Home / Deep Secret / Intelijen / JAD Serang Mapolda Medan, Polisi Tetap Target Panas
Ilustrasi, senjata untuk serangan teror kini semakin sederhana tetapi mematikan, menginspirasi jaringan teror di dunia, sulit untuk dilacak (foto : penanegeri)

JAD Serang Mapolda Medan, Polisi Tetap Target Panas

Tiga hari setelah umat Islam melaksanakan ibadah Puasa, penulis dimintai pendapat sebagai narasumber oleh media BNPT tentang kemungkinan teror pada bulan Ramadhan  tahun ini.

Hasil wawancara ditayangkan oleh Kantor Berita Antara pada hari Selasa (30/5/2017) dengan link http://www.antaranews.com/berita/632277/analis-potensi-teror-selama-ramadhan-kecil-tapi-harus-tetap-diwaspadai.

Penulis menyatakan, “Memang potensi aksi di bulan Ramadhan ini kecil, tapi kita tetap harus waspada. ISIS sebagai induk kelompok teror memang terkesan mulai mengubah strategi, dari yang sebelumnya sembarangan kini mulai hati-hati memilih sasaran, misalnya aparat keamanan, agar tidak memancing kemarahan umat Islam.

ISIS memiliki cita-cita mendirikan khilafah dan itu membutuhkan dukungan dari umat Islam. Oleh karena itu, kecil kemungkinan mereka melakukan aksi teror pada Ramadhan yang bisa membuat marah umat Islam.”

Densus-88 terus mengejar Teroris, tetapi ironisnya anggota Polri lainnya menjadi target panas serangan kelompok JAD (foto : Okezone)
Densus-88 terus mengejar Teroris, tetapi ironisnya anggota Polri lainnya menjadi target panas serangan kelompok JAD (foto : Okezone)

 

Akan tetapi,  strategi itu mungkin saja tidak dipahami oleh sel-sel teroris di bawah sehingga potensi terjadi teror tetap ada. “Yang sel-sel kecil ini biasanya tidak berpikir pintar dan sekadar ingin melampiaskan dendamnya saja sehingga bisa saja mereka melakukan aksi, terutama dengan sasaran aparat kepolisian,”  Hal itu terjadi,  karena orang-orang itu hanya didoktrin untuk “berjihad”, termasuk membalas polisi yang menangkap dan menewaskan kawan-kawan mereka.

Teror di Mapolda Medan

Pada hari Minggu (25/6/2017) sekitar pukul 03.00 WIB, pos penjagaan di Markas Polda Sumatera Utara diserang dua orang yang diduga jaringan terorisme. Akibat serangan yang menggunakan pisau seorang anggota Polri atas nama piket Aiptu Martua Sigalingging tewas ditikam di leher, dada, dan tangan.

Densus melakukan penggerebekan rumah SP terduga teroris di Medan (Foto : MedanSatu)
Densus melakukan penggerebekan rumah SP terduga teroris di Medan (Foto : MedanSatu)

 

Pihak penyerang kemudian ditembak oleh anggota Brimob penjaga lainnya. Kedua pelaku diketahui berinisial SP (47) dan AR (30) mencoba membakar pos tetapi gagal.  Pelaku juga mencoba membakar ruangan pos. Diketahui bahwa AR  yang sehari-harinya berprofesi sebagai penjual jus merupakan warga jalan Sisingamangaraja, Simpang Limun, Medan, Sumatera Utara, tewas ditembak anggota polisi lainnya di lokasi. Sedangkan SP yang sehari-harinya berprofesi sebagai penjual rokok, walau mengalami luka tembak selamat jiwanya. Ia merupakan warga Jalan Pelajar Ujung, Gang Kecil, Medan.

Kapolda Sumatera Utara Irjen Rycko Amelza Dahniel dalam pengembangan menyatakan, pihaknya telah menangkap lima terduga teroris lainnya, dalam operasi perburuan 13 jam pascapenyerangan. Polda Sumut telah menetapkan lima tersangka tersebut yang mempunyai andil dalam membantu penyerangan. Dikatakannya  ada yang berperan membantu perencanaan penyerangan,  memperbanyak dokumen propaganda dan indoktrinasi tentang kekerasan dan perang, serta membantu memperbanyak membuat video ISIS dari Suriah.

Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel saat konperensi pers
Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel saat konperensi pers

 

Saat Densus 88 menggeledah rumah salah satu pelaku teror.yang diketahui  rumah Syawaluddin Pakpahan (SP), didapatkan beberapa barang bukti keterkaitan jaringan ini dengan ISIS. Beberapa tahun lalu, SP diketahui pernah bergabung dengan ISIS di Suriah, temuan ini dibenarkan pihak polisi.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan bahwa kedua pelaku penyerang polisi itu adalah sel dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Dikatakannya, mereka menyasar polisi, “karena polisi dianggap sebagai kafir harbi. Kafir yang menyerang mereka. Jadi harus diprioritaskan,” katanya. Kami sudah mensinyalir ada sel dari kelompok JAD yang punya niat melakukan serangan di sana,” kata Kapolri, Minggu (25/6/2017).

