Home / Ensiklopedia / Analisis / Ada Tali-Temali antara Kewajiban Pengiriman Sampel Virus H5N1, NAMRU-2 dan Penggunaan Senjata Biologi AS

Ada Tali-Temali antara Kewajiban Pengiriman Sampel Virus H5N1, NAMRU-2 dan Penggunaan Senjata Biologi AS

Pada 2007 Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari membuat keputusan menghentukan pengiriman sampel virus H5N1ke WHO Collaborating Center seraya menggalang gerakan internasional menuntut virus sharing yang adil, transparan dan setara antara negara-negara berkembang dan negara-negara maju melalui forum WHO. Ketika pihak pemerintah AS mengirim John Lange menemui Fadilah Supar untuk menghentikan gerakan internasional menggugat ketidakadilan global yang dilakukan WHO, muncul ucapan mengejutkan dari Jonn Lange ketika menyadari usaha membujuk Supari gagal. “Meski kita tidak mencapai kesepakatan, semoga hubungan RI-AS tetap berjalan baik. Dan proyek NAMRU-2 AS tetap bisa berlanjut”

Kalau kita baca kembali penuturan Supari dalam bukunya bertajuk Saatnya Dunia Berubah, terasa aneh dan mencurigakan. Saat pertemuan pada 2007 itu,belum ada gagasan untuk membubarkan proyek NAMRU-2 AS yang sudah beoperasi di Indonesia sejak Januari 1974. Belakangan terungkap bahwa keberadaan NAMRU-2 AS, kewajiban pengiriman sampel virus H5N1dan kebijakan pemerintah AS mengembangkan, membuat dan mengumpulkan senjatai biologi, erat kaitannya satu sama lain.

Pada 1974, Kongres Amerika Serikat mengesahkan Undang-Undang Penelitian Nasional yang dirancang agar Pemerintah AS tidak menyerang warganya sendiri dengan menggunakan senjata kimiawip dan biologi. Ini tentu saja fakta yang cukup me menarik untuk disorot, mengingat dua tahun sebelumnya, pada 1972 AS, Uni Soviet dan 120 negara lainnya menandatangani Konvensi Senjata Biologi yang melarang pengembangan, pembuatan dan pengumpulan senjata biologi.

Pertanyaannya, mengapa kongres AS harus repot-repot membuat UU pelarangan penggunaan senjata biologi dengan penekanan agar jangan digunakan untuk menyerang warga negaranya sendiri? Jerry D. Gray, dalam bukunya yang menarik dan informatif berjudul Deadly Mist, Upaya Amerika Merusak Kesehatan Manusia, keluarnya UU tersebut merupakan bukti nyata bahwa pemerintah AS tidak punya niat baik untuk mematuhi Konvensi Senjata Biologi 1972. Dan juga tidak bermaksud menghentikan pengembangan, pembuatan dan pengumpulan senjata biologi.

Sebagaimana dikutip oleh Jerry Gray: “Menurut ideologi keluarga Bush senjata pertahanan dapat juga digunakan sebagai usaha prefentif, maka dapat juga digunakan alat penyerang, dengan kata lain untuk menyakiti, membunuh, dan menghancurkan musuh Amerika Serikat, sebelum musuh ini memiiki kemampuan untuk menyerang Amerika Serikat.”

Atas dasar ideologi Bush senior maupun Bush junior itu, pemerintah AS diyakini Jerry Gray terus mengembangkan, membuat dan menggunakan senjata biologi. Dengan dalih untuk keamanan nasional AS. Padahal ini merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dalam konteks cerita ini, menarik mengikuti pertimbangan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, ketika pada 2007 mengeluarkan kebijakan strategis melarang kewajiban pengiriman tanpa syarat sampel flu burung ke WHO Collaborating Center *(WHO CC) atas perintah dan arahan  dari Global Influenza Surveillence Network-GISN). Menurut Supari,  virus yang dikirim kr WHO CC itu, setelah ditetapkan sebagai valid virus, kemudian diputuskan jadi Seed Virus. Seed Virus ini kemudian diolah dan dibuat jadi vaksin. Vaksin ini kemudian dikmersialisasikan dan dimonopoli oleh beberapa korporasi global di bidang farmasi dan obat-obatan.

Namun Supari dalam bukunya berjudul Saatnya Dunia Berubah,”sempat melontarkan sinyalemen bahwa selain untuk dasar membuat vaksin, besar kemumngkinan virus itu juga digunakan untuk membuat senjata biologi. Menariknya lagi, dalam perbimcangan dengan Margaret Chan, pejabat tinggi WHO, sempat terungkap  bahwa virus yang dikirim itu kemudian dibawa ke Los Alamos, AS, laboratorium yang berada dalam kendali kementerian energi AS. Melalui perbincangan antara Suparti dan Margaret Chan, pejabat tinggi WHO itu terkesan tidak membantah sinyalemen Supari  bahwa sampel virus yang dikirim ke WHO CC itu, juga digunakan sebagai bahan pembuatan senjata biologi.

Yang lebih mencurigakan lagi, ketika Supari ditemui perwakilan pemerintah AS bernama John Lange pada 2007, untuk mendesak agar Indonesia menghentikan gerakan global menuntut virus sharing yang adil, transparan dan setara di forum WHO, secara tiba-tiba John Lange, ketika menyadari bahwa usaha membujuk Ibu Supari gagal, kemudian mengatakan, bahwa meskipun pertemuan keduanya gagal mencapai kesepakatan, semoga hubungan bilateral RI-AS tidak berjalan baik, dan semoga Proyek NAMRU-2 AS tetap bisa berlanjut. Kenapa tiba-tiba John Lange menyebut-nyebut soal NAMRU-2 AS?

Sebagai dokter yang lebih banyak aktif sebagai peneliti, Supari mulai mencium gelagat tidak beres ketika banyak negara (termasuk Indonesia) dilanda bencana virus Flu Burung. WHO mewajibkan negara-negara yang menderita virus Flu Burung untuk menyerahkan virusnya ke laboratorium mereka.

Dalam menuturkan hal ini, mantan Menteri Kesehatan Supari sama sekali tidak menyimpulkan apa-apa. Namun dari dokumentasi percakapan antara dirinya dengan perwakilan pemerimntah AS itu, terungkap manuver Supari melalui forum WHO untuk menghentikan pengiriman sampel virus H5N1 dari negara-negara berkembang kd WHO CC, selain berakibat merugikan bagi binis farmasi yang dikendalikan skeka kapitalisme global. Pada perkembangannya kemudian berpotensi untuk dihentikannya laboratorium-laboratorium militer berkedok penelitian pemyakit-pemyakit menular seperti NAMRU-2 AS yang di Indonesia sudah ada sejak Januari 1974.

Penuturan Supari terkait ucapapan John Lange ini jelas merupakan temuan penting. Sebab ribut-ribut mengenai wacana penghentian NAMRU-2 AS itu baru berlangsung pada 2008. Padahal kebijakan pelarangan pengiriman sampel virus H5N1 ke WHO-CC atas arahan GISN, berlangsung pada 2007. Dengan demikian pada 2007 itu belum ada gagasan dari Menteri Kesehatan Supari untuk membubarkan NAMRU-2.

 

About admin

Check Also

Antara Penentang Tarekat dan Teman Belanda

“Kisah Sayyid Utsman Menjadi ‘Teman Belanda: Lebih Berharga Tinimbang Agen Liberal; Sebuah Renungan Kemerdekaan Republik ...