Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Pengasih.
Firman Allah:
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya”
Hadis Qudsi, firmanNya:
“Sesungguhnya manusia itu rahasiaKu dan Akulah yang menjadi rahasianya.Dan rahasia itu sifatKu dan sifatKu tiada lain, Aku lah jua”
Mengenai soal makrifat Allah berfirman dalam hadis Qudsi:
“Akulah perbendaharaan yang tersembunyi. Aku ingin supaya dikenali (dimakrifati), maka Aku jadikan alam ini, maka mereka makrifat kepadaKu”
FirmanNya lagi:
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu (manusia) memulangkan amanah kepada yang berhak (Allah)”
Jadi taraf kemuliaan sesorang hamba Allah itu adalah bergantung sejauh mana taraf makrifatnya kepada Allah. Sekiranya kita berhasil mencapai tahap yang benar-benar makrifat jadilah kita sebaik-baik makhluk sebagaimana firmanNya:
“Sesungguhnya yang beriman dan beramal soleh, mereka itu adalah sebaik baik makhluk”
Tapi sebaliknya sekiranya kita gagal untuk mengembalikan amanah untuk makrifat maka jadilah kita sebagaimana yang difirmankan olehNya:
“Kemudian Kami kembalikan dia di tempat yang serendah-rendahnya”
Dan firmanNya lagi:
“Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk”
Baik buruknya manusia adalah bergantung kepada tahap-tahap kesucian batinnya atau nafsunya.
Nafsu mempunyai dua pengertian:
1. Suatu pengertian yang meliputi segala tabiat-tabiat: seperti marah, nafsu birahi dan syahwat serta semua yang keji seperti hasad dengki, riya, dendam, sum’ah dan sebagainya. Nafsu ini ada juga pada binatang. Tapi tiada sama sekali pada malaikat. Sabda Rasulullah s.a.w:
“Sejahat-jahat musuh engkau ialah nafsu engkau yang terletak di antara dua lambung engkau”
2. Makna yang kedua adalah berkaitan kejadian “latifah rabbaniyyah’ yaitu sesuatu yang batin yang tidak dapat dilihat dengan mata kasar sebaliknya ia adalah melibatkan soal-soal kerohanian.
Jenis-jenis nafsu yang akan diuraikan adalah:
1. Amarah
2. Lawammah
3. Mulhammah
4. Mutmainah
5. Radhiah
6. Mardhiah
7. Kamaliah
1. AMARAH
Amarah adalah martabat nafsu yang paling rendah dan kotor di sisi Allah. Segala yang lahir darinya adalah tindakan kejahatan yang penuh dengan perlakuan mazmumah (kejahatan/keburukan). Pada tahap ini hati nurani tidak akan mampu untuk memancarkan sinarnya karena hijab-hijab dosa yang melekat tebal, lapisan lampu makrifat benar-benar terkunci. Dan tidak ada usaha untuk mencari jalan mensucikannya. Kerana itulah hatinya terus kotor dan diliputi oleh pelbagai penyakit.
Firman Allah:
* “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya”
* “Sesungguhnya nafsu amarah itu sentiasa menyuruh manusia berbuat keji (mungkar)”
* “Bahkan manusia itu hendak berbuat maksiat terus menerus”
Dalam kehidupan sehari-hari segala hukum hakam, halal-haram, perintah dan larangan tidak pernah diambil peduli. Malah membuat kejahatan terus menerus. Tidak ada penyesalan, malah kadang-kadang bangga membuat kejahatan. Contohnya dia berbangga dapat merusakkan anak gadis orang, bangga dengan kehidupan menyimpang, minum, berjudi, pergaulan bebas malah jadi barat lebih dari orang barat. Bagi mereka pada peringkat nafsu ini, konsep hidupnya adalah sekali, jadi masa mudalah untuk berbuat buruk sepuas-puasnya tanpa mengenal batas-batas. Kebaikan kejahatan adalah sama saja di sisinya tanpa ada perasaan untuk menyesal. Malah kadang-kadang apabila berbuat jahat seolah-olah terdapat perasaan lega dan puas. Itulah sebabnya kadang-kadang ada yang mendorong mengawalnya dari melakukan sesuatu yang jahat, sudah menjadi kebiasaannya. Hatinya telah dikunci oleh Allah sebagaimana firmanNya:
“Tidaklah engkau perhatikan orang-orang yang mengambil hawa nafsunya (amarah) menjadi Tuhan dan dia disesatkan oleh Allah karena Allah mengetahui (kejahatan hatinya) lalu Allah mengunci mati pendengarannya (telinga batin) dan hatinya dan penglihatannya (mata hatinya) diletak penutup.”
Manusia pada peringkat nafsu amarah ini bergembira bila menerima nikmat tetapi berdukacita dan mengeluh bila tertimpa kesusahan.
Firman Allah:
“Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu.Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah akibat kesalahan tangan mereka sendiri, lantas mereka berputus asa.”
Jelasnya pada peringkat ini segala tindak tanduknya adalah menuju dan mengikuti apa kehendak syaitan yang mana telah dikuasai sepenuhnya olehnya (Syaitan). Rupanya saja manusia, tapi hati dikuasai syaitan.
Pada peringkat ini, manusia itu tidak menerima nasihat. Teguran seperti apapun. Dia tetap tak akan berubah kecuali diberi hidayah olehNya.
Mereka tidak pernah takut pada Allah dan hari pembalasan. Malah meremehkannya, mengejek dan mencemooh. Mereka tidak pernah peduli dengan ancaman Allah seperti:
“Akan dicampakkan ke dalam neraka jahanam dari golongan jin dan manusia yang mempunyai hati namun tidak dipergunakannya, mempunyai mata tidak melihat, mempunyai telinga tidak mendengar. Mereka itu adalah binatang malah lebih hina dari binatang karena mereka termasuk di dalam golongan yang lalai”.
Mereka suka mencela orang lain, memperbodohkan kelemahan orang lain dan melihat dirinya sendiri serba sempurna. Mereka tidak pernah menyandarkan hasil usahanya kepada Allah. Mereka fikir apa saja keberhasilan mereka adalah hasil usaha dirinya sendiri.
Jiwa mereka pada tahap ini adalah kosong dan hubungan dirinya dengan Allah boleh dikatakan tidak wujud.
Dalam konteks penerimaan ilmu, orang yang bernafsu amarah hanya berupaya menerima ilmu diperingkat ilmu Qalam. Terutama yang mementingkan soal-soal lahiriah dunia saja. Tak ada minat kepada pelajaran agama dan hari akhirat. Pada peringkat ini tidak ada peluang sama sekali untuk menerima hal yang ghaib dan ilmu syahadah selagi hatinya kotor dan tidak disucikan dengan pembersihan zikrillah yang mempunyai wasilah bai’ah dengan Rasulullah s.a.w. Untuk membebaskan diri dari cengkraman nafsu ini hendaklah menemukan jalan wasilah ilmu Rasulullah s.a.w dengan menerima petunjuk ajaran dari ahli zakir yaitu guru mursyid yang dapat memberikan petuah-petuah penyucian diri dan penyucian jiwa yang mempunyai mata rantai dengan Rasulullah s.a.w.
Sabda Rasulullah s.a.w:
“Tiap sesuatu ada alat penyucinya dan yang mensucikan hati ialah zikir kepada Allah “
Pada tahap amarah ini kalau berzikirpun hanya dibibir saja tanpa meresap ke dalam jiwa. Amarah tidak mengenal siapapun, malah ahli kitab sekalipun walaupun lulusan perguruan tinggi, walupun bersorban dan berjubah. Amarah tidak pernah takut dengan itu semua malah ia senang ia menyerang. Yang ia takut hanyalah zikrillah.
Sabda Rasulullah s.a.w:
“Sesungguhnya syaitan itu telah menaruh belalainya pada hati manusia, maka apabila manusia itu berzikir kepada Allah , maka mundurlah syaitan dan apabila ia lupa, maka syaitan itu menelan hatinya”
2. NAFSU LAWWAMAH
Nafsu lawwamah ialah nafsu yang selalu mengkritik diri sendiri bila berlaku suatu kejahatan dosa atas dirinya. Nafsu ini lebih baik sedikit dari nafsu amarah. Karena ia tidak puas atas dirinya yang melakukan kejahatan lalu mencela dan mencerca dirinya sendiri. Bila berbuat silap dia lebih cepat sadar dan terus mengkritik dirinya sendiri. Perasaan ini sebenarnya timbul dari sudut hatinya sendiri bila berbuat dosa, secara automatis terbitlah semacam bisikan dilubuk hatinya. Inilah yang di katakan lawwamah. Bisikan hati seseorang akan melarang dirinya melakukan sesuatu yang keji timbul secara spontan bila terbersit saja dihatinya. Cepat mempunyai rasa bersalah pada Allah Rasulullah atas keterlanjurannya. Ianya ibarat taufik dan hidayah Allah untuk memimpinnya kembali dari kesesatan dan kesalahan kepada kebenaran dan jalan yang lurus. Rasulullah s.a.w bersabda:
* “Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Allah akan menjadikan untuknya penasihat dari hatinya sendiri”
* “Barangsiapa yang hatinya menjadi penasihat baginya, maka Allah akan menjadi pelindung baginya.”
Tapi bila seseorang itu meningkat ke martabat nafsu lawwamah tapi tidak mematuhi isyarat lawwamah yang memancar di hatinya, maka lama-kelamaan isyarat ini akan padam dan lenyap. Hingga jatuhlah kembali pada tahap nafsu amarah kembali. Sebab itu kadang-kadang kita tengok sekejap orang itu baik, sekejap berubah jahat kembali. Kemudian berubah balik. Inilah bolak baliknya hati yang disebabkan oleh keadaan nafsunya yang berubah-ubah.
Firman Allah:
* “Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti (suruhan jahat) mereka setelah datang ilmu (isyarat lawwamah) kepadamu, sesungguhnya kamu termasuk dalam golongan orang-orang yang zalim”
* “Sesungguhnya petunjuk Allah ialah petunjuk yang sebenar-benarnya. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kehendak (jahat dan keji) mereka , setelah ilmu diperoleh (datang kepadamu) maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.
Pada tahap lawwamah ini masih lagi bergelimang dengan sifat-sifat mazmumah tapi jumlahnya mulai berkurang sedikit. Keinsafan memancar. Sekiranya dia terus mematuhi isyarat lawwamah yang ada, sedikit demi sedikit sifat-sifat keji dapat dihapuskan. Pada peringkat ini dia banyak meneliti diri sendiri dan merenung segala kesilapan yang lampau. Bila perasaan menyesal datang, orang-orang pada peringkat ini sangat mudah mengeluarkan air mata penyesalan. Kerap menangis dalam solat, atau bila sendirian, sewaktu berzikir, bersolawat. Air matanya bukanlah disengajakan tetapi berlaku secara spontan. Inilah dikatakan sebagai tangisan diri. Pada peringkat ini mula banyak mengkaji dan meneliti alam dan kejadian. Malah senantiasa membandingkan sesuatu dengan dirinya. Mereka juga menjadi gila untuk beribadat dan cenderung kepada perbincangan berkaitan soal mengenal diri dan mulai jemu dengan persoalan yang tidak berkaitan dengan agama. Perubahan ini boleh jadi mendadak sekiranya kita terjun ke alam tasauf.
Rasulullah s.a.w bersabda:
* “Bahwasanya orang-orang mukmin itu perhatiannya pada solat, puasa dan ibadat dan orang munafik itu perhatiannya lebih kepada makanan dan minuman seperti halnya binatang”
* “Sedikit taufik adalah lebih baik dari banyak berpikir dan berpikir perkara duniawi itu mencelakakan dan sebaliknya berpikir perkara agama pasti mendatangkan kegembiraan”
Pada tahap ini sudah mementingkan akhirat dari dunia.
Namun begitu bila dibandingkan dengan amarah ia lebih tinggi sedikit, namun sekali-sekali ia tidak terlepas juga dari jatuh ke dalam jurang dosa dan kejahatan. Imannya masih belum kuat. Namun ia cepat sadar dan cepat beristigfar minta ampun kepada Allah.
Firman Allah:
“Aku bersumpah dengan nafsu lawwamah”
Sebagai contoh kalau tertinggal sembahyang terdapat perasaan kecut hati dan cepat menyesal sehingga terus pergi menkadhanya.
Antara sifat nafsu lawwamah adalah:
1. Mencela diri sendiri
2. Bertafakur dan berfikir
3. Membuat kebajikan karena riya
4. Kagum pada diri sendiri yakni ‘ujub
5. Membuat sesuatu dengan sum’ah -agar dipuji
6. Takjub pada diri sendiri
Barangsiapa yang merasa berdegup di hati sifat seperti di atas maka ia masih berada pada tahap nafsu lawwamah. Hal seperti ini adalah terdapat pada kebanyakan orang awam .
Harus kuat berzikir lagi untuk menembus dan menyucikan sisa-sisa karat hati. Zikir pada peringakat nafsu ini masih lagi di bibir tetapi kadang-kadang sudah mulai meresap masuk ke lubuk hati tapi dalam keadaan yang tidak istiqamah. Pada peringkat ini memang sudah timbul gila beribadat sehingga kadang-kadang merasa dirinya ringan dan melayang, kadang-kadang macam hilang dirinya. Rasa semacam semut berderau diseluruh tubuhnya terutama pada bahagian tulang belakang dan tangannya. Keadaan beginilah menimbulkan keasyikan yang menyampingkan dengan amalan zikir dan ibadat lain.
Pada peringkat ini sudah boleh menerima sedikit ilham hasil dari zauk dan kadang-kadang mengalami mimpi yang perlu ditafsir kembali oleh guru. Bila berterusan dengan petuah dan amalan yang diberi oleh guru InsyaAllah nafsunya lawwamah ini akan meningkat kepada tahap seterusnya.
3. MULHAMAH
Nafsu ini lebih baik dari amarah dan lawwamah. Nafsu mulhamah ini ialah nafsu yang sudah menerima latihan beberapa proses kesucian dari sifat-sifat hati yang tercemar melalui latihan sufi/ tariqat/ amalan guru lainnya yang mempunyai sanad dari Rasulullah s.a.w. Kesucian hatinya telah menyebabkan segala lintasan kotor atau khuatir-khuatir syaitan telah dapat dibuang dan diganti dengan ilham dari malaikat atau Allah.
Firman Allah:
“Demi nafsu (manusia) dan yang menjadikannya (Allah) lalu diilhamkan Allah kepadanya mana yang buruk dan mana yang baik, sesungguhnya dapat kemenanganlah orang yang menyucinya (nafsu) dan rugilah (celakalah) orang yang mengotorkannya(nafsu)
Makam nafsu ini juga dikenali dengan nafsu samiah. Pada peringkat ini amalan baiknya sudah mengatasi amalan kejahatannya. Sifat mazmumah telah diganti dengan mahmudah. Sikap beribadat telah tebal dan amalan guru terus diamalkan dengan lebih tekun lagi.
Pada penyesalan pada peringakat lawwamah tadi terus berkecamuk di dalam jiwa. Isyarat lawwamah senantiasa subur. Sesungguhnya taubat orang peringkat mulhamah ini adalah “taubatan nasuha”. Bukan saja di mulut tetapi hakiki.
Dalam kehidupan sudah terbina satu sikap yang baik, tabah menghadapi cobaan, bila terlintas sesuatu kepada arah kemaksiatan ia memohon kepada perlindungan dari Allah.
Firman Allah:
“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa , bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahan.”
Sabda Rasulullah S.a.w:
“Barangsiapa yang merasa gembira dengan kebaikannya dan merasa susah (gelisah) dengan kejahatan yang dilakukan, maka itu orang-orang mukmin”
Zikir pada tahap ini telah menyerap kedalam lubuk hatinya bukan sekedar ucapan di bibir saja. Malah sudah menerima hakikat nikmat zikir dan zauk. Bila disebut nama Allah rindunya sangat besar, berderu darahnya dan gementar tubuhnya tanpa disengaja.
Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu, bagi mereka apabila disebut nama Allah, niscaya gementarlah seluruh hati mereka”
Perasaan ini terus menjalar sehingga bertemu kekasihnya.
Antara sifat-sifat yang bernafsu mulhamah:
1. Sifat-sifat ketenangan, lapang dada dan tidak putus asa.
2. Tak sayangkan harta
3. Qanaah.
4. Berilmu laduni
5. Merendah diri/ tawwadu’
6. Taubat hakiki
7. Sabar hakiki
8. Tahan ujian dan menanggung kesusahan
Mereka pada tahap ini mulai masuk kesempadan maqam wali yakni kerapkali mulai mencapai fana yang menghasilkan rasa makrifat dan hakikat (syuhud) tetapi belum teguh dan kemungkinan untuk kembali kepada sifat yang tidak baik masih ada. Kebanyakan orang cepat terhijab pada masa ini karena terlalu asyik dengan anugerah Allah padahal itu hanyalah ujian semata-mata.
Dalam konteks ilmu mereka bukan saja menguasai ilmu qalam malah sudah dapat menguasai ilmu ghaib mengikuti tiga cara laduni iaitu nur, cara tajalli dan cara laduni di peringakat sir. Yang dimaksudkan dengan laduni peringkat sir ialah mengikuti telinga batin yang terletak ditengah-tengah kepala yang biasanya dipanggil bagian tanaffas. Suara yang diterima amat jelas sekali. Tak ubah seperti mendengar suara telepon. Pada masa yang sama pendengaran zahir tetap tidak terganggu walaupun masa menerima laduni sir itu ada sesuatu yang berkecamuk. Biasanya suara ghaib itu adalah waliyulah atau ambia yang merupaka guru-guru ghaib yang bertugas mengajar ilmu ghaib pada mereka yang diperingkat mulhamah. Tapi perlu ingat guru murysid zahir kita tetap guru. Malah Guru mursyid kita sebenarnya telah berkomunikasi terlebih dahulu dengan guru-guru ghaib ini. Sebab itu kalau tak ada murysid kita akan terpedaya dengan syaitan dan jin yang menyamar. Pembukaan telinga batin ini pada awalnya berlaku seakan suatu bisikan suara yang ada dibagian dalam anak telinga, dimana pada permulaannya merasa berdesing. Kemudian barulah dapat dengar jelas.
Zikir tetap meningkat. Pada peringkat inilah Allah berfirman:
“Orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir kepada Allah. Ingatlah hanya dengan berzikir kepada Allah sajalah hati menjadi tenteram”.
4. NAFSU MUTMAINAH
Inilah peringkat/ martabat nafsu yang pertama yang benar-benar diredhai Allah seperti yang telah dinyatakan di atas. Yang layak masuk surga Allah. Maknanya siapa sampai pada maqam ini berarti surga tetap terjamin, InsyaAllah. Hakikat inilah yang difirmankan Allah:
“Wahai orang yang berjiwa / bernafsu mutmainnah, pulanglah kepangkuan Tuhanmu dalam keadaan redha meredhai olehNya dan masuklah ke dalam golongan HAMBAKU dan masuklah ke dalam syurgaKU”.