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian penulis kenal sebagai pakar masalah terorisme, mantan Kadensus, Kepala BNPT, kini faham harus bagaimana menangani ancaman serius itu (foto : Tribunnews)
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian penulis kenal sebagai pakar masalah terorisme, mantan Kadensus, Kepala BNPT, kini faham harus bagaimana menangani ancaman serius itu (foto : Tribunnews)

 

Dugaan tersebut berdasarkan penangkapan tiga orang pada dua pekan lalu di kawasan Medan yang terkait dengan organisasi FUI (Forum Umat Islam).  Dimana pada hari Rabu (7/6/2017), Densus 88 melakukan  penangkapan tiga aktivis ormas Islam. Salah satu yang diamankan adalah Ketua Laskar Forum Umat Islam Sumatera Utara (FUI Sumut), Azzam Alghozi alias Abu Yakub (48). Ketua FUI Sumut, Ustaz Indra Suheri mengatakan, Azzam memang bagian dari FUI Sumut.

Analisis

Penyerangan angota Polri yang sedang bertugas jaga dapat dikatakan cukup berani dan nekat. Dalam kondisi pengamanan malam lebaran, diperkirakan penebalan terjadi di Polda. Akan tetapi nampaknya AS dan AR telah mempelajari titik lemah dan lengahnya para petugas jaga yang lelah dengan rangkaian pengamanan Ramadhan.

Sebenarnya seperti dikatakan oleh Kapolri, indikasi akan terjadinya serangan sudah tercium dan terdeteksi. Densus sudah tepat dalam mengejar jaringan JAD Medan yang melekat ke organisasi FUI. Hanya disayangkan waktu dua pekan lebih pengembangan tidak berhasil memastikan rencana selanjutnya. Disinilah terlihat tingkat kesulitan dalam mendeteksi rencana serangan, terlebih pelaku kini terinspirasi serangan di London misalnya, teror cukup dilakukan dengan pisau. Dampak serangan berbentuk teror  tidak tergantung jumlah korban, tetapi efek psikologis yang muncul serta pemanfaatan momentum.

JAD7
Simpatisan ISIS di Indonesia cukup banyak, harus dijaga agar tidak terbentuk kesatuan bersenjata (foto : Media Informasi)

 

Dalam melakukan amaliah, jelas SP mempunyai pengalaman tempur di Suriah, walaupun rekannya tewas, paling tidak dampak serta eksistensi serangan cukup besar. Seperti penulis perkirakan mereka kcil kemungkinannya akan menyerang pada bulan Ramadhan karena takut dimusuhi umat Islam Indonesia. Prediksi memang tepat, serangan dilakukan pagi hari Idul Fitri,  dimana Polri tetap sebagai target panas.

Mengapa serangan dinilai sukses? Pertama, sulit mendeteksi ketepatan waktu dan pola serangan serta arah target, inisiatif berada di tangan penyerang. Kedua, pihak Polri (baca Densus 88) walaupun aparat kontra teror tetap sebagai bagian penegak hukum. Polisi terkunci dengan UU No.15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dimana polisi tidak dapat bertindak apabila belum ada pelanggaran hukum.

Dalam kondisi ini, maka polisi akan terus menjadi ‘target panas’ seperti dikatakan Tito sebagai kafir harbi. Oleh karena itu penulis menyarankan, sebaiknya dalam revisi UU tersebut seperti diperintahkan oleh Presiden Jokowi, agar TNI dilibatkan dalam pemberantasan terorisme.

Semua tindakan penanggulangan maupun pencegahan terorisme harus bermuara dalam UU No.15/2003 yang sedang digodok untuk revisi (foto : Cirebon)
Semua tindakan penanggulangan maupun pencegahan terorisme harus bermuara dalam UU No.15/2003 yang sedang digodok untuk revisi (foto : Cirebon)

 

Arahan presiden menurut penulis adalah konsep pemikiran yang sudah melalui penilaian strategis dan perkiraan terhadap ancaman teror terhadap bangsa dan negara di masa depan. Penulis menilai bahwa kekhalifahan ISIS di Irak (Mosul) dan Suriah (Raqqa) akan lebur dan jatuh dalam waktu yang tidak terlalu lama. Para jihaddis sudah ada yang kembali ke negara-masing-masing.

Nah, Indonesia harus siap menerima kembalinya sekitar 400-500 mereka yang kini masih bergabung di Timur Tengah. Apabila penanganan tetap dengan SOP saat ini, UU tidak juga selesai, maka Polri akan terus menjadi target makin panas dan serangan akan bisa makin meluas. Secara ideal operasi gabungan kontra teror, dimana intelijen ditangani TNI berkolaborasi dengan BIN dan penindakan hukum tetap diawaki Densus/Polri akan merupakan jalan keluarnya.

Seorang SP saja yang belajar neror di Suriah sudah mampu membuat berita besar yang menggidikan, lantas bagaimana kalau 400 yang di sana itu balik kampung? Persoalannya bukan kita tidak percaya kepada Polri dan Tito, selama ini Densus mampu menanganinya. Tetapi,  dari persepsi intelijen strategis, penulis mengendus ancaman kedepan, serangan bukan hanya berbentuk teror belaka, ada permainan proxy disitu. Ancamannya sangat serius yaitu keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Indah, apabila DPR, BIN, Polri dan TNI bersepakat duduk dalam satu meja. Kira-kira begitulah pendapat penulis.

 

About admin

Check Also

Beberapa Perundingan Palestina-Israel yang Pernah Dibuat

“Berulangkali perjanjian damai Israel-Palestina telah dibangun, namun berulangkali pula dilanggar oleh Israel dan akhirnya gagal. ...