah mau mengemukakan pendapat Imam Hanbali ketika Beliau sudah menekuni tasawuf. Setelah beliau bersahabat dengan Abu Hamzah al-Baghdadi dan mengetahui berbagai kondisi rohani kaum sufi, Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata lagi kepada putranya : “Wahai anakku, engkau harus duduk bersama kaum sufi karena mereka telah menambahkan banyak ilmu kepadaku, menambahkan kedekatan diri dengan Allah, rasa takut akan tertahannya rahmat, zuhud dalam dunia dan ketinggian semangat”.
Al-Imam Ahmad bin Hanbal juga berkata, ““Seorang faqih (ahli fikih) perlu mengenal dan mengetahui benar istilah-istilah kaum sufi, agar mereka bisa memberinya manfaat ilmu yang tidak dia miliki”.
Pengalaman yang sama juga dialami oleh Imam Syafii dan Imam Ghazali, dua orang ulama besar yang pada awalnya tidak begitu paham dengan tasawuf tapi pada akhirnya mengamalkan ajaran tasawuf. Imam Al-Ghazali pada awalnya berkata, “Kalau ada ajaran lain selain yang telah aku ketahui niscaya itu adalah batal”, begitu yakin dengan apa yang telah beliau pelajari. Akhirya Imam Al-Ghazali menekuni tasawuf dan menjadi orang yang bisa mendamaikan tasawuf dengan fiqih.
Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal suatu hari ditanya, “Mengapa kalian sering bolak-balik mendatangi orang-orang bodoh seperti mereka?”
Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal menjawab, “Sesugguhnya mereka itu mempunyai dan mengetahui semua pokok urusan. Yaitu Taqwallah (Bertaqwa kepada Allah), Mahabbatullah (mencintai Allah) dan Makrifatullah (Makrifat kepada Allah).”
Sebagaimana kita ketahui bahwa Imam Hanafi adalah murid dari Imam Jafar Shaddiq. Imam Jafar Shaddiq adalah imam besar tasawuf dan Guru Besar Sufi, dimana seluruh tarekat-tarekat besar berpangkal kepada beliau, termasuk tarekat Naqsyabandi dan tarekat Qadiriah. Jalaluddin as Suyuthi didalam kitab Durr al Mantsur, meriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah (85 H.-150 H) berkata, “Jika tidak karena dua tahun, Nu’man telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as Shadiq, maka saya mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar”.
Setelah mempelajari fiqih secara mendalam, akhirnya… para ulama besar tersebut mengambil ruh dari Islam yaitu Tasawuf sehingga ilmu-ilmu yang telah dipelajari menjadi hidup.
Kita berharap, orang-orang yang menyebut dirinya sebagai ulama di zaman sekarang namun menentang tasawuf kiranya mengikuti jejak dari ulama besar, kita menunggu mereka menemukan tujuan hakiki beragama yaitu senantiasa beserta dengan Allah dan itu hanya bisa dicapai lewat tasawuf. Kita menunggu sebuah kata, “akhirnya…”
Source: Sufi Muda