Pada peringkat ini jiwa mutmainnah merasakan ketenagan hidup yang hakiki yang bukan dibuat-buat. Tidak ada lagi perasaan gelisah. Semuanya lahir dari tauhidnya yang tinggi dan mendalam. Tauhid yang sejati dan hakiki. Tidak ada lagi perbedaan senang dengan susah baginya sama saja. Pada maqam inilah permulaan mendapat derajat wali kecil.
Antara sifat-sifat maqam ini adalah:
1. Taqwa yang benar.
2. Arif
3. Syukur yang benar
4. Tawakkal yang hakiki
5. Kuat beribadat
6. Redha dengan ketentuan Allah
7. Murah hati dan senang bersedekah.
8. Dan lain-lain sifat mulia yang tidak dibuat-buat.
Pada maqam ini biasanya (walaupun tidak mesti), akan adanya keramat-keramat yang luar biasa serta mendapat ilmu dengan tak payah belajar sebab sudah dapat merasakan rahasia-rahasia dari LohMahfuz. Adanya sifat lidah masin. Apa yang keluar dari mulut bukan sembarangan lagi bahkan terus menerus yang dipanggil sebagai ‘inkisaf’. Mereka sudah menguasai ilmu peringkat nur, tajalli, sir dan juga sirussir, yaitu lebih tinggi dari maqam mulhamah. Yang dikatakan terus menerus sirussir ialah cara penerimaan dengan telinga dan mata batin. Kalau mulhammah tadi baru terbuka dengan telinga batin tanpa mata batin. Dengan mata batin inilah dia berupaya melihat sesuatu yang ghaib yang tak mampu dilihat oleh mata biasa kita. Malah dapat melihat sesuatu yang akan berlaku pada masa akan datang. Betul-betul macam melihat TV. Malah bisa diulangi lagi. Kalau guru kita hendak melihat sejarah hidup kita yang lalu biasanya dia akan memperhatikan rekaman hidup kita yang terekam kesilapan kita dan memberi petuah untuk membetulkannya. Kalau mencuri disuruhnya kita memulangkan kembali serta minta halal dan maaf, dan sebagainya. Namun demikian dia tetap akan menjaga aib muridnya kepada orang lain. Perlu dingat pada peringkat ini dia tidak terganggu penglihatan dan pendengaran zahirnya bersamaan saat melihat dan mendengar yang batin walaupun duduk di kedai kopi bersama-sama orang lain. Melalui penerimaan sirussir ini dia berupaya melihat alam barzakh, menjelajahi alam alam malakut. Keyakinan mereka sudah pada tahap ainul yakin dan haqqul yakin.
Fana juga boleh berlaku yang dikenal sebagai “fana qalbi” yaitu merupakan penafian diri ataupun menafikan maujud dirinya dan diisbatkan kepada wujudnya Allah semata-mata. Inilah peringkat yang kita bincangkan dulu mengenai LAA MAUJUD ILLALLAH. Keadaan inilah yang digambarkan Allah:
“Semua yang ada adalah fana (tiada wujud hakikinya). Dan yang kekal (baqa) itu adalah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”
Namun fana qalbi ini tidaklah kekal.
5. NAFSU RADHIAH
Maqam ini dinamakan radhiah karena perasaan keredhaan pada segala ketentuan dan hukuman Allah. Pada maqam ini sudah tidak ada rasa takut dengan bala Allah dan tak tahu gembira dengan nikmatNya. Sama saja baginya. Apa yang penting Allah redha padaNya. Itu kalau sakitpun sudah tak perlu kepada obat, sebab bagi dia sakit itulah nikmat karena dia merasa makin dekat dengan tuhannya. Uang baginya sudah sama dengan daun kayu. Emas sama dengan tanah. Dunia sudah dipandang kecil , malah sudah tidak dipandang lagi sebaliknya dunia yang datang kepadanya.
Firman Allah:
“Sesungguhnya wali-wali Allah itu tak ada rasa ketakutan dan tak pernah ada rasa khawatir di atas mereka”.
Ini karena nur syuhud sudah bersatu dalam jiwa mereka. Alam sekeliling seperti cermin yang bisa melihat Allah setiap saat. Ini adalah maqam musyahadah tahap ihsan seperti hadis Rasulullah s.a.w:
“Hendaklah kamu menyembah Allah sebagaimana kamu melihatNya…”
Ini adalah maqam wali dalam martabat khawas.
Pada masa inilah apa yang diisyaratkan oleh rasulullah s.a.w:
“Takutilah akan firasat orang mukmin, bahawasanya orang-orang mukmin itu melihat dengan Nur Allah”.
Pada tahap radhiah ini, ia melihat melalui basyirahnya, merenung dengan kasyafnya , bertindak melalui perintah ilmu laduninya. Mulutnya dan doanya sangat mustajab. ‘Apapun yang dipinta jadi”
Orang di maqam ini kadang-kadang perbuatannya menyalahi syariat. Percakapan kadang-kadang menyinggung orang biasa yang tak faham tapi dikeluarkan tanpa sengaja. Masih mengalami fana qalbi tapi tidak menentu. Hidupnya ibarat dilambung gelora cinta seolah terapung bersama-sama Allah. Hanya memandang dan menyaksikan sesuatu bahwa tiada suatu yang wujud di dunia ini melainkan wajah Allah semata-mata:
Firman Allah:
“Di mana saja kamu menghadap, maka disitulah wajah Allah
Itu yang terjadi pada Al Junaid: Tiada apa dalam jubahku, melainkan Allah.
Mereka sudah memandang yang banyak kepada yang satu. Keadaan inilah bisa menimbulkan fitnah, malah kadang-kadang orang akan anggap gila. Inilah maqam Ana’al Haq-Mansur Al-Hallaj.
Zikir pada peringkat ini adalah secara ‘khafi’ yang telah meliputi seluruh anggota zahir dan batinnya. Pada peringkat inilah kulit berzikir, daging berzikir, tulang berzikir, malah semuanya berzikir. Itu yang jadi darah Al-Hallaj membentuk tulisan Allah lalu keluar zikir, malah kematian wali-wali seperti Tok Ku Paloh, masih lagi terdengar zikir di dadanya. Kadang-kadang mereka dijemput menjelajah alam ghaib kubra yang di luar akal manusia. Malah mereka diajar ilmu tinggi yang lebih canggih dari manusia biasa yang telah dicapai oleh zaman modern ini. Mereka bisa berhubungan secara langsung dengan para rasul, nabi, ambia dan waliyullah yang lain. Mereka menuntut ilmu dengan aulia seperti berbincang dengan kawan melalui handphone, malah bisa berinteraksi beramai-ramai walaupun masing-masing berada di berbeda tempat.
Sifat-sifatnya:
1. Ikhlas
2. Warak
3. Zahid
4. Dan lain-lain lagi yang baik yang ada pada maqam sebelum ini.
6. NAFSU MARDIAH
Pada peringkat ini segala yang keluar darinya semuanya telah diredhai Allah. Perilakunya, kata-katanya, diamnya semuanya dengan keredhaan dan izinan Allah belaka. Akan keluar keramat yang luar biasa. Mereka sudah menanam ingatan pada Allah diteras lubuk hati mereka terus menerus secara “khafi-filkhafi”, maknanya secara penyaksiaan ‘basitiah’ iaitu penyaksian sifat ma’ani Allah yang nyata dan dizahirkan oleh diriNya sendiri. Af’al diri mereka sudah dinafi dan diisbatkan secara langsung kepada af’al Allah semata-mata. Jiwa mereka betul-betul bersatu, ingatan mereka terhadap Allah tidak sesaatpun berpisah darinya. Penyaksiaan terhadap hak sifat Allah jelas baginya sehingga hilang dirinya sendiri. Inilah dinyatakan sebagai Abu Yazib Bistami: “Subhanni..”
“Pandanglah yang satu pada yang banyak”
Peringkat ini sudah tenggelam dalam fana baqabillah. Pada peringkat inilah suka mengasingkan diri, tidak suka bergaul lagi dengan makhluk.
Namun begitu ia mempunyai kesadaran dua alam sekaligus, Zahir dan batin. Dan ia akan kembali normal seperti biasa. Kalau peringkat sebelum ini mungkin sampai tak terurus.
Konsep perjalanannya lebih kurang dengan radhiah, mereka berpegang kepada konsep:
Firman Allah:
“Apa yang di sisi kamu itu pasti lenyap dan apa yang ada di sisi Allah tetap kekal”.
Perkataan syatahah sudah hilang. Mereka suka hidup menyendiri.
Sabda Rasulullah s.a.w:
“Apabila kamu sekalian melihat seseorang mukmin itu pendiam dan tenang , maka dekatilah ia. Sesungguhnya dia akan mengajar kamu hikmah”
Mengenai zikirnya, zikirnya adalah zikir rahasia, tidak lagi ada lafaz dengan lidah maupun hati, tapi seluruh anggota zahir dan batin mengucapkan dengan zikir rahasia yang didengar oleh telinga batin di maqam tanaffas. Zikirnya tidak pernah terganggu dengan alam zahir walaupun dia tengah bercakap atau berbuat apa saja.
Firman Allah:
“Orang-orang berzikir kepada Allah sambil berdiri, sambil duduk dan dalam keadaan berbaring…”
Bagi mereka di maqam ini setiap perbuatan, perkataan, penglihatan dan apa saja adalah zikir.
Pada tahap ini mempunyai kekeramatan yang amat luar biasa. Namun biasanya jarang sekali menzahirkan kelebihannya itu. Dari segi ilmu, mereka sudah memperolehi ilmu semua peringkat sebelum ini iaitu nur, tajalli, sir, sirussir malah ditambah lagi dengan cara tawasul/yaitu secara jaga dengan ambia dan waliyullah. Kehadiran wali-wali kepada orang maqam mardiah ini lebih merupakan penghormatan dan ziarah saja, sambil berbincang-bincang. Mereka berpeluang menjelajahi seluruh alam; alam maya dan alam ghaib termasuk surga, neraka dan sebagainya. Mereka berupaya melawat bermacam-macam tempat sama saja dengan pecahan diri batinnya atau dengan jasadnya. Malah dalam suatu masa boleh menjelma di pelbagai tempat. Ini dipanggil “Khawa Fulkhawaf”. Ianya berlaku tanpa sengaja dan tanpa dapat dikawal
Sifat-sifatnya:
1. Redha dan rela dengan apa-apa pemberian Allah
2. Lemah lembut pergaulannya
3. Elok dan tingginya budi
4. Lain-lain sifat terpuji maqam sebelum ini.
7. KAMALIAH
Maqam ini adalah tertinggi. Maqam ini digelar sebagai “baqa billah”, Kamil Mukamil”, Al Insan kamil karena ia dapat menghimpunkan antara zahir dan batin, yakni ruh dan hatinya kekal kepada Allah tetapi zahir tubuh kasarnya tetap dengan manusia. Hati mereka kekal dengan Allah tak mengenal masa dan tempat, tidur atau jaga senantiasa mereka bermusyahadah kepada Allah. Ini adalah maqam khawas al khawas. Semua gerak gerik mereka sudah jadi ibadat. Hatta berak kencing mereka, tidur mereka dan sebagainya.
Ilmu mereka adalah seperti yang dinyatakan oleh Imam Ghazali, ilham dan ilmu mukasyafah yang diterima nya tidak bukan adalah sama dengan istilah wahyu semuanya datang terus dari Allah. Cuma kalau Rasul dan Nabi di panggil Wahyu dan manusia biasa yang kamil di panggil Ilham